Bab 3 - CLBK

1078 Words
Pagi ini Adrian mengajak Kinan ke suatu tempat. Sebuah Cafe yang terletak di pinggiran sungai di daerah pegunungan. Perjalanan yang cukup jauh, menyita waktu hampir enam jam untuk sampai di tempat yang Adrian tuju. Itu mengapa Adrian berangkat dari rumah hari pagi-pagi sekali. Adrian pertama kali mengunjungi Cafe yang menyuguhkan pemandangan sejuk dan beningnya air sungai yang mengalir di atas bebatuan ini bersama dengan Sherly. Ya, istri pertamanya. Ini adalah tempat favorit Adrian dan Sherly, saat Sherly hamil tua. Mereka sering berkunjung ke Cafe pinggir sungai hanya untuk melepas penat. Kali ini, Adrian mengajak Kinan ke sana. Adrian memang belum pernah mengajak Kinan ke cafe tersebut. Rasanya ingin sekali menikmati sejuknya alam, dengan mendengar suara gemuruh air sungai yang mengalir di atas bebatuan dengan air yang bening. Adrian merindukan suasana itu. Ingin rasanya dia mengajak Kinan ke Vilanya dulu, tapi dia tidak mau mengingatkan kejadian yang membuat luka di hati Kinan yang sudah kering menjadi basah lagi. “Kak ini kok ke daerah pegunungan? Jangan bilang mau ke Vila kakak, atau Vila milik papaku dulu. Kalau iya, aku belum siap untuk ke sana,” ucap Kinan. “Tidak, aku mau ngajak kamu ke suatu tempat yang belum pernah kamu kunjungi. Ya, kau tahu tempat ini sih dari Rio. Kami juga sering ke tempat ini juga hanya untuk meeting di tempat terbuka dengan menikmati sejuknya air sungai yang bening dan sejuk,” jelas Adrian. Adrian tidak menjelaskan pada Kinan kalau dirinya pertama kali ke tempat itu dengan Sherly. Melainkan dia bilang tahu tempati itu dari Rio, teman sekantornya. Memang dia sering meeting di cafe itu dengan klien. “Aku kira ke Vila,” ucap Kinan. “Bukan, kita mau ke Cafe, yang tempatnya di pinggir sungai. Kita bisa santai menikmati kopi di pinggir sungai, udaranya sejuk, pokoknya kamu pasti suka,” ucap Adrian. “Hmmm... kita lihat saja nanti, seperti apa tempat yang kamu rekomendasikan itu,” ucap Kinan. Kinan menikmati perjalanan menuju tampat yang Adrian bicarakan tadi. Sejuknya udara pagi membuat hati dan pikiran Kinan yang sejak tadi memikirkan sesuatu menjadi tenang. Ya, Kinan sedang memikirkan semalam, saat ia hendak ke kamar mandi, dia mendengar suara Adrian meracau seperti sedang menikamati sesuatu. “Apa karena aku belum mau melakukannya, jadi Adrian melakukannya sendiri. Menuntaskan hasratnya sendiri semalam?” Kinan bertanya-tanya dalam hatinya. Dia tidak ingin menanyakan itu pada Adrian, yang ada jika ia bertanya Adrian akan menyalahkan dirinya yang belum mau disentuh Adrian. Setelah melewati perjalanan cukup panjang, akhirnya mereka sampai di tempat tujuan. Hari ini hari minggu, jadi banyak pengunjung yang datang. “Ini mana tempatnya, Kak?” tanya Kinan. “Kita turun ke sana,” tunjuk Adrian ke arah bawah jembatan. “Ke sana?” tanya Kinan setengah tidak percaya. “Iya, ayo ke sana,” ajak Adrian. Mereka menuruni anak tangga satu persatu. Sudah terlihat bangunan klasik dan terdengar gemuruh air sungai yang mengalir. Suasannya memang sangat sejuk, meski sudah agak siang. Adrian mengajak Kinan duduk di bangku yang berada di samping sungai. View nya memang sangat indah sekali. “Kenapa kakak baru mengajakku ke tempat ini? Aku suka, suka sekali,” ucap Kinan. “Karena baru kali ini, kakak hari minggu tidak ada acara kantor yang mendadak, jadi inget ajakin istri tercinta ke sini. Mumpung anak-anak dengan oma dan opanya. Kita kan harus ada quality time berdua, Sayang,” jawab Adrian. “Gombalnya....,” ucap Kinan. Kinan mengajak foto Adrian di atas bebatuan yang ada di pinggiran sungai. Sungainya dangkal, jadi bisa berfoto di tengah aliran sungat yang tidak cukup deras. Banyak juga anak kecil yang bermain air dan mandi di sungai. Kinan menikmati liburannya hari ini bersama suaminya. Kinan tidak menyangka Adrian akan mengajaknya ke tempat yang cukup indah dan menarik yang belum pernah Kinan kunjungi. Selama menikah dengan Bian, Kinan jarang berlibur atau jalan-jalan berdua ke suatu tempat yang indah dan romantis. Bian memang tipe laki-laki yang sulit untuk romantis. Tapi, kalau Adrian, dia memang sangat romantis. Setiap hari ada saja hal yang membuat hati Kinan melayang karena rayuannya, dan karena perilaku romantisnya. Seperti saat menyiapkan sarapan minggu lalu untuk Kinan. Minggu lalu saat anak-anaknya menginap di rumah papanya Adrian, pagi-pagi Kinan sudah di kejutkan dengan sarapan romantis ala Adrian. Ya, Adrian yang menyiapkan semuanya. Entah dapat wangsit apa pagi-pagi Adrian sudah menyiapkan sarapan romantis saat itu. ^^^ Sore hari dalam perjalanan pulang dari Cafe, Kinan masih memikirkan suara erangan Adrian semalam yang terus muncul di indera pendengarannya. Suara itu jelas sekali. Adrian yang mengerang dengan menyebut namanya dan dengan napas terengah-engah. “Apa Adrian melakukannya sendiri? Ya Allah, berdosa sekali aku, sampai suami menuntaskan hasratnya sendiri karena aku belum bisa melayani,” gumam Kinan. Adrian melihat istinya yang sedang melamun dengan tatapan kosong ke depan. Adrian menyentuh lengan Kinan dan membuat Kinan sedikit terjingkat. “Ah, ada apa, Sayang?” tanya Kinan dengan sedikit kaget. “Kamu melamun apa?” tanya Adrian. “Siapa yang melamun, aku ngantuk, Kak,” jawabnya dengan manja. “Aku suka kamu berbicara manja seperti tadi, Sayang,” ucap Adrian dengan mengusap lembut pipi Kinan. “Ih, gombal...!” tukas Kinan dengan mencubit lengan Adrian. “Sakit, Sayang!” ucap Adrian. “Habis tukang gombal,” ucap Kinan. Adrian senang sekali, Kinan sudah tidak lagi dingin sikapnya. Tidak seperti awal pernikahannya. Kinan sangat dingin sekali. Dia hanya hangat dengan Kinan kecil dan Haidar saja. Jika dengan dirinya Kinan berbicara hanya seperlunya. Kinan menjadi menghangat dengan dirinya karena saat itu dia sakit, dan hanya dirinya lah yang mengurus Kinan hingga sembuh, karena saat itu papa dan mamanya Adrian juga bibinya Kinan dan ayahnya Bian sedang berada di luar kota selama satu bulan. Adrian mengurus Kinan yang sakit dengan sabar dan telaten. Adrian juga harus mengurus Haidar dan Kinan kecil. Hingga membuat Kinan luluh hatinya dan sikapnya menjadi tidak sedingin saat pertama menikah. Kinan sadar, Adrian sangat tulus mencintainya. Hanya saja dirinya yang belum bisa membalas ketulusan cinta Adrian pada dirinya. “Rasanya sudah berbeda. Aku memang mencintai Adrian, tapi aku belum bisa sepenuhnya memberikan hati ini untuk Adrian. Masih ada cinta yang melekat di hatiku, cinta Kak Bian yang masih sangat kuat. Dan, aku sama sekali tidak bisa kembali seutuhnya mencintai Adrian,” gumam Kinan. Adrian tidak pernah tahu akan seperti ini jalan hidupnya. Bertemu dengan Kinan lagi setelah sekian lama dia mencoba menghilang dari hidup Kinan. Setelah kepergian Sherly saat melahirkan Kinan putrinya, Adrian tidak pernah sama sekali berharap dipertemukan denga Kinan lagi. Tapi, Tuhan menghendaki mereka bertemu dengan anak yang menjadi perantara mereka kembali dipersatukan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD