04. Great

1016 Words
"Aku beruntung karena bisa mengenalmu dari sisi yang lain." ---- Tania menghentikan aktivitas menonoton drama Koreanya ketika pintu rumahnya diketuk. “Iya tunggu!” katanya sedikit berteriak. Tania agak terkejut melihat siapa yang berdiri di depan rumahnya. Ya, Sheila. Wanita paruh baya yang ramah namun putranya tidak sama sekali. “Iya, Tante. Ada yang bisa Tania bantu?” tanya gadis itu ramah. "Besok malam kamu ada acara gak?" tanya Sheila to the point. "Kayaknya gak ada deh, Tan," jawab Tania. “Masuk dulu, Tante. Gak enak ngobrolnya di pintu gini.” Gadis itu masih cukup awkward dengan tetangganya ini. "Oh syukurlah. Tante kira kamu mau pergi malam minggu sama pacar kamu." Sheila mencoba menyembunyikan senyumnya karena tujuannya kali ini tidaklah gagal. Tania bertanya kembali, "memangnya kenapa, Tante?" "Jadi besok malam itu anniversary perusahaan relasi bisnis Papanya Aly, dan Tante pikir kamu pasangan yang cocok buat Aly." Sheila langsung menjelaskan maksudnya. Tania terkejut mendengar penuturan Sheila. Bagaimana bisa? Bahkan, ia dan Aly saja sama-sama tidak nyaman saat berdekatan. Begitu pikir Tania. "Gimana, Tania? Kamu gak keberatan kan?” Sheila menunggu jawaban Tania. Dan semoga sesuai dengan apa yang ia harapkan. Tania termenung sejenak."I…iya, Tante." Ia meringis membayangkan lagi bagaimana jadinya nanti. "Makasih ya, Tania. Tante awalnya bingung mau ajak siapa buat pasangan Aly, kamu tau sendiri kan kalo Aly gak pernah punya pacar? Ya setau Tante dia belum pernah dekat dengan perempuan, apalagi sampai dibawa ke rumah." Sheila menyampaikan kelebihan informasi kepada Tania yang sebenarnya tidak terlalu disimak oleh gadis yang tengah memikirkan nasibnya nanti karena mengiyakan tawaran ini. Bukan tidak ada, namun kesibukan Sheila di masalalunya membuatnya tidak terlalu tahu apa yang terjadi pada putra semata wayangnya itu. "Iya, Tante." Tania menjawab dengan nada lemas. "Cie sinyal camer nih," bisik Vanya. "Diem kutu rambut. Kepala gue mumet!" teriak Tania saat Sheila sudah pamit dari rumahnya. **** Tania memilih dress mana yang tampak layak dipakai ke acara formal. Beberapa dress sudah dicobanya dan ia nyaris menyerah, tak ada yang cocok. Ia bukan tipe perempuan yang suka mengoleksi dress, karena ia lebih menyukai pakaian yan lebih santai. Bahkan, untuk bepergian sekalipun. Dress terakhir, dress selutut berwarna merah maroon itu adalah hadiah dari ibunya tahun lalu saat ulangtahunnya yang ke-17. Ia pikir, dress itulah yang paling tepat. Formal tapi terlihat sederhana dan elegan dan cukup nyaman dikenakan. Ia juga memakai high heels yang senada, warna hitam dengan aksen mawar kecil berwarna merah maroon. Untuk rambutnya, ia juga tidak suka membuatnya macam-macam. Bahkan, sampai sekarang ia belum pernah mewarnai rambutnya. Warnanya dibiarkan sesuai aslinya, hitam legam.Ia hanya sedikit mengcurly bagian bawah rambutnya agar terlihat lebih bervolume. Yap, Tania akhirnya siap. Ia melihat pantulan tubuhnya di cermin. Tak lupa ia membawa sling bag yang senada juga sebagai pelengkap. "Duh cantiknya anak Mama." Ranta, ibunya masuk dan duduk di atas tempat tidur Tania, sambil matanya tak lepas dari cermin yang memantulkan bayangan tubuh putrinya. "Apasih Mama ih? Malu tau." Tania memalingkan wajahnya. Karena, jujur saja ia kurang percaya diri dengan apa yang dikenakannya saat ini. "Ah biasanya juga kamu malu-maluin. Sok malu segala." Ratna menggoda."Tapi serius nih, kamu cantik banget malam ini, Tan." Omongan Ratna memang bukan isapan jempol belaka karena Tania putrinya, tapi gadis itu memang tampak memukau dengan apa yang dikenakannya. "Ah, Mama gombal aja." Tania menarik lengan ibunya. "Nah, ini Tanianya, Nak Aly." Ratna menggandeng lengan putrinya. "Cepat, Sayang! Itu Nak Aly udah jemput." Ratna antusias. "Iya sabar, Ma. Ini jalannya ribet tau!" Tania cukup kerepotan memakai high heels, ia terbiasa dengan flat shoes bahkan hanya bersendal jepit. Aly yang biasanya jutek, cuek, dingin, tiba-tiba menjadi sangat ramah. Dan hal itu membuat Tania semakin yakin bahwa pendiam bukanlah sifat asli Aly. "Wah! Kalian jodoh banget nih. Liat pakaian kalian kompak banget," goda Ratna pada Aly dan putrinya. Tania melirik ke arah Aly, dan benar saja kalau Aly memakai setelan jas dengan kemeja merah maroon. Kebetulan yang cukup membuat hati Tania tak karuan. "Enggak, Ma. Apaan sih?" Tania menarik lengan Aly cepat. Ia tak ingin berlama-lama, atau ibunya akan terus menggoda. "Udah tarik-tarik aja kamu, Sayang. Jadi cewek agresif banget sih kamu. Gak sabaran." Ratna semakin gencar menggoda saat melihat anaknya gugup. Tania rupanya masih kesal melihat Aly yang masih tertawa sejak dihadapan ibunya. "Kenapa lo ketawa?" tanya Tania galak. "Lo lucu," ucap Aly di balik tawanya. "Gue gak lagi ngelawak." Tania melipat tangannya di d**a dan berlalu meninggalkan Aly yang masih tertawa. Pernyataan yang tidak ingin Tania dan aly dengar tapi ternyata diucapkan lagi oleh orang tua Aly. Keduanya hanya mendesah pelan. "Wah kalian serasi banget. Iya gak, Pa?" tanya Sheila pada suaminya. "Iya, Ma. Mereka cocok ya," timpal Ardan. "Ma, Pa. Kita jalan sekarang ya." Syukurlah Aly memotong pembicaraan mereka. Dan terhentilah percakapan tidak berfaedah itu. Tania mengembuskan napasnya lega. **** Tania takjub dengan pesta yang dihadirinya, benar-benar mewah. Ini adalah anniversary salah satu perusahaan terbesar di Indonesia, yang membuka beberapa cabang di luar negeri juga. Ia mengamati setiap sudut ruangan yang sudah mulai penuh dengan tamu-tamu yang pastinya mereka orang-orang penting. Relasi bisnis sang empunya perusahaan. "Baiklah para tamu undangan yang terhormat, marilah kita sambut pemilik Dirgantara corporation." Tamu undangan bertepuk tangan menyambut sang pemilik yang berjalan ke atas panggung. "Selamat malam, terimakasih kepada saudara-saudara yang sudah berkenan pada acara anniversary Dirgantara corporation yang ke 50 ...." Dan Tania tidak menyimak kalimat-kalimat selanjutnya. Tania berjalan ke tepi kolam renang, karena ia bukan tamu inti dan tak terlalu mengerti. Cukup membosankan juga jika harus menyimak pidatonya. Ia lebih memilih mencari tempat yang agak sepi. "Tania,” panggil seseorang dari belakang tempatnya berdiri. Yang dipanggil menoleh ke sumber suara. "Iya." Tania menjawab singkat. "Lo bener Tania? Oh thanks, God! Gue gak salah orang." Lelaki itu tersenyum. Tania hanya memandangnya heran. Tania mencoba mengingat, dan sedikit melirik kearahnya. Tak terlalu asing, apalagi debar dadanya yang berpacu semakin cepat. "Ah, Tania. Lo gak banyak berubah ya." Ucapan lelaki itu membuat Tania agak terkejut. Meski begitu, Tania tetap berusaha biasa saja dengan tersenyum tipis sambil mencoba menahan dirinya agar tak terlihat gugup. Tania benar-benar menahan degupan jantungnya yang menggila sebab hal yang tidak pernah sekalipun diduganya ini.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD