Tidak Ada

1151 Words
Gue nggak pernah berharap lebih kok. Ya, karena gue tahu diri, I'm not your priority. ××××××× Seluruh penghuni kelas kembali heboh. Kabar Naura yang tidak masuk sekolah dengan surat izin yang diantarkan Delan adalah penyebabnya. Mereka benar-benar tidak percaya kalau Delan seperhatian itu. Mikaela sendiri mendengus malas. Memilih menulis kembali catatan yang kemarin belum selesai daripada mendengarkan ocehan para gadis yang sedang sibuk bergosip. Sedih, marah, kecewa, itu adalah yang Mikaela rasakan sekarang. Terlebih dia seolah tidak memiliki teman. Dilihatnya sebentar Daga yang berhadapan dengan Clao. Ya, Clao duduk sendiri di paling pojok sedangkan Daga duduk di depannya bersama Bagas, si ketua kelas. Entah ide dari mana, Mikaela menjinjing tasnya dan membawa seluruh bukunya ke tempat Clao. Daga tersenyum menatapnya, sedangkan Clao berdecak malas. Sedikit takut sebenarnya dengan respon yang Clao berikan. Namun, senyum Daga seolah menyemangati dirinya. Jadilah, Mikaela nekat mendudukkan diri di sana. Bisik teman sekelasnya kembali terdengar, hanya Rose yang terkekeh lucu menatapnya. Yang lainnya bersinis ria dan ada pula yang menuduhnya mencari inang baru. "Lo nggak risih diomongin gitu?" tanya Clao dengan nada datar yang sialnya membuat Mikaela terkejut. Mikaela menatap Clao sambil menggelengkan kepalanya. "Ngapain? Kan yang mereka omongin nggak bener. Timbulnya sih fitnah." "Lo nggak masalah Mikaela duduk di situ?" tanya Daga berhasil menimbulkan dengusan dari Mikaela. Clao berdecak. Kakinya mendorong kursi Mikaela agar sedikit menjauh dari laki-laki itu. "Risih. Apalagi jadi bahan gosip." Clao menatapnya tajam. "Lagian ngapain sih lo ke sini?" "Cari temen. Gue kesepian," jawab Mikaela dengan senyumnya. Clao terdiam, tatapan mata mereka bertemu cukup lama. Daga yang melihatnya pun berdeham keras, berhasil membuat Clao mengalihkan wajahnya. "Ya udah, duduk aja. Tapi jangan ganggu gue." Benar-benar ajaib. Sepertinya Mikaela memiliki ilmu sihir yang membuat Clao menjadi jinak. ××××××× "Clau, kenapa lo galak?" tanya Mikaela. Gadis itu bosan diam-diam saja sedangkan jam Bahasa Indonesia sangat membosankan. Clao sendiri sebenarnya sedang menenggelamkan kepalanya di lipatan tangan. Tapi Mikaela yakin Clao tidak tidur. "Clau, gue bosen. Lo ada topik lucu nggak?" Lagi-lagi pertanyaan Mikaela diabaikan. Gadis itu kembali mendengus, tangannya pun kini sibuk mencoret-coret bukunya abstrak. "Clao suka jadi patung kalau pelajaran. Dia dengerin guru ngomong, tapi nggak mau kelihatan kalau dia dengerin," bisik Daga yang ada di depannya. Mikaela mengangguk sok mengerti, padahal dia sebenarnya tidak percaya. Seperti yang mustahil jika Clao benar-benar paham. "Majas hiperbola, dilebih-lebihkan. Berarti kaya cewe kalau lagi gosip suka ditambah bumbu," gumam Mikaela. Anehnya, Clao terkekeh mendengar gumamannya yang jelas sangat pelan. Padahal, tadi diajak berbicara dengan suara lebih jelas saja tidak merespons. "Clau, lo ketawain gue, ya?" tanya Mikaela. Laki-laki itu menegakkan tubuhnya. Menyandarkan diri pada dinding kemudian tersenyum miring. "Lo itu lugu atau b**o sih?" Mikaela mengernyit. Lugu apanya? b**o gimana? Jelas-jelas Mikaela tidak bertingkah konyol apalagi mau disuruh-suruh. "Lo nggak punya teman selain Delan," ucap Clao. Laki-laki itu kemudian beralih menatap d**a kiri Mikaela. Gadis itu jelas langsung menutupi dadanya. "Lo m***m, ya!" "b**o!" Clao menoyor kepala Mikaela. "Gue baca nama lo. Mikaela A.H. kenapa gitu?" Mikaela mengerjap. "Kenapa?" Lagi-lagi Clao tersenyum miring. Senyum yang sialnya terlihat tampan. "Kenapa nggak ditulis lengkap?" "Kenapa lo tanya kenapa?" tanya Mikaela. Wajahnya benar-benar lucu jika sedang mengelak dan tidak ingin jujur. "Penasaran. Katanya lo kesepian, gue ... cuma mau bikin sepi lo jadi hal gila. Bahkan lo bakalan lupa kalau lo sebenernya kesepian," jawab Clao dengan nada rendahnya. Mikaela bimbang. Sebenarnya dia memang ingin memiliki teman yang bisa menghiburnya selain Delan. Namun, begitu mendapatkan tawaran dari Clao, Mikaela seolah ragu. Dia ingat perkataan Delan pagi tadi. "Gue nggak bikin penawaran dua kali. Sekarang iya apa enggak?" Mikaela semakin bimbang. Ditatapnya tangan Clao yang terulur kepadanya. Hanya sekali kesempatan, toh dengan dia berteman dengan Clao dia juga bisa mewujudkan permintaan Daga. Meski sebenarnya permintaan Daga itu tidak penting. "Gimana?" tanya Clao dengan alis yang naik sebelah. Pelan dan sangat ragu Mikaela mengulurkan tangannya, menerima jabatan tangan dari Clao. Senyum Clao terbit meski hanya setipis benang, begitupun senyum Mikaela yang merasa senang karena tidak hanya Delan yang dia butuhkan. "Hal pertama, bagi nomor lo," ucap Clao. ××××××× "Delan?" Laki-laki itu berbalik. Mikaela tidak menyangka Delan masih menunggu dirinya, padahal kelasnya telat keluar sekitar sepuluh menit. Biasanya Delan pasti meninggalkan dirinya karena malas menunggu lama. "Lama, siapa yang ngajar?" tanya Delan. "Lo tumben nggak ninggalin gue?" tanya Mikaela balik. Gadis itu benar-benar dibuat heran dengan kelakuan Delan. Delan menyentil dahi Mikaela cukup keras. "Kan udah janji." Mengusap dahinya dengan sebal, Mikaela pun memakai helm yang dibawanya. "Lo beneran nggak mau pake ini minon?" Gadis itu menggelengkan kepalanya. "Nggak, buat Naura aja. Biar couple sama lo." Delan mendengus. Diraihnya bahu Mikaela dengan lembut. "Lo sensi banget sama gue. Gue ada salah? Btw, lo nggak papa? Nggak lemes atau sakit lagi?" Mikaela tersenyum. Dia menggelengkan kepalanya dengan ringan. Bahagia karena Delan masih perhatian kepadanya. "Delan ... jangan berubah, ya?" ××××××× "Lo nggak jadi ke tempat Naura?" Delan menggeleng. Sahabatnya itu menyuapkan kembali bubur buatannya kepada Mikaela. "Tapi, Naura pasti nunggu," ucap Mikaela. Meski dia senang karena Delan ada lagi untuknya, Mikaela tidak ingin menjadi jahat untuk Naura. Gadis itu pasti mengharapkan Delan. Apalagi, Naura lebih berhak atas Delan. "Terus lo di apart gue sendirian? Mikae, gue nggak akan biarin lo sendirian." Tapi lo bohong, Delan. Lo udah pernah tinggalin gue sendirian. Lo udah pernah bikin gue sendirian. Mikaela menepis halus tangan Delan yang mau menyuapkan bubur kembali. "De, jangan bikin Naura kecewa. Lo udah jadiin dia pacar, statusnya jelas lebih tinggi dari sahabat. Gue bisa pulang kok, lo ke sana aja." Mikaela memang naif, bodoh, dan terlalu baik. Dia rela menahan egonya untuk berkata bahwa dia tidak menyukai hubungan Delan dengan Naura. Dia hanya ingin Delan bahagia. Mikaela mengambil tasnya. Mulai berdiri dan mengambil sepatunya. Delan ikut berdiri. "Lo mau pulang sama siapa? Gue nggak mau nganter, udah lo di sini aja." Mikaela berdecak. Dia jelas keberatan jika harus di sini sedangkan Delan akan pergi. Toh dia juga paham bagaimana perasaan Naura jika tahu pacaranya lebih memilih gadis lain daripada dirinya. Ini, Mikaela sedang mengalaminya. "Gue dijemput Clao," ucap Mikaela sambil menunjukan layar ponselnya. Delan menggeram, merebut ponsel Mikaela dan mulai membaca roomchat nya dengan Clao. "Sejak kapan lo punya kontak selain gue?" Dingin dan menusuk adalah nada yang Delan gunakan. Laki-laki itu menatapnya penuh amarah. Sejujurnya Mikaela tidak paham, terlebih dengan Delan yang melarangnya berbagi kontak dengan orang lain. "Tadi ... Clao yang minta." "Terus lo kasih?" Tentu saja Mikaela mengangguk jujur. Terlihat Delan mengusap wajahnya kasar. "Mikae, gue mohon jauhin Clao maupun temen-temen cowok lo." "Tapi kenapa? Delan nggak suka? Terus gue cuma harus temenan sama lo aja?" "Bukan!" "Terus apa?!" "Berteman sama lo itu nggak mudah, Mikaela. Mereka bahkan harus bertaruh nyawa." Tolong Mikaela butuh penjelasan lebih. Dia tidak mengerti kenapa berteman dengannya harus bertaruh nyawa. Apakah Mikaela seberbahaya itu? ×××××××
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD