Tanda Merah di Leher Suamiku

1764 Words
Banyak hal yang membuat pasangan mulai tergoda ataupun mencari kenyaman yang lain di luar sana ketika mencari kesempurnaan dari pasangan yang mereka nikahi. Mencari kelebihan seseorang dan mengabaikan kekurangannya hanya akan membuatmu selalu merasa tak puas karena memang begitulah manusia. Makhluk serakah yang tak pernah merasa puas atas apa yang dimilikinya. Pada akhirnya selalu ada alasan untuk perselingkuhan yang kau angggap benar. “A … anu … Nya. Aku keseleo,” Ujar Tina dengan terbata. Wanita itu tampak gugup dan senyum tipis terlukis di wajahnya yang terlihat polos, membuat Lestari mengangguk-angguk mengerti. Perempuan itu meletakkan piring suaminya di depan Wisnu dan meminta izin pada pria itu untuk berjalan mendekati Tina untuk memeriksa keadaan perempuan itu. “Mau aku panggilkan tukang urut? Pasti sangat sakit,” Lestari berkata dengan nada khawatir, dirinya mengarahkan pandangannya pada kaki Tina dan kembali menatap perempuan itu, “Sebaiknya, kamu kembali saja ke kamar. Aku bisa mengurus semuanya di sini. Jangan memaksakan diri dan membuat kakimu semakin sakit,” Lanjut Lestari dengan lembut. Wanita itu memang baik, tak memperlakukan orang yang berstatus sebagai pekerjanya dengan buruk. Lestari bahkan melarang Tina memanggilnya Nyonya, tapi Tina tak bisa menghentikan panggilan itu. Lestari pada akhirnya hanya bisa memaksa Tina untuk menggunakan panggilan aku-kamu di antara mereka agar permbicaraan keduanya tak terkesan kaku. “Aku baik-baik aja dan nggak memerlukan tukang urut, Nya. Biarkan aku melakukan tugasku dan melayani Nyonya maupun Tuan,” Ujar Tina dengan senyum manis di wajahnya, sedang Lestari menghela napas panjang melihat perempuan yang tak mau menurut padanya itu. “Mas … tolong beritahu Tina untuk istirahat saja karena dia nggak mau mendengarkanku,” Ujar Lestari sembari mengarahkan pandangannya pada Wisnu dan berkata dengan nada manja pada suaminya, membuat pria itu tergelak pelan sembari menggeleng-geleng. Wisnu mengarahkan pandangannya pada Tina dan tersenyum ramah pada perempuan itu. “Tinggalkan kami berdua, Tina. Hari ini, aku ingin menikmati hari bersama dengan istriku saja. Biarkan istriku memanjakanku dan kamu bisa beristirahat saja. Kembalilah ke kamarmu.” Hati Wisnu berulang kali meneriakkan kata bodoh pada dirinya sendiri. Tak seharusnya, ia mengatakan semua itu pada kekasihnya dan membuat perempuan itu cemburu. Namun dirinya harus melakukan perannya dengan baik dan tak membuat istrinya itu curiga. Walau bagaimanapun, hubungannya dengan Tina harus disembunyikan agar hubungan mereka bisa berlangsung dengan baik. Mereka hanyalah sepasang orang yang memiliki cinta terlarang. Tina tersenyum kecut mendengarkan perkataan kekasih gelapnya itu. Namun dirinya sadar diri dan juga posisinya. Ia bukanlah siapa-siapa bagi Wisnu. Hanya seorang pembantu yang memang tak harus merasa cemburu ataupun marah. Ia hanya bisa menjadi rahasia yang tak seharusnya dibagikan. Ya, hubungan mereka harus segera berakhir begitu Si pemilik pria itu sudah datang kembali. Tina harus menyerahkan Wisnu pada pemilik sebenarnya. “Baik, Tuan. Aku akan beristirahat di kamar,” Tina mengarahkan pandangannya pada Lestari, “Nyonya nggak perlu memanggilkan tukang urut karena aku baik-baik saja. Aku sudah memijat sedikit kakiku tadi dan bengkaknya sudah berkurang. Buktinya, aku sudah bisa jalan. Jangan khawatirn Nya. Terima kasih banyak atas perhatian Nyonya,” Pada akhirnya, Tina hanya bisa tersenyum tipis, mengucapkan terima kasih, dan berpamitan pada sepasang suami istri itu. Dirinya pun segera masuk kembali ke dalam kamarnya dan tak mau menyiksa dirinya kembali dengan menelan pil pahit jika dirinya tak lebih dari sekadar kekasih gelap bagi Tuannya. Tak mengapa, yang penting sebentar lagi Tina akan mendapatkan Wisnu sepenuhnya. Seperti apa yang dijanjikan pria itu padanya. Wisnu akan mengeluarkan Tina dari rumah itu, membelikannya tempat tinggal, dan memberikan semua yang wanita itu inginkan. Sesaat lagi, dirinya akan menikmati kehidupan kaya raya