bc

Midnight Screaming

book_age18+
19
FOLLOW
1K
READ
adventure
dark
tragedy
twisted
heavy
mystery
scary
like
intro-logo
Blurb

Mimpi buruk yang hampir tak pernah terjadi tiba-tiba hadir begitu saja. Sebuah kejadian mengerikan tentang Dad yang tengah memegang pisau penuh darah, sedangkan Mom tersungkur di lantai kayu, wanita cantk itu mengerang kesakitan memegangi dadanya yang bersimbah darah. Aku terbangun dengan nafas tersengal, dan mulai bisa mengendalikan diri saat mengetahui bahwa segalanya hanya mimpi belaka.

chap-preview
Free preview
Part 1
Sebuah kota tenang mendadak gempar karena putera seorang petinggi yang selama ini disembunyikan sebentar lagi akan terungkap identitasnya. Sebuah keluarga yang turun temurun memimpin daerah yang luasnya hanya sekitar lima ratus kilometer kubik itu, mendadak mengadakan sayembara. Mencari pengantin wanita untuk sang putera yang selama dua puluh lima tahun disembunyikan dari khalayak ramai. Setiap orang di kota itu bertanya-tanya, seperti apakah rupa yang disebut-sebut auranya seperti pangeran dari kerjaan Inggris itu. Pastilah tampan dan memancarkan pesona yang tak pria lain miliki. “Cih, aku berani bertaruh pasti dia buruk rupa!” ujar Lily sambil merajut sebuah boneka kecil. “Hust! Pelankan suaramu!” timpal Bella. “Kenapa? Apa aku salah? Coba pikirkan, jika dia tampan dan menawan.. tak mungkin dia sanggup berdiam diri di dalam istana itu selama bertahun-tahun, bayangkan dua puluh lima tahun!!” Lily begitu menggebu. “Entahlah.” Bella merebahkan diri di atas tempat tidurnya. “Jika dia tampan, pastilah dia akan keluar dari sana dan sibuk menggoda para gadis!” Tambah Lily masih saja menggebu-gebu. “Sudahlah, jadi kau ikut atau tidak?” “Apa? Sayembara itu?” Bella kembali duduk dan mengangguk. “Aku tidak sudi, coba pikirkan bagaimana kalau ternyata dia buruk rupa? Semenit saja aku tidak akan tahan berada dalam satu kamar dengannya!” “Ehm..” Bella terhenyak dan kembali berbaring. “Lagipula, siapa yang mengadakan sayembara di masa modern seperti sekarang? Kenapa keluarga kaya itu begitu kolot? Pangeran? Istana? Hahaha sangat konyol!” “Sudahlah, jika kau tak mau ikut! Setidaknya jaga ucapanmu!” “Hhh.” Lily memutar bola matanya dan kembali fokus pada boneka rajutannya yang baru setengah jadi. Bella dan Lily, dua gadis yang tersisa di panti asuhan Dignity. Selain dua gadis dewasa itu, hanya ada anak-anak usia sekolah yang tinggal di sana. Bella Hyme dan Lily Dark memang dibesarkan di tempat kumuh itu, panti asuhan itu tak begitu banyak menerima donasi jadi banyak fasilitas dan bagian bangunan yang sudah rusak. Petugas kebersihan juga tidak ada karena mereka tak sanggup membayar upahnya. Mengenai nama belakang mereka, Bella Hyme dan Lily Dark adalah hasil dari pemikiran mereka sendiri. Tak ada secuilpun informasi mengenai keberadaan keluarga kandung mereka, bahkan nama belakangpun mereka tak punya. Jadi, mereka memutuskan untuk memberi nama belakang untuk diri mereka sendiri. Yah, setidaknya mereka bisa memberitahu dunia bahwa ada dua gadis yatim piatu yang tengah memakai oksigen untuk ikut bernafas, seperti manusia lain yang keluarganya lengkap atau mereka yang punya nama belakang. Kembali ke panti asuhan kecil itu. Pada akhirnya kedua gadis itu yang menyempatkan diri bekerja bakti membersihkan panti seusai kembali dari tempat kerja mereka. Sebuah kafe kecil di sudut kota, karena kafe kecil maka bisa ditebak penghasilan mereka tak mungkin banyak. Hal itu yang membuat mereka masih tinggal satu atap dengan anak-anak kecil di panti, tak ada uang untuk menyewa sebuah rumah atau sekedar kamar untuk tidur. Tidak, itu terlalu mewah bagi keduanya. Bisa membekanjakan uang untuk make up saja sudah termasuk istimewa karena setiap bulan upah mereka hanya cukup untuk makan sederhana saja. *** “Hei, Bell! Sudah kau seka noda sauce di lantai dapur itu?” Lily berjalan sambil menyumpal mulutnya dengan roti kering sisa semalam. “Ah, aku bahkan membuat jeans aku basah karena harus mencuci kain bekas noda.” “Jangan mengeluh, hahaha,” gelak Lily. “Cih, hari ini seharusnya jadwalmu bersih-bersih.” “Anggap saja kau beramal. Sudah, aku harus pergi mengirim boneka-boneka rajut ini ke toko di seberang stasiun sana. Kau bereskan kafe sementara aku belum datang!” Lily melambai sambil berlari menjauh. “Ugh, aku lagi.” Keluh Bella sambil merapikan rambut pirangnya yang tertiup angin. Gadis itu cepat-cepat masuk ke dalam kafe setelah berhasil memasukan anak kunci usang ke lubangnya, knop pintu diputar dan dia bergegas masuk. Angin sangat kencang pagi ini, daun-daun kering bahkan berserakan di pelataran kafe kecil itu. Gemerincing lonceng terdengar dari arah pintu, lonceng kecil di atas daun pintu itu selalu berbunyi karena tersentuh pintu saat terbuka dan tertutup. Seperti kali ini, seseorang pasti masuk ke dalam. Tidak mungkin keluar, karena hanya ada Bella di dalam sana. “Ah, hari masih terlalu pagi tapi sudah ada pengunjung yang datang. Apa yang harus aku lakukan dengan cangkir-cangkir kotor ini?” gumamnya. “Apa aku terlalu cepat datang?” “Oh, tentu saja tidak. Silahkan sebutkan pesananmu.” Bella sibuk membereskan cangkir di meja dekat mesin kasir. Tidak bisa menolak pelanggan meski segalanya belum siap, kenapa? Karena pelanggan mereka hanhya sedikit. Jika sering menolak pelanggan maka kemudian jumlah pengunjung akan habis tak bersisa. “Boleh aku pesan secangkir ekspresso? Ah, dengan satu croissant.” Suara itu amat asing, apakah dia bukan pelanggan tetap? Bella selesai dengan cangkirnya dan menghadap ke pria yang sejak tadi bicara tanpa kontak mata dengannya. Bella mengerjapkan matanya, kenapa pria di depannya ini sangat tampan. “Hai, apa kau mendengarku?” tanyanya seraya melambaikan tangan kirinya. “Oh, iya tentu! Tapi, belum ada roti yang diantar, apakah kau mau menunggu beberapa menit?” tanya Bella gugup. Entah gugup karena dia tampan, atau karena hal lain. “Menunggu? Baiklah, tapi sambil menunggu, apakah boleh kau beritahu aku soal sesuatu?” “Apa itu?” tanya Bella sambil mengenakkan celemeknya. “Namamu,” jawab pria itu manis. Bella terkekeh pelan, namanya? Untuk apa? Pria keren yang pasti sangat kaya itu pastilah sedang bergurau atau hanya meledeknya saja. “Katakan, siapa namamu?” Angin besar tadi mengantarkan gerimis kecil, titik-titik airnya terlihat dari dalam kafe yang dinding bagian depannya sepenuhnya terbuat dari kaca. Bella menatap rintik-rintik hujan yang sungguh menyejukan pagi, debu-debu yang berterbangan seperti hari-hari lainnya mendadak lenyap. Tersisa pelataran berair dengan daun-daun kering basah. “Hei, namamu?” ulang pria tinggi itu. “Rains.” “Apa?” “Rains.” “Iya, memang hujan hahaha. Sepagi ini, hujan datang. Tapi, yang aku tanyakan adalah namamu.” “Aku, Rains.” Jawab Bella. “Ah, namamu Rains? Haha begitu rupanya.” Pria itu tertawah renyah. Sepertinya dia tipe pria yang humble dan mudah berbaur dengan siapa saja. Tapi entah apa alasannya bertanya soal nama. Pelanggan kafe biasanya bertanya tentang menu, bukan nama. *** Hari berikutnya, dia kembali datang. Lily memekik saat dilihatnya seorang pria tampan turun dari mobil dan masuk ke dalam kafe. Lily merapikan rambut cokelatnya, berdeham mengatur pita suaranya dan menyapanya dengan manis.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

KUBUAT KAU MENGEMIS CINTAKU

read
60.3K
bc

Tentang Cinta Kita

read
190.6K
bc

TETANGGA SOK KAYA

read
51.7K
bc

Perceraian Membawa Berkah

read
17.5K
bc

Anak Rahasia Suamiku

read
3.5K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
206.1K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook