Di mana gue harus cari jawaban kalau lo nggak ngasih kepastian?
×××××××
Namanya juga Mikaela, gadis itu akan selalu kalah jika berdebat dengan Delan. Delan bagaikan separuh hidupnya, seolah jika laki-laki itu bilang tidak, maka Mikaela seperti akan menurutinya. Pengaruh Delan benar-benar besar bagi Mikaela, terlebih apa-apa dia membutuhkan Delan.
Di sinilah dia sekarang, duduk bersama Delan di ruang tamu rumah Naura. Delan menang telak setelah berdebat dengannya, bahkan berhasil membawanya kemari. Naura duduk di sebelah Delan sedangkan Mikaela memilih duduk di sofa single di sebelah Delan. Tentang Reza si kakak Naura, laki-laki itu ada di rumah. Bahkan terlihat baik sekali memperlakukan dirinya dan Delan.
Aneh bukan? Berita yang Delan sampaikan seolah sebuah kebohongan. Perkataan Naura yang mengatakan Reza jahat kepada gadis itu pun seolah hanya omong kosong.
"Gue mau ke kamar mandi dong, di mana, ya?" tanya Mikaela. Dia merasa tidak nyaman duduk di depan mereka berdua. Perhatian kecil yang Delan berikan untuk Naura mengganggunya, mengusik ketenangan hati Mikaela.
"Di deket dapur, lo lurus aja," kata Naura sambil menunjuk dapur rumahnya.
Mikaela pun menurut, dia beranjak menuju dapur yang Naura tunjukan.
"Naura buat ulah lagi, ya?"
Mikaela terlonjak, ditatapnya Reza yang duduk di atas meja dapur sambil menyeruput kopi panasnya.
"Kak Reza, maksudnya gimana?"
Reza meletakan gelasnya, turun dari meja dan berjalan hingga di depan Mikaela. "Dia baru main-main, mending lo segera ambil lagi apa yang harusnya jadi punya lo."
Dahi Mikaela berkerut. Dia tidak paham maksud Reza mengatakan itu. Miliknya? Main-main? Maksudnya apa?
"Orang bodoh aja bakalan paham kalau lo sama dia punya rasa, tapi kenapa dia nggak sadar?" tanya Reza lagi.
"Kak, gue nggak paham. Maksudnya siapa?"
Reza berdecak. "Pura-pura lo. Yang penting gue udah sampein peringatan. Urusan selanjutnya itu urusan lo."
Setelah itu, Reza mengambil gelasnya kembali dan pergi meninggalkannya.
×××××××
"Jangan capek-capek, istirahat aja. Masalah sekolah dan pelajaran nanti biar dibantu Mikae."
"Iya, ini udah mendingan juga. Mungkin lusa berangkat."
Delan mengusap lembut pucuk kepala Naura. Mikaela yang menatap itu langsung membuang pandangannya. Kenapa bucin begini? Kenapa juga bucinnya di depan Mikaela?
"Gue pulang duluan nggak papa? Mikaela juga butuh istirahat karena sakitnya kemarin."
"Nggak papa," jawab Naura yang terdengar tidak ikhlas di telinga Mikaela.
Mikaela yang sadar Naura tidak menyukai perhatian Delan untuk dirinya segera berdiri. "De, lo di sini aja. Gue–"
"Dijemput Clao? Gue bilang jangan, ya, jangan Mikae!"
Mikaela mendesah pelan. "Gue udah pesen taksi, lo seuzon banget." Gadis itu pura-pura kesal.
Delan terlihat melunak. Wajahnya menatap Naura sebentar sebelum akhirnya mengangguk. Mikaela tersenyum tipis, dia segera pergi dari sana secepat yang dia bisa. Setelah berhasil sampai di depan gerbang rumah Naura, Mikaela segera mendial nomor lain di ponselnya selain nomor Delan.
"Jemput gue ya, di Perumahan Asri. Gue tunggu di pos satpam sebelah selatan."
Maaf Delan, kali ini Mikaela harus berbohong. Ini juga demi kebaikan bersama. Agar Naura tidak cemburu padanya, agar Delan tidak perlu bimbang memilih siapa, dan agar dirinya tidak perlu tersiksa dengan perasaannya sendiri.
×××××××
Motor Vespa keluaran terbaru berhenti di depannya. Helm biru senada dengan warna motor itu terbuka, menampilkan wajah Clao yang datar menatapnya. Meski begitu, Mikaela tetap tersenyum, senang karena Clao bersedia menjemputnya.
"Kenapa sampe sini? Bukan daerah rumah lo, 'kan?"