seperti apa yang dibayangkannya selama ini. Tak hanya mendapatkan kekayaan, dirinya juga mendapatkan pria tampan, dan bisa menjadi pohon uang berjalannya. Ia tak lagi harus bekerja keras dan melayani para orang kaya karena Tina akan segera menjadi salah satu orang kaya tersebut. Ah, kehidupan indahnya akan segera tiba. “Jalannya rada aneh karena kakinya keseloe ya, Mas,” Lestari berkata begitu tak lagi melihat sosok Tina di antara mereka. Sebenarnya, dirinya masih sedikit curiga karena perempuan itu tak terlihat seperti keseleo. Melainkan seperti merasa sakit di perutnya atau? “Sepertinya memang bukan kakinya. Aku malah berpikir kalau dia mungkin sedang datang bulan.” “Tadi waktu pulang. Dia memang rada aneh jalannya, Sayang. Jadi aku minta istirahat saja. Waktu aku tanya, katanya dia kepeleset saat menuruni anak tangga. Mbok Darsi nggak datang untuk bersih-bersih, jadi Tina membersihkan seluruh rumah hari ini. Atas dan bawah,” Jelas Wisnu, “Mungkin dia denger suara kamu dan merasa nggak enak, makanya memaksakan untuk keluar. Udah jangan dipikirin lagi Si Tina. Lebih baik, nanti kita panggilkan tukang urut saja.” Lestari tersenyum dan mencoba mengusir pemikiran yang mengganggu benaknya itu. Lestari segera kembali melayani suaminya. Keduanya mulai bercerita santai dan berbagi akan kegiatan mereka masing-masing. Canda tawa dihadirkan Lestari di dalam perbincangan mereka, membuat rasa hangat meliputi kebersamaan mereka. Lestari merasa begitu beruntung. Meski dirinya sibuk, suaminya tak pernah komplain. Pria itu pengertian dan sangat mencintainya. Selang beberapa saat kemudian. Lestari dan Wisnu memutuskan untuk kembali ke kamar untuk beristirahat. Lestari memaksa Wisnu dan bersikap manja dengan mengatakan dirinya ingin menikmati waktu bolos itu bersama dengan suaminya. Ia ingin menebus semua kesalahannya yang membuat suaminya merasa sendirian karena kesibukannya. Lestari tak sepenuhnya melupakan kodratnya sebagai seorang istri, meski memiliki asisten rumah tangga, perempuan itu selalu melayani makan suaminya. Pakaian Wisnu pun selalu disiapkan oleh Lestari. Wanita itu ingin menjadi istri yang terbaik untuk Wisnu karena sangat mencintai suaminya itu. “Mas, sebenarnya kamu itu keberatan nggak sih kalau aku lagi sibuk-sibuk banget tiga bulan ini?” Tanya Lestari sembari membuka pakaiannya, meninggalkan pakaian dalamnya. Dirinya ingin membersihkan diri sebelum merebahkan tubuhnya, sedang Wisnu sudah berbaring di tempat tidur. Wanita itu mengarahkan tubuhnya ke arah suaminya dan menatap Wisnu penuh tanya, sedang pria yang tadinya berbaring, segera beringsut duduk dan menggeleng. “Kalau aku complain karena hal ini, maka itu tandanya aku nggak cinta sama kamu,” Pria itu menepuk bagian depannya setelah melebarkan kakinya agar wanitanya itu mau duduk bersamanya. Walau bagaimanapun, Wisnu adalah seorang pria normal dan tubuh istrinya tak kalah jauh dengan tubuh Tina yang masih muda. Semua lemak ditempatkan di posisi yang pas, menonjol di bagian yang seharusnya, dan sebenarnya memang tubuh Lestari jauh lebih menggoda. Namun tidak ada pria yang akan menolak ikan, meski ikan asin yang diberi, bukan? Lestari tersenyum dan duduk di depan suaminya. Ia duduk memunggungi suaminya. “Maaf ya, Mas. Padahal, aku memberikan perusahaan untukmu agar aku bisa sedikit bersantai dan melayanimu, tapi ternyata aku nggak terbiasa duduk diam saja. Perusahaan make up yang baru kurilis, berkembang dengan begitu pesat dan sekarang lagi gencar-gencarnya promosi. Kegiatan ini mungkin akan berlangsung selama tiga bulan ke depan lagi. Setelah selesai dengan agenda ini, aku akan mengusahakan lebih sering di rumah dan menyambutmu, Mas,” Jelas perempuan itu yang membuat Wisnu tampak resah. Beruntung perempuan itu memunggunginya, hingga tak dapat melihat raut wajah gusar yang saat ini ia tunjukkan. Jika Lestari lebih sering di rumah dan tak sibuk lagi, itu artinya hubungannya dengan Tina akan semakin sulit. Mana mungkin Wisnu tahan tak menyentuh wanita muda yang kerap membakar gairahnya itu. Semua ini tidak benar. Sesungguhnya, istrinya bukanlah wanita tua yang tak lagi menarik atau tak mampu membakar gairahnya. Lestari adalah wanita berumur dua puluh lima tahun yang masih cantik dan bersemangat. Hanya saja, pria akan bosan jika terus-terusan disajikan menu yang sama, bukan? Entahlah. Wisnu dulu tak seperti ini. Mungkin semua ini karena perkataan teman-temannya yang berkunjung ke rumah. Para p****************g yang kerap memuji asisten rumah tangganya yang manis dan mempunyai tubuh seksi, hingga Wisnu mulai memperhatikan Tina. Entah bagaimana semuanya bermulai. Tahu-tahu, Wisnu sudah masuk dalam jeratan dosa. Wisnu memberikan pijatan-pijatan lembut di pundak istrinya. “Jangan khawatir dan jangan merasa bersalah. Aku menikah denganmu bukan mau kamu menjadi seorang pelayan. Kita harus saling melayani dan aku lebih senang melihatmu bahagia. Kamu bisa fokus dengan hal yang kamu sukai. Toh, selama ini kamu nggak pernah mengabaikanku. Fokus saja pada pekerjaanmu, Sayang,” Ujar Wisnu sembari mengecup lembut pundak Lestari. Meski tenaganya tak tersisa banyak, tapi tidak dengan gairahnya. Lagipula, sudah lama dirinya tak menyentuh istrinya itu. Apa lagi, perempuan itu mulai bertanya-tanya akan banyak hal dan tak baik jika rasa curiga perempuan itu semakin berkembang. Oleh karena itu, Wisnu harus menekan rasa curiga Lestari. “Aku memang sangat beruntung memilikimu di sisiku, Mas,” Lestari tersenyum dan pria itu memeluk tubuh Lestari dari belakang, Wisnu menempatkan dagunya di pundak kecil Lestari, “Makasih banyak karena sudah begitu setia menemani dan juga mendukungku, Mas. Aku sangat mencintaimu,” Lanjut Lestari dengan senyum bahagia yang terlukis di wajah cantiknya. “Aku yang sangat beruntung karena memilikimu, Tari,” Pria itu mengeratkan pelukannya pada tubuh Lestari, “Aku sangat mencintaimu,” Bisik pria itu dengan mesranya. Lestari segera melepaskan pelukan suaminya. Kemudian membalikkan tubuhnya ke arah suaminya. Ia mengusap wajah suaminya itu. “Katanya, kamu masih sakit, Mas. Capek, nggak?” Pria itu tersenyum dan menggeleng. “Aku nggak capek dan mau manjain istri aku yang cantik ini,” Ujar Si pria sembari menangkup tangan istrinya yang tengah berada di pipinya. Ia menggenggam tangan perempuan itu dan menatap ke dalam sepasang mata Lestari. Kemudian, pria itu meniadakan jarak di antara wajah mereka. Ia mengecup bibir istrinya. Ciuman lembut itu membuat hati Lestari bergetar hebat, jantungnya turut berpacu dengan kencang. Apa lagi ketika tangan Wisnu mulai melepaskan pakaian yang tersisa dari tubuhnya, membuat tangan Lestari melakukan hal yang sama. Hendak membuang semua penghalang antara kulit mereka. Kini hasrat keduanya semakin bergelora. Tubuh mereka terbakar oleh gairah. Pertemuan dua bibir itu disudahi oleh Sarah, perempuan itu mengalihkan bibirnya pada leher suaminya, membuat Si pria menyandarkan punggungnya pada sandaran tempat tidur. Matanya terpejam, menikmati perjalanan bibir istrinya itu. Lestari, wanita cantik yang sudah menemaninya selama tiga tahun lamanya. Hubungan mereka memang terbilang cepat. Menikah, setelah tiga bulan pertemuan dan saling mengenal. Saat itu, mereka tak memikirkan apa pun. Tak ada keraguan dan yang ada di pikiran mereka hanyalah keinginan untuk hidup bersama. Wisnu membuka matanya perlahan saat tak lagi merasakan pergerakan ataupun sentuhan bibir Lestari. Ia menatap istrinya dengan penuh tanya. “Kenapa, Sayang?” Lestari menatap suaminya nanar, lalu jari telunjuknya ditempatkannya di leher jenjang prianya itu. “Siapa yang mencium lehermu? Kenapa ada tanda merah? Bukankah sudah begitu lama kita nggak berhubungan intim? Kamu sering kecapekan, aku yang sibuk, dan terkadang kamu yang sibuk. Kenapa lehermu bisa merah?” Tanya perempuan itu dengan penuh selidik. Sementara itu, tubuh Wisnu mendadak dan matanya tak mampu menyembunyikan kegugupan yang menjalar ke penjuru hatinya. Lestari semakin menajamkan matanya, menatap pria itu dengan tatapan yang membuat jantung Wisnu berdebar tak menentu. Takut menguasai hatinya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD