4. Berhenti Mengelak, Theo!

1032 Words
Melihat sikap Ikosagon yang sudah mau menyentuhnya, membuat Theona memutuskan untuk mendedikasikan hidupnya pada sang suami. Namun sayangnya, setelah pergelutan panas untuk yang pertama kalinya, Ikosagon justru mendapati fakta bahwa Theona sudah tidak perawan lagi. "Bagaimana bisa kau tidak pernah tidur dengan laki-laki lain, sedangkan selaput daramu sudah robek?" tanya Ikosagon dengan nada mengejek. "Sungguh, aku ... Aku tidak seperti yang kau bayangkan, Osa." Theona terlihat ragu-ragu ingin mengatakan apa yang sebenarnya terjadi padanya. "Berhenti mengelak, Theo! Sepertinya keputusanku untuk memiliki anak darimu terpaksa harus dibatalkan dan sampai kapan pun, jangan pernah berharap kalau kau akan mengandung anak dariku." Raut wajah Ikosagon berubah memerah. Bola matanya nyaris melompat keluar hingga menggelinding ke lantai. Theona hanya bisa menangis. Salahnya tidak mau berkata jujur. Mungkin karena ia takut apa pun yang ia katakan tidak akan membuat suaminya percaya. Jadi, ia lebih memilih diam. Ikosagon membuka laci di dekat tempat tidur. Kemudian, ia mengambil sebuah tablet obat dan menyerahkannya pada Theona. "Minum obat ini dan jangan pernah berani untuk membuangnya." Tablet obat yang Ikosagon serahkan pada Theona merupakan obat peluruh janin. Ia tidak ingin wanita kotor itu melahirkan anak dari benih yang baru saja ia semburkan. "Kenapa kau diam saja? Cepat telan!" tanya Ikosagon geram menyaksikan Theona yang menangis sambil menatap telapak tangannya yang berisi obat. Theona mengangkat kepalanya dan menatap suaminya. Kemudian, ia langsung memasukkan obat itu ke dalam mulutnya. Rasanya sangat pahit, tetapi tidak sebanding dengan pahitnya hidup yang ia alami. Setelah memastikan Theona meminum obat itu, Ikosagon langsung pergi ke kamar mandi. Ia akan membersihkan diri dan menemui ayahnya. "Bodoh! Kenapa waktu itu kau harus kabur, Theo?" Lagi-lagi, wanita itu menyesali perbuatannya di mana ia berusaha kabur. Andai ia tahu bukan pria tua yang akan menikahinya. Maka, ia tidak akan berani kabur yang akan menjadikannya penyesalan seumur hidup. Sekitar lima belas menit kemudian, Ikosagon kembali dalam keadaan segar dengan balutan handuk putih di pinggangnya. Bertepatan dengan langkahnya yang menuju ruang ganti, tiba-tiba ponselnya berdering. Ia lekas kembali dan meraih ponselnya di nakas. Ia melihat nama anak buahnya dan melirik sekilas ke arah Theona. Kemudian, ia lekas ke ruang ganti sambil mengangkat panggilan. "Bagaimana? Kalian sudah menemukan informasi yang aku minta kemarin, 'kan?" *** Esok hari setelah memperkosa Theona, Ikosagon dikejutkan dengan bercak darah keperawanan di seprai. Padahal, ia berkomitmen untuk tidak meniduri wanita yang masih perawan. Mengetahui hal itu, ia mengedarkan pandangan dengan gusar. Apalagi tidak mendapati wanita itu di sana. Meski sudah memeriksa setiap ruangan, tetapi ia tetap tidak menemukannya. "Dasar bodoh! Bagaimana bisa kau memperkosa wanita yang masih perawan, Osa?" Pria itu mencengkeram rambutnya kasar. Selama lebih dari dua tahun, Ikosagon hanya meniduri wanita yang bukan perawan. Ia tidak ingin menghancurkan masa depan wanita perawan karena ia memiliki kakak perempuan. Ia tidak ingin kakak perempuannya mengalami kejadian buruk seperti itu. Namun kenyataannya, pria itu justru memperkosa wanita yang masih perawan. "Wanita itu juga bodoh. Kenapa pergi sebelum aku bangun? Kalau begini, bagaimana caraku bertanggung jawab? Dasar sial!" Ikosagon beranjak turun untuk memunguti pakaiannya. Kemudian, ia lekas pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Setelah itu, ia menghubungi anak buahnya untuk mencari tahu alasan mengapa ia menjadi tidak terkendali. "Iya, Bos. Ada yang bisa saya bantu?" "Cari tahu siapa orang yang berusaha mencelakaiku semalam di Phoenix Hotel. Seret dia ke markas dan lempar ke danau untuk santapan peliharaan kita." "Baik, Bos. Apa ada lagi yang harus saya kerjakan?" "Cari tahu wanita yang aku tiduri semalam dan bawa dia ke hadapanku." "Siap, Bos. Apa masih ada lagi?" "Tidak ada. Jika anak buahmu masih kurang untuk mencari tahu. Kau bisa ajak Tiger dan anak buahnya untuk membantumu. Aku yakin proses pencarian wanita itu tidak akan mudah." Ikosagon tahu seperti apa cuaca dan kondisi hotel pada malam itu. Selain hujan deras yang dipenuhi petir, lampu hotel pun padam. Otomatis, anak buahnya akan kesulitan mencari tahu karena kamera pengawas di hotel pun mati. "Siap laksanakan, Bos." "Oh iya. Satu hal lagi, cari tahu alasan kenapa seluruh tubuhku terasa panas semalam. Aku juga tidak bisa berpikir jernih dan meniduri sembarang wanita." Ia tahu ada yang tidak beres dengan tubuhnya. Mana mungkin di cuaca yang sangat dingin tubuhnya terasa panas. Apalagi semakin lama, rasa panasnya semakin meningkat. Pikirannya pun berubah kacau dan tidak bisa dikendalikan sampai-sampai ia meniduri wanita asing. "Baik, Bos. Kalau begitu, saya akan langsung menginformasikan semua tugas yang Bos berikan pada anak-anak." "Aku yakin dia wanita baik-baik. Aku bersumpah bahwa aku akan menemukannya dan menjadikannya milikku," tekad Ikosagon. *** "Bisa dikatakan iya dan bisa dikatakan tidak." "Jangan main-main denganku, Lion!" geram Ikosagon. "Maaf, Bos." "Jadi, apa yang kalian dapatkan?" "Kemarin malam, Bos melakukan pertemuan penting di Phoenix Hotel bukan?" "Mmm, lalu?" "Pria itu merupakan kekasih dari salah satu wanita yang pernah Bos tiduri. Dia ingin membalaskan dendamnya dengan alibi melakukan kerjasama dengan perusahaan Bos." Entah wanita mana yang ia tiduri sampai-sampai kekasihnya memiliki dendam sebesar itu, bahkan sampai ingin membunuhnya. "Aku mengerti. Lanjutkan!" "Dia menaruh obat perangsang di gelas minuman Bos dengan rencana ingin menjebak Bos tidur dengan seorang wanita. Dengan demikian, dia bisa memotret dan merekam agar bisa disebarluaskan. Setelah itu, dia ingin membunuh Bos. Begitu yang pria itu katakan, Bos." "Apa pria itu sudah kau bawa ke markas?" "Iya, Bos. Apa kami perlu melempar pria itu ke danau untuk dijadikan sarapan para buaya peliharaan kita?" Lion ingat betul ucapan Ikosagon sebelumnya. Jadi, ia ingin memastikan lebih dulu sebelum benar-benar melempar pria itu ke danau. "Ya, lempar saja. Bukankah peliharaan kita sudah lama tidak diberi makanan segar?" Nada suara Ikosagon terdengar biasa saja. Padahal apa yang ia katakan menyangkut nyawa seseorang yang akan jadi santapan para buaya. "Baik, Bos." "Masalah wanita yang aku tiduri, apa kau sudah menemukan informasi tentangnya?" Ikosagon merasa perlu bertanggungjawab. Selain karena wanita itu masih perawan, jantungnya pun menginginkannya. Ia tidak bisa berhenti memikirkan malam gila itu. "Untuk saat ini belum, Bos. Akan sangat sulit bagi kami menemukan wanita itu." Tentu saja, mereka akan kesulitan. Selain tidak tahu seperti apa wujud wanita itu, mereka juga tidak memiliki barang bukti apa pun yang bisa dijadikan acuan. Jadi, kemungkinan besar mereka menemukan wanita itu sekitar nol koma satu persen dari seratus persen. "Baiklah. Berusahalah semaksimal mungkin agar kalian bisa menemukannya. Bila perlu, kerahkan semua anak buah untuk membantumu mencari." "Baik, Bos."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD