FM - BAB 3

2856 Words
Lexa baru saja duduk selama lima menit, karena baru saja selesai bekerja sebagai kasir di salah satu minimarket. Pergantian shift telah berganti, karena minimarket tersebut melayani dua puluh empat jam. Lexa ingin beristirahat sejenak sebelum pulang ke rumah. Wanita itu mengambil handphonenya guna mengecheck, apakah Ibunya ada menghubunginya atau tidak. Karena selama bekerja, Lexa tidak memegang handphonenya. Wanita itu mengecheck tidak ada yang menghubunginya, namun ada sebuah email pemberitahuan bahwa ia di terima bekerja sebagai cleaning service di pagi hari sampai siang di salah satu perusahaan. Lexa memang mau bekerja satu harian agar dapat uang, kalau sore ia akan menjaga kasir sampai malam. Semenjak Ibunya sakit Lexa memang harus ekstra bekerja agar mendapatkan uang. Setelah dapat pemberitahuan Lexa langsung saja menghubungi Ibunya guna memberitahukan kabar baik tersebut. Ia juga ikut senang, walaupun pekerjannya seperti itu Lexa selalu saja bersyukur atas apa yang di dapatkannya. Maka Lexa ingin mmeberitahu kabar baik tersebut pada Ibunya dan sahabatnya. Tak lama sambungan tersebut tersambung. “Hallo Bu,” Sapa Lexa dengan semangat. “Kamu baru pulang kerja?” Tanya Rossie ramah. “Iya Bu, Ibu udah tidur ya? Aku ganggu Ibu?” Tanya Lexa jadi tak enak setelah melihat jam di tangannya. “Belum, baru aja. Kenapa? Kamu kangen sama Ibu?” Senyum Lexa mengembang. “Aku akan selalu merindukan Ibu untuk bisa pulang ke rumahkan?” “Iya kamu benar, okey selain karena rindu kenapa? Sepertinya kamu lagi senang?” Tanya Rossie penasaran. “Iya Bu, aku diterima kerja dan besok aku bakalan bekerja. Kalau aku nggak datang untuk lihat Ibu gapapakan? Tyas yang akan temani Ibu.” “Wahhh Ibu ikut senang mendengarnya, selamat ya. Gapapa kalau kamu nggak bisa datang, jangan khawatir sama Ibu. Tyas juga kalau sibuk jangan di paksakan, Ibu tahu kalau kalian sama-sama sibuk. Harusnya Ibu yang minta maaf karena Ibu kalian jadi repot, apalagi kamu harus kerja keras untuk dapat uang supaya Ibu bi—” “Ibu nggak usah ngomong gitu, Ibu hanya punya aku. Lagian aku anak Ibu udah seharusnya aku bantu Ibu iyakan? Itu udah tugas aku Bu, nanti kalau waktunya ada jeda aku bakalan jenguk Ibu ya? Pokoknya Ibu harus semangat, Ibu harus berjuang juga untuk bisa sembuh okay? Kalau soal biaya biar aku aja yang pikirin, Ibu nggak usah khawatir.” Senyum Rossie mengembang di balik telepon. Rossie memang sangat menyayangi anak tunggalnya itu, bukan hanya karena punya anak satu, tapi karena memang Lexa memang anak yang baik dan penyayang. “Iya Ibu akan berjuang. Kamu juga semangat bekerjanya, ingat jaga kesehatan ya? Kalau ada apa-apa tolong kabarin Ibu.” “Oke Bu, kalau begitu ku tutup ya? Aku mau pulang ke rumah.” “Iya hati-hati.” Setelah itu sambungan tersebut berakhir. Lexa langsung saja mengganti bajunya dan berjalan untuk pulang. Namun sebelum pulang Lexa membeli ayam goreng untuknya dan Tyas agar mereka makan bersama sebagai bentuk perayaan bahwa ia di terima bekerja. Tak lupa Tyas juga membeli alcohol satu botol dengan harga murah supaya bisa menikmatinya bersama dengan sahabatnya juga. Begitu sampai rumah, Lexa langsung di perhadapkan dengan Tyas yang memang sedang menunggunya sambil menonton TV. “Makan yuk