Kecurigaan

1777 Words
Sepintar-pintarnya tupai melompat, ia akan jatuh juga. Oleh karena itu, sehebat apa pun kau menyembunyikan semua kebohongan, pada akhirnya kau bisa celaka karena hal yang kau sembunyikan itu. Kau tak mungkin bisa berharap jika dewi keberuntungan akan terus bersamamu, bukan? Toh, tak ada orang yang bisa menyembunyikan bangkai untuk selamanya. “Anu, ini …” Wisnu segera menutup bagian tubuh yang tadi ditunjuk oleh Lestari. Ia tak sempat mematut diri. Lagipula, mereka sudah sepakat untuk tak saling meninggalkan bekas apa pun agar hubungan mereka bisa berjalan dengan baik. Namun Namanya manusia, tak mungkin ada yang bisa berpikir benar saat hasrat bergelora. Sayangnya, Wisnu tak bisa membenarkan hal ini. Ia harus segera memperingatkan Tina karena Wisnu tak ingin hubungan mereka berakhir. “Digigit nyamuk dan tadi sempat aku garuk-garuk, Sayang,” Ujar Wisnu sembari tersenyum, sedang Lestari menaikkan sebelah alisnya dan menatap suaminya itu dengan penuh tanya, “Tadi waktu pulang, aku lama tertidur di pinggir kolam. Tahu sendiri kalau kolam itu kan suka banyak nyamuk. Aku aja nggak sadar kalau kamu nggak nanyain,” Lanjut pria itu yang sudah bisa kembali bersikap tenang. Dirinya tak tahu sejak kapan ia bisa pintar dalam bersandiwara. Tahu-tahu, otaknya langsung bisa memikirkan alasan maupun jalan cerita. “Seharusnya kamu istirahat di kamar, Mas,” Ujar Lestari dengan lirih, “Sudah diolesin balsam? Gatel nggak?” Pria itu tersenyum dan mengusap lembut wajah istrinya. Wisnu mungkin memang bodoh. Padahal, istrinya itu hampir sempurna. Namun dirinya merasa kekurangan. Mungkin karena wanita itu tak lagi memiliki waktu untuknya, tak memberikannya perhatian yang dibutuhkannya, dan tak lagi bisa membuatnya merasa tak kesepian. Entahlah. Begitu banyak alasan yang mampu membenarkan perbuatan salah yang tengah dilakukannya. “Sudah nggak perlu khawatir, Sayang. Sepertinya, aku mandi dulu biar lebih nyaman,” Ujar pria itu yang membuat Lestari segera menyingkir dari pangkuan suaminya, “Mau mandi bareng?” Pria itu mengedipkan sebelah matanya begitu sudah berdiri di hadapan Lestari, membuat Lestari tertawa kecil. Suasana kembali mencair dan Wisnu tahu jika dirinya harus memanjakan Lestari hari ini agar tak timbul kecurigaan yang akan merugikan dirinya maupun Tina. Dirinya harus mencurahkan begitu banyak perhatian untuk Lestari, istri sahnya itu. Wisnu menggendong istrinya itu ala bridal style, “Biarkan aku memandikan dan memanjakanmu hari ini, Sayang,” Pria itu memberikan senyum terbaiknya untuk istrinya itu. Keduanya pun segera masuk ke dalam kamar mandi. Membersihkan diri dan juga melakukan kewajiban yang selama ini diabaikan oleh Wisnu. Malam ini, Wisnu harus menguras tenaga lebih besar lagi untuk membunuh segala kecurigaan yang ada di dalam hati Lestari. Ia mencintai Tina, juga istrinya. Terdengar egois memang, tapi ia tak bisa melepaskan salah satunya. Jika bisa bermain dua dengan aman, untuk apa memilih salah satunya, bukan? Manusia memang serakah. Pagi pun tiba. Sepasang suami istri itu berpelukan dengan mesra. Lestari merasa begitu nyaman dan sudah lama sekali ia tak lagi merasa diinginkan, hingga kecurigaan demi kecurigaan hadir dan sulit sekali ditepis. Lestari bukanlah orang bodoh, ia tahu ada yang salah. Namun belum bisa menemukan apakah kesalahan itu. Lestari merasa jika dirinya harus lebih sering meluangkan waktu agar suaminya tak berpaling. Apa lagi, akhir-akhir ini ia mendengarkan para karyawannya yang asyik bercerita tentang sebuah drama Korea dengan tema perselingkuhan. Mungkin karena semua cerita itu, hingga Lestari jadi khawatir tanpa alasan. Lestari membuka matanya perlahan dan tersenyum saat menemukan suaminya yang masih tertidur pulas di sisinya. Dalam seketika semua kekhawatirannya menghilang saat melihat wajah tampan yang tampak begitu damai itu. Bodoh sekali dirinya sempat mencurigai suaminya yang setia hanya dari cerita-cerita drama yang sudah jelas fiksi, sekadar karangan semata. Lestari bergerak pelan dan melepaskan diri dari pelukan suaminya. Sesungguhnya, ia masih ingin berlama-lama berpelukan dengan pria itu, tapi Lestari tahu jika dirinya memiliki tanggung jawab dan melayani suaminya sendiri sudah menjadi kebahagiaan untuk dirinya. Asisten rumah tangga hanya membantunya mengurus rumah, tak dibiarkan Lestari jika para asistennya itu harus melayani suaminya juga. Ia tak ingin kehilangan peran sebagai istri Wisnu. Selang beberapa saat kemudian. Lestari sudah selesai membersihkan diri. Ia segera menyiapkan pakaian untuk suaminya, kemudian segera berjalan ke lantai bawah. Ia harus menyiapkan sarapan dan juga bekal makan siang untuk dibawa oleh suaminya. Lestari merasa hidupnya semakin berwarna sejak kehadiran Wisnu ke dalam kehidupannya. Pria itu berbeda. Tak seperti pria kebanyakan yang dikenalnya. Wisnu itu penyayang dan sederhana. Lestari menatap suaminya sekali lagi dan segera melangkah ke walk in closet yang ada di kamar. Ia harus mengeluarkan beberapa pakaian kotor suaminya untuk dicuci oleh asisten rumah tangga mereka. Lestari tersenyum tipis dan menggeleng-geleng ketika melihat jas yang dibuang begitu saja oleh Wisnu ke atas sofa kecil yang ada di sana. Pernikahan itu memang aneh. Terkadang, hal kecil dari kekurangan pasanganmu kerap membuatmu kesal. Beberapa orang melihat semua kekurangan itu dan menjadikan alasan untuk pergi dari pernikahan. Ketika Lestari mengambil jas Wisnu, sesuatu terjatuh ke lantai, membuat Lestari mengarahkan pandangan ke sumber suara. Lestari berjongkok untuk mengambil anting-anting berbentuk bunga yang tampak manis itu. Lestari tersenyum, merasa jika pria itu pasti ingin memberikan anting-anting itu sebagai hadiah untuknya. “Tapi kenapa cuma sebelah ya?” Lestari merogoh setiap saku yang ada di jas suaminya dan tak menemukan pasangan dari anting tersebut. Wanita itu mendesah kecewa. “Mungkin tercecer,” Gumamnya dalam hati. Lestari segera menyimpan anting tersebut dan melanjutkan kegiatannya yang sempat tertunda. Lestari segera ke lantai bawah dan mengerjakan semua keperluan suaminya. Mbok Darsi, asisten rumah tangga yang bertugas untuk memasak, membersihkan lantai bawah, dan mencuci pakaian sudah ada di dapur begitu Lestari melanjutkan langkahnya ke dapur. Keduanya saling berbagi senyum. Lestari pun segera berjalan mendekat pada wanita paruh baya itu. “Sudah lama datangnya, Mbok?” Tanya Lestari berbasa-basi, wanita paruh baya itu menggeleng, “Mbok bisa mengerjakan bahan untuk makan sore nanti saja, Mbok. Biar aku yang membuat sarapan dan juga makan siang,” Lestari mengambil alih sayuran yang tengah dipotong-potong oleh perempuan paruh baya itu. Setiap hari, Lestari memang selalu memberitahukan apa yang ingin dimasaknya esok dan Mbok Darsi akan menyiapkan semuanya sebelum Lestari terbangun. Wanita itu tiba pagi-pagi di rumah mereka dan bisa leluasa masuk ke dalam rumah karena memang diberikan kepercayaan untuk memegang kunci cadangan rumah mereka. “Oh ya, Mbok. Saat nyuci pakaian Mas Wisnu, apa nemuin sesuatu?” Lestari mengarahkan pandangannya sekilas pada Mbok Darsi, wanita paruh baya itu tampak berpikir sesaat, “Mungkin seperti anting atau apa gitu, Mbok?” Lestari penasaran dengan pasangan dari anting yang ditemukannya. Mungkin saja tercecer. Toh, ia menemukan anting itu di dalam jas pria itu. “Sepertinya nggak menemukan apa pun, Mbak. Jika ada, akan saya berikan pada Mbak Tari,” Ujar perempuan itu dengan senyum lembut yang menghiasi wajahnya. Lestari mengangguk-angguk. “Kalau ketemu anting tolong disimpenin ya, Bu.” Wanita paruh baya itu mengangguk mendengarkan arahan Lestari tersebut, “Terima kasih, Bu.” Mbok Darsi mengucapkan kata sama-sama pada Lestari. Keduanya pun kembali fokus dengan pekerjaan masing-masing. Lestari menyiapkan semua yang dibutuhkan suaminya dengan hati yang gembira. Rasanya begitu bahagia melayani orang yang dicintainya itu. Selang beberapa saat kemudian, semua pekerjaan Lestari sudah selesai. Lestari baru sadar jika sejak tadi dirinya belum juga bertemu dengan Tina. “Oh ya, Mbok. Apa sudah lihat Tina? Sepertinya sudah tiga harian ini, dia udah jarang bangun subuh lagi. Aku nggak bilang dia mendadak jadi malas, tapi sepertinya ada sesuatu yang terjadi padanya. Sesekali, coba tanyakan, Mbok. Mana tau dia ada masalah,” Lestari tersenyum lembut, sedang Mbok Darsi mengangguk mengerti, “Kemarin kakinya terkilir. Aku lupa meminta tolong Mbok Darsi untuk memanggil tukang urut untuknya. Nanti tolong panggilkan dan urut dia ya, Mbok.” Lanjut Lestari yang lagi-lagi dijawab dengan anggukan oleh perempuan paruh baya itu. Mbok Darsi begitu terharu dengan kebaikan Lestari. Tak banyak orang kaya yang mau memperhatikan orang-orang sepertinya. Lestari kerap memperlakukan para pekerjanya seperti keluarga. “Nanti akan saya panggilkan dan biarkan hari ini saya yang membantunya membersihkan lantai atas,” Ujar perempuan paruh baya itu dengan lembut, sedang Lestari menggeleng. “Nggak usah, Mbok. Aku akan membersihkan kamar sebelum berangkat nanti. Biarkan saja lantai atas tidak dibersihkan untuk hari ini karena aku nggak mau kalau kaki Tina malah jadi bengkak, sedangkan Mbok Darsi pasti akan kecapekan. Biarkan saja,” Ujar Lestari lagi. “Baik kalau memang seperti itu, Mbak,” perempuan itu tak lagi membantah, meski memang berniat untuk tetap membersihkan lantai atas semampunya. Lestari tersenyum puas. “Sepertinya, aku harus mengecek keadaan Tina. Takutnya, kakinya beneran bengkak sampai-sampai sudah jam tujuh seperti ini, dia nggak juga keluar kamar. Kan repot kalau anak orang pingsan di rumahku,” Lestari mencoba berkelakar, membuat Mbok Darsi tertawa kecil. Lestari pun segera mendatangi kamar Tina. Dirinya tak mau jika gadis manis itu sakit dan tak diketahui oleh dirinya. Lestari memang tak terlalu mempermasalahkan perempuan itu yang bangunnya lebih siang dari yang seharusnya. Toh, Tina selalu menyelesaikan pekerjaannya tepat waktu. Lestari juga tak ingin terlalu menekan para pekerjanya. Semua manusia butuh istirahat. Selang beberapa saat kemudian, Lestari sudah tiba di depan pintu kamar Tina. Ia tersenyum seraya menghela napas panjang saat melihat pintu kamar Tina yang sedikit terbuka. “Dasar teledor. Anak gadis kok pintu kamarnya kebuka gini? Gimana kalau ada orang masuk,” Gumam Lestari di dalam hatinya. Ia dapat melihat Tina yang masih tertidur pulas. Tak ingin mengganggu perempuan muda itu, Lestari mendorong pintu kamar hingga terbuka lebar dengan perlahan. Lestari berjalan mengendap-endap bagaikan seorang pencuri. Tak memiliki niat jahat, dirinya hanya tak ingin membangunkan Tina. Lestari tersenyum lega ketika melihat kaki Tina yang tidak bengkak. Kemarin, dirinya tak begitu memperhatikan kaki Tina. Lestari akan membiarkan perempuan itu tidur sebentar lagi dan memanggil tukang urut. Lestari membalik tubuhnya dan langkahnya terhenti saat tak sengaja melihat benda yang menarik minatnya. Lestari mengarahkan pandangannya ke meja rias yang berada di samping lemari, Lestari mendekati meja, meraih anting-anting yang tergeletak di sana dan memperhatikannya dengan saksama. Tidak salah lagi. Ini adalah pasangan dari anting yang ditemukannya. Dengan anting yang masih berada di tangan, Lestari mengarahkan pandangannya pada Tina yang masih tertidur pulas. “Kenapa pasangan antingnya ada di sini? Apa Tina yang mencuci baju atau menemukannya? Mengapa sangat kebetulan dan kenapa dia nggak bilang?” Lestari kembali mengarahkan pandangannya pada anting yang ada di tangannya, “Jangan bilang jika ini adalah antingnya?” Rasa curiga kembali tumbuh dan menjalar ke penjuru hati Lestari. Mendadak, dirinya tak lagi bisa berpikir positif. Semua yang ditemukannya terasa begitu ganjal. Lestari bukan orang bodoh meski sangat mencintai suaminya. Ia tahu ada sesuatu yang terjadi dan instingnya mengatakan jika Lestari harus menggali lebih dalam lagi. Ia tak mampu menyatukan kepingan-kepingan puzzle yang ditemukannya. “Jika memang ini adalah antingnya Tina, lalu kenapa bisa ada di jas Mas Wisnu?” Tanya itu terus mengganggu benak Lestari. Rasanya tidak masuk akal dan hatinya berkata jika ada sesuatu yang terjadi di antara keduanya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD