9.Reuni

1607 Words
Beberapa hari yang lalu kakeknya sudah diperbolehkan pulang dari rumah sakit. Dan sekarang keadaannya semakin membaik. Zahira dan kakeknya tinggal terpisah. Zahira di apartemen yang ia sewa. Dan kakeknya di rumah bersama Laras. Ini keputusan Zahira karena Laras yang selalu mengatakan jika Zahira harus hidup mandiri. Dengan inisiatif Zahira pun akhirnya menyewa apartemen. Tak jarang juga ia pulang ke rumah kakeknya walau tidak menginap. Tiba saatnya dimana hari ini adalah acara reuni yang diadakan alumni satu kelas Zahira waktu SMA. Zahira kemudian bersiap membawa beberapa pakaian karena akan menginap sehari di sana. Zahira telah meminta tolong kepada salah satu stafnya untuk menjaga Morning Bakery sementara. Zahira kemudian keluar dari apartemennya. Zahira memakai dress cantik warna navy selutut yang ia beli di Mall kemarin. Dipadukan dengan high heels kaca Zahira melangkah dengan anggunnya. Polesan make up natural dan rambut segi layer oval berwarna kecoklatan yang di curly bagian bawahnya menambah daya tariknya. Tak sedikit orang yang berpapasan dengan Zahira menatap kagum kecantikan Zahira. Iren melambaikan tangannya ketika melihat Zahira keluar dari lobi apartemen. Iren menunggu Zahira di parkiran. Mereka berangkat bersama menggunakan mobil Iren. "Cantik banget," puji Iren. "Terima kasih yang lebih cantik," ucap Zahira. Iren memutar bola matanya malas. "Yuk masuk!" ajak Iren. Kemudian mereka berdua pun masuk ke dalam mobil. Zahira duduk di samping kemudi karena Zahira tidak bisa menyetir mobil. Tepat pukul jam tiga sore mereka berangkat dari Jakarta ke Bogor. Reuni akhirnya diadakan di hotel puncak Bogor. Satu jam lebih empat puluh lima menit akhirnya mereka sampai di hotel puncak Bogor. Setelah sampai mereka pun segera keluar dari mobil. Terlihat beberapa teman yang sudah ada di sana. Zahira dan Iren pun kemudian menyapa temannya yang sudah datang. Panitia membooking hotel puncak di Bogor. Rombongan yang mengikuti berjumlah tiga puluh orang dengan tujuh belas laki-laki dan tiga belas perempuan. Para anggota reuni yang telah datang pun langsung menempati kamar masing-masing. Zahira satu kamar dengan Iren. Sambil menunggu teman yang belum datang Zahira dan teman-temannya mengobrol di taman. Menyatu dengan alam. Pepohonan yang rimbun, di kelilingi dengan kebun bunga yang indah. Udara yang sejuk membuat pikiran Zahira menjadi tenang. Pukul enam sore lebih lima belas menit satu persatu anggota reuni kumpul di meja makan. Pelayan berdatangan membawakan makanan. Makan malam berjalan dengan senda gurau para anggota reuni. Dan obrolan paling memungkinkan untuk dibahas bersama adalah saat mengenang hal lucu dan berkesan di masa sekolah. Mereka bernostalgia, saking asyiknya Zahira tidak menyadari bahwa ada seorang lelaki yang memperhatikan Zahira. Dan tanpa sadar lelaki itu tersenyum. Setelah acara makan malam selesai mereka pun ada yang tetap mengobrol, ada yang berenang di kolam renang, main tenis meja, main meja billiard, mini bar, dan ada juga yang jalan-jalan sambil melihat view hotel. Iren asyik dengan dunianya. Ia bermain billiard bersama teman-temannya yang lain. Zahira yang tidak menyukai billiard pun memutuskan jalan-jalan melihat view di hotel. Ia melangkahkan kakinya menuju taman sendirian. Tanpa di sadari ada seorang lelaki yang mengikutinya dari belakang. Zahira terlihat sangat menikmati pemandangan di depannya. "Zahira!" panggil lelaki yang mengikuti Zahira tadi. Zahira pun menoleh kemudian mengerjapkan matanya. Lelaki tersebut tersenyum lalu mendekati Zahira. "Zahira!" panggilnya lagi. "Ka … au?" Zahira menunjuk lelaki tersebut seperti mengingat-ingat sesuatu. "Aku Satya, kalau kau lupa," ucapnya. "Satya?" ucap Zahira membelalakkan matanya. Satya mengangguk dan tertawa kecil. "Astaga Satya, kau apa kabar?" Zahira kemudian memeluk erat Satya. "Aku baik, bagaimana dengan kau?" "Syukurlah kalau baik. Aku juga baik." Zahira kemudian melepaskan pelukannya. "Aku sedikit kecewa, ternyata kau lupa denganku." "Bukan begitu Satya, aku hanya terkejut ada lelaki tampan memanggilku. Kau jauh lebih tampan sekarang, aku bahkan tidak menyadari kalau kau adalah Satya." "Apa kau menyesal telah menolakku waktu itu?" goda Satya. Zahira memukul lengan Satya pelan dan terkekeh. "Bercanda," ucap Satya ikut terkekeh geli. "Kau terlihat semakin cantik," puji Satya. Satya Bamasena. Teman satu kelas Zahira waktu SMA. Ia juga temannya Iren. Satya merupakan anak tunggal pengusaha kondang yang sukses di Indonesia. Satya salah satu bagian dari masa lalu Zahira. Ia pernah jatuh cinta kepada Zahira. Tetapi Zahira yang tidak menyukai Satya menolaknya. Satya tetap berteman baik dengan Zahira walaupun di hatinya sampai saat ini masih menyukai Zahira. Setelah lulus SMA Satya melanjutkan studinya di luar negeri. Kemudian ia lost contact dengan Zahira berharap bisa melupakan Zahira. Tapi sampai saat ini Satya kembali ke Indonesia belum bisa melupakan Zahira. Satya berkuliah jurusan hukum karena cita-cita dari kecil yang ingin menjadi lawyer. Walaupun kedua orang tua Satya tidak setuju karena Satya seharusnya mengikuti jejak orang tuanya yang seorang pengusaha. Namun pada akhirnya orang tua Satya menurutinya. "Kau tidak merindukanku?" goda Satya. Zahira memutar bola matanya malas. "Duduk yuk, aku ingin mengobrol banyak denganmu!" ajak Zahira. Kemudian mereka duduk lesehan di rerumputan hijau yang ada di taman. "Maaf aku tadi tidak melihatmu waktu makan malam. Aku kira kau tidak datang," ucap Zahira. "Kau datang dengan siapa?" tanya Satya. "Iren." "Lalu, dimana dia sekarang?" "Sedang bermain billiard dengan teman-teman yang lain." "Aku memang tadi terlambat. Ketika pelayan datang membawa makanan untuk makan malam, aku baru saja datang." "Aku dengar kau keluar negeri ya setelah lulus, kenapa tidak memberitahuku?" "Maaf Zahira, waktu itu ponselku hilang dan tidak bisa mengabarimu." "Kau melanjutkan studimu di sana ya?" Satya menganggukkan kepalanya. "Biar aku tebak! Kau ingin jadi Presiden ya," ucap Zahira sembarangan. "Sembarangan. Aku ingin jadi lawyer Zahira." Zahira terkekeh geli. "Bercanda." "Kalau kau, kabar terakhir aku dengar kau menjadi barista ya?" "Iya, tapi sekarang kontrak kerjaku sudah habis beberapa bulan yang lalu." "Lalu?" "Sekarang aku buka toko kue kecil-kecilan di Jakarta." "Wow Zahira kau memang tidak berubah." "Maksudmu?" "Tidak jauh-jauh dari urusan dapur." *** Pukul sembilan malam, acara selanjutnya adalah bakar-bakar. Panitia membawa seafood, jagung, dan juga frozen food untuk dibakar. Para anggota reuni telah berkumpul. Iren yang menyadari Zahira tidak terlihat batang hidungnya pun panik. Berkali-kali Iren menelpon nomor Zahira namun tak di angkat. "Arghhh! Kebiasaan deh," gerutu Iren. Iren tak tahu jika ponsel Zahira diletakkan di kamarnya. Iren celingukan kemudian dari kejauhan melihat Zahira berjalan berdampingan dengan seorang pria. Iren memicingkan matanya. "Siapa tuh?" gumamnya. Langkah mereka pun semakin dekat. "Iren?!" panggil Satya. "Sat ... tya?" "Hai, Iren!" sapa Satya nyengir. "Satya. Arghh! Kau bawa Zahira kemana?" omel Iren berkacak pinggang. "Astaga lama tak jumpa, sekali jumpa malah murka." "Ren, aku abis dari taman," sahut Zahira. "Kau nggak di apa-apain kan sama Satya?" "Sembarangan!" sahut Satya menepuk jidat Iren. "Ya, siapa tahu." Iren memonyongkan bibirnya sambil mengusap-usap jidatnya. "Masih hidup kau, aku kira sudah mati," ucap Iren ketus. "Enak aja kalau ngomong. Awas kau ya!" "Kalian itu tidak berubah ya, dari dulu berantem mulu. Jangan-jangan jodoh lagi," ucap Zahira terkekeh. "Dih ogah!" Iren mencebikkan bibirnya. "Mending nggak nikah deh, daripada nikah sama dia," ucap Satya. Begitulah mereka berdua. Iren dan Satya dari dulu tak pernah akur. Seperti minyak dengan air yang tidak bisa menyatu. Ada saja hal kecil yang diperdebatkan mereka berdua. "Sudah-sudah apaan sih kalian berdua. Yuk kesana ikut bakar-bakar," ajak Zahira. Kemudian mereka bertiga ikut membantu yang lainnya mempersiapkan alat dan juga makanan yang ingin dibakar. Cuaca malam ini tidak terlalu dingin. Bulan memancarkan sinarnya terang. Banyak bintang yang bertaburan di langit. Udara sejuk, tidak terasa panas, angin berhembus dengan lembut membuat suasana menjadi nyaman. Mereka pun berceloteh ria satu sama lain. Salah satu dari mereka membawa gitar dan memainkan salah satu lagu Bondan Prakoso. Zahira, Iren, Satya dan yang lainnya pun menikmatinya dan ikut menyanyikan lagunya. Malam semakin larut, jam sudah menunjukkan pukul dua belas malam. Setelah bakar-bakaran selesai dengan segera mereka membereskan peralatan-peralatan kotor yang digunakan malam ini. Tak sedikit juga yang langsung kembali ke kamar termasuk Iren yang mungkin telah terlelap karena kelelahan menyetir mobil. Zahira dan Satya masih ada di tempatnya. Dress yang dipakai Zahira berlengan pendek. Satya tiba-tiba melepas jaket casualnya dan memakaikannya ke Zahira "Sudah malam, aku tahu kau pasti kedinginan." "Sedikit," ucap Zahira. "Kau sudah punya kekasih?" tanya Satya. "Aku tidak mempunyai kekasih." "Benarkah?" "Untuk apa aku berbohong?" Satya tertawa renyah. "Kalau aku tak percaya? Gadis secantik dirimu mustahil kalau tidak punya kekasih." "Terserah apa katamu." "Ya, ya, baiklah aku percaya." "Kau kapan pulang dari Amerika?" "Sekitar seminggu yang lalu." "Lalu, kapan kau akan kembali kesana?" "Aku akan melanjutkan kuliahku di Indonesia." "Jadi, kau tak akan kembali ke Amerika?" "Tidak, aku akan menetap di Indonesia." Hening. Hanya suara jangkrik yang bernyanyi di sunyinya malam. "Kau sudah mengantuk?" celetuk Satya. "Tidak begitu." "Sudah jam dua belas malam lebih. Yuk masuk ke dalam," ajak Satya setelah melihat arloji di pergelangan tangannya. Kemudian Zahira pun mengangguk mengiyakan. *** Pukul lima lebih dua puluh empat menit Zahira terbangun. Zahira menggeliat, kemudian menyibakkan selimutnya. Acara pagi ini adalah melihat sunrise dari hotel puncak Bogor. Terlihat Iren masih tidur di sampingnya dengan posisi tengkurap. Zahira beranjak dari kasur. Membuka tirai jendela. Matahari masih malu-malu menampakkan sinarnya. Zahira berjalan ke kamar mandi membasuh wajahnya dengan air mengalir dan gosok gigi. Kemudian Zahira membangunkan Iren. Iren menggeliat sambil menguap. "Kau saja lah nanti kalau sudah waktunya sarapan bangunkan aku." Iren kemudian menutup tubuhnya dengan selimut. Zahira menghela nafas lalu keluar dari kamar. Beberapa orang ada yang sudah kumpul di dekat kolam renang. Kemudian Zahira melangkahkan kakinya menuju kolam renang. Kolam renang outdoor dengan pemandangan yang langsung terlihat gunung dan kebun sangat menyegarkan mata. Zahira merenggangkan tubuhnya. "Ahh, indahnya." Satya tersenyum hangat di sampingnya. Zahira masih belum menyadari kehadiran Satya. "Kau sudah bangun?" celetuk Satya. Zahira tersentak. "Ahh, Satya. Aku sudah bangun," ucap Zahira tersenyum. "Dimana Iren?" "Belum bangun. Dia minta di bangunkan kalau sudah waktunya sarapan." "Kebiasaan," cibir Satya. "Temanmu kan?" Zahira tertawa renyah. Matahari mulai menampakkan cahayanya. Cuitan burung silih berganti dari pepohonan yang rindang. Udara masih sangat sejuk, bahkan dingin. Para anggota reuni memanfaatkan waktu sunrise ini untuk berfoto mengabadikan kenangan bersama.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD