Jangankan elo, gue sendiri aja nggak paham kenapa dia marah-marah.
×××××××
Mikaela masih membisu belum mengeluarkan sepatah kata pun untuk Delan. Apalagi, ketika Delan menatap dirinya begitu lama. Ini semua karena gadis itu yang terus diam tidak mau berbicara dengan Delan.
Delan tahu gadis itu marah padanya karena sikapnya semalam. Namun, Delan juga tidak bisa jika harus diam saja melihat tingkah Mikaela yang masih mendekati Clao. Gadis itu tidak tahu seberapa keras Delan melindunginya dan orang-orang terdekat gadis itu. Gadis itu juga tidak tahu jika Delan terikat perjanjian dengan seseorang yang berpengaruh dalam hubungan keduanya.
Laki-laki berkaos hitam itu mendesah lelah. Dia bingung harus bagaimana menjelaskan ini kepada Mikaela tanpa mengungkapkan fakta yang ada. Dia tidak mungkin jujur karena nyatanya kejujuran itu akan menghancurkan keduanya.
Mikaela, gadis cantik berkulit putih. Gadis yang jelas tidak akan orang lain lewatkan. Gadis yang jelas memiliki banyak gadis lain yang iri kepadanya. Dan, jujur, Mikaela jauh lebih dari segala dibandingkan Naura. Namun, Delan tidak ingin jatuh pada sahabatnya.
"Gue mau beli ramen," ucap Mikaela. Kalimat pertamanya hari ini sukses membuat Delan tersenyum lebar.
"Gue temenin." Delan beranjak, meraih kunci motor dan juga ponsel. Namun, tangan mungil Mikaela menahan tangannya.
Ditatapnya gadis itu dengan penuh tanya. Jangan bilang Mikael tidak mau diantaranya untuk membeli ramen!
"Gue cuma ke bawah. Di sebelah apart lo ada tokonya."
"Gue juga mau beli." Delan tidak ingin kalah. Dia jelas harus mengikuti gadis ini. Gadis yang mulai berani melawannya.
Mikaela terlihat berdecak kesal. "Ya udah."
Bibir Delan tertarik karena Mikaela yang akhirnya pasrah. Dia pun berdiri membawa kunci motornya.
Keduanya berjalan beriringan menyusuri lorong apartemen yang cukup sepi di hari libur seperti ini. Entahlah, namun Delan merasa begitu senang bisa bersama Mikaela. Pernyataan gadis itu semalam sebenarnya pun mengusik diri Delan.
Ingin menjauh katanya, padahal baru kemarinnya gadis itu berkata jangan pergi, jangan menjauh. Tentu saja Delan tidak akan menurutinya. Mikaela separuhnya, tidak mungkin dirinya dan Mikaela benar-benar terpisah.
"Lo masih marah gara-gara semalem gue..." ucap Delan sengaja menggantung. Diliriknya Mikaela yang berjalan dalam diam dengan wajah sedatar papan. Tampaknya, gadis itu benar-benar marah.
"Mikae, biasanya juga kita-"
"Posisinya beda, De," potong Mikaela.
Meraka kini masuk ke dalam lift. Dipandangnya Mikaela yang justru memalingkan wajah darinya. "Mikae, apa salahnya? Kita udah sering lakuin itu. Apa yang beda?"
"Lo udah punya Naura."
Siangkat dan sangat to the point. Jawaban Mikaela berhasil membuatnya mengumpat. Entah kenapa dia bisa lupa bahwa Naura pun kini membutuhkannya. Mikaela, seolah gadis itu menyihirnya untuk melupakan Naura, melupakan rasa setia yang harusnya hanya- sialan!
"Maaf," gumamnya mengalah.
Sayangnya, Mikaela justru keluar dari lift meninggalkan dirinya. Secepat mungkin Delan menyusul gadis itu. Ditariknya tangan Mikaela menuju parkiran apartment yang harus melewati tangga.
"Warungnya deket, kenapa harus pake motor?" tanya gadis itu.
Delan menatapnya yang berdiri di satu tangga di atasnya. "Gue mau yang jauh. Anggap aja permintaan maaf gue buat kejadian semalam. Tapi lo juga harus inget, jangan deket-deket sama Clao maupun Daga."
×××××××
Delan cemas, motornya dikendarai dengan begitu cepat menuju ke kedai ramen di mana dia meninggalkan Mikaela tadi. Delan harap gadis itu tidak ada di sana. Delan harap gadis itu tidak menunggunya. Delan harap Mikaela pun tidak marah padanya.
Diparkirkan motornya dengan sembarang. Melepas helm cepat dan segera berlari memasuki kedai. Napasnya tersengal-sengal begitu selesai berlari dari parkiran motor hingga di depan pintu kedai. Matanya menjelajah melihat adakah tanda-tanda Mikaela di dalam sana.
Tidak sabar, Delan segera memasuki kedai dan berhasil dibuat mengumpat karena meja yang dia tempati dengan Mikaela belum berganti pemesan. Gadis itu di sana, dengan setumpuk mangkuk ramen yang menggunung.
Pasti gadis itu marah, begitulah yang Delan pikirkan. Namun, dia akan menerimanya. Ini memang salahnya yang meninggalkan Mikaela sebentar karena Naura bilang Reza meninggalkan gadis itu di rumah sakit saat kembali memeriksakan kakinya.
Tentu saja sebentar yang dimaksudnya jauh lebih lama dari satu jam. Dan sialnya dia menyuruh Mikaela menunggu.
Menarik napas sebanyak mungkin sebelum mendekati Mikaela. Menenangkan hati dan detak jantungnya sebelum dia menatap wajah Mikaela.
Delan duduk, di samping Mikaela yang masih menyeruput kuah ramen yang entah mangkuk ke berapa. Ditatapnya gadis yang kini tak acuh, bahkan seolah tidak menyadari kehadirannya.
Tangan Delan bergetar meraih mangkuk yang akan diraih Mikaela. "Udah cukup," ucapnya lirih.
"Gue masih laper, De." Balasan yang tidak Delan inginkan. Nada getir dan getar takut yang Mikaela ucapkan benar-benar menghancurkannya.
"Bibir lo bengkak, Mikae. Lo udah makan terlalu banyak."
Gadis itu menggeleng sambil terkekeh pilu. Air mata yang sepertinya baru mengering itu kembali keluar dan meleleh menyusuri garis pipi sang gadis
Delan benar-benar merasa b******k sekarang.
"Gue minta maaf." Mikaela tidak membalasnya. Delan pun mendesah pasrah. "Naura sendirian di rumahnya. Gue nunggu Reza balik. Maaf kalau suruh lo nunggu. Harusnya gue bilang lo pulang duluan aja, 'kan?"
Mikaela mengangguk. Diusapnya kasar pipi putih itu sambil tersenyum menatap Delan.
Delan tahu, gadis di depannya pasti kecewa. Delan tahu dia sudah membuat banyak kesalahan pada Mikaela beberapa hari terakhir. Sempat terbesit dalam pikirannya untuk menuruti keinginan Mikaela agar dirinya menjauh. Namun, jika dipikir-pikir dia tidak akan sanggup.
"Gue mau udahan."
Sialnya tubuh Delan menegang karena ucapan Mikaela kali ini.
×××××××
"Delan, kamu kok tumben udah dateng?" tanya Naura dengan nada ceria.
Delan melirik pacarnya sebentar, kemudian tersenyum lebar. Wajah lelah karena semalaman tidak bisa tidur pun dia sembunyikan sebaik mungkin.
"Udah siap?" Delan sengaja mengalihkan topik. Dia enggan untuk mencari alasan yang tepat tentang kenapa dia ada di sini secepat ini.
Untungnya Naura tidak mempermasalahkan, gadis itu malah mengangguk dengan senyum manis. Rasanya beban Delan sedikit terangkat karena senyum yang Naura berikan.
Delan pun menyodorkan helm Minion itu kepada Naura. Senang rasanya melihat pacarnya sudah bisa kembali ke sekolah. Namun, perasaan senang Delan juga beriringan dengan perasaan kosong. Seperti ada yang kurang salam dirinya.
"Yuk berangkat!"
Delan pun memacu motornya secepat mungkin menuruti keinginan sang pacar.
×××××××
Bersama Naura membuatnya merasa bahagia. Apalagi tangan gadis itu sudah melingkar di perutnya dengan begitu erat. Rasa bahagianya seakan memuncak. Delan rasa apa yang dicari selama ini sudah di depatkannya. Delan rasa dia sudah tidak lagi perlu mengkhawatirkan sesuatu selama Naura ada.
Motornya berhenti tepat di Lampur merah. Bukannya mengendur, pelukan Naura justru bertambah erat. Senyum geli pun muncul dari bibirnya. Namun, begitu motor Vespa biru berhenti di sebelahnya, bibir Delan terasa berkedut.
Clao menatapnya datar. Jelas bukan itu penyebab kedut di bibirnya. Tapi gadis berhelm Doraemon di belakang Clao. Gadis yang dengan begitu dalam menatap Naura dan dirinya.
"Udah ijo, ayo jalan," ucap Naura menyadarkannya.
Napasnya memburu begitu motor Vespa biru itu melaju lebih dulu.
×××××××