Sambil memakai helm yang dibawanya sedari tadi, Mikaela pun menjawab, "Iya, ini perumahan rumahnya Naura."
Terlihat alis Clao menyatu. Mikaela mengerti kalau laki-laki itu pasti tidak paham. Tapi mau menjelaskan pun Mikaela malas. Jadinya, dia lebih memilih langsung naik ke boncengan Clao.
"Jalan."
"Kemana?"
Mikaela tidak tahu. Dia tidak ingin pulang ke rumah karena kata Bi Asih tadi pagi Mamanya akan pulang. Namun, mau ke apartemen Delan sekarang pun dia tidak bisa. Di sana sepi.
"La, kemana?" tanya Clao lebih keras.
"Gue ikut lo aja, nanti dua jam lagi baru anterin gue ke rumah," jawab Mikaela akhirnya.
Clao pun langsung mengegas motornya membawa gadis yang terlihat tidak baik-baik saja pergi meninggalkan perumahan itu.
×××××××
"Gue cuma tahu tempat ini."
Mikaela tersenyum tipis. Flyover di malam begini memang terlihat indah, pemandangan di bawah sana benar-benar memanjakan mata.
"Lo sering ngegalau di sini ya?" tanya Mikaela.
Clao menyentil pelan dahi gadis itu. "Ngawur! Gue nggak ada waktu buat galau-galau gitu."
"Terus? Mau bunuh diri, tapi nggak berani ya?" Mikaela tertawa keras membayangkannya.
Clao yang dingin dan datar meringis-ringis karena takut terjun. Ah, pasti kocak sekali ekspresinya.
"Lo ngehalu mulu! Di sini itu tenang. Sepi begini paling cocok buat rileksin pikiran."
Mikaela lebih memilih menganggukkan kepalanya. Kali ini dia menatap gedung-gedung di bawah sana dalam diamnya. Jika bagi Clao sepi adalah ketenangan, maka Mikaela harus belajar banyak dari laki-laki itu. Bagi Mikaela sepi adalah hal menyedihkan, dia bahkan sangat tidak menyukai sesuatu yang terlihat sepi.
"Mikaela," panggil Clao. Mikaela yang merasa dipanggil jelas menatap laki-laki itu. Mata mereka bertemu, tepat saling tatap beberapa detik. "Mata lo selalu jujur dan sialnya gue harus tahu pesan itu."
"Maksudnya apa?" tanya Mikaela tidak mengerti. Clao, Reza, dan Delan seolah sedang mengujinya dengan teka-teki.
"Jangan ngerasa nggak punya siapa-siapa. Kadang sendirian itu akan menghasilkan ketenangan yang jauh lebih indah daripada berdua, tapi saling diam."
×××××××
"Dari mana?"
Mikaela terlonjak. Delan yang hanya menggunakan boxer itu menatapnya tajam dengan kedua tangan terlipat di depan d**a. Kenapa pula laki-laki itu sudah pulang? Padahal Mikaela sengaja pulang satu jam lebih awal dari rencananya agar Delan tidak curiga. Eh, malah laki-laki itu sudah ada di rumah. Harusnya Delan lebih lama di tempat Naura tadi.
"Gue tanya, dari mana?" tanya Delan lagi.
Mikaela jelas sedang berpikir tentang alasan yang tepat. Tidak mungkin dia jujur karena niat awal Mikaela adalah berbohong.
"Dari mampir ke taman."
"Bohong," ucap Delan sinis. "Gue bilang jangan deketin Clao, Mikaela. Gue bilang jangan, ya, jangan!"
"Delan, gue capek. Kenapa sih lo seolah ngatur-ngatur gue padahal gue nggak ngatur-ngatur lo? De, gue ben–"
Ucapannya terpotong. Delan lebih dulu membungkamnya dan berhasil membuat Mikaela mematung. Perbuatan Delan jelas salah. Harusnya tidak lagi begini karena Delan sudah memiliki Naura.
"Gue bilang jangan. Ini demi keselamatan lo juga Clao, Mikae," bisik Delan sambil menjauhkan diri dari Mikaela.
Mikaela sendiri tidak lagi bisa menjawab. Tubuhnya belum bisa merespons dengan baik karena ulah Delan. Ini memang bukan yang pertama, tapi jika dilakukan ketika Delan memiliki pasang sepertinya tidak baik.
"Delan, kita jangan terlalu deket ya? Cukup layaknya sahabat biasa aja."
Kemarin dia bilang agar Delan tidak pergi meninggalkan dirinya. Lalu sekarang dia ingin Delan menjaga jarak. Besok entah apa lagi yang akan Mikaela ucapkan. Gadis itu benar-benar tidak paham dengan dirinya sendiri.
×××××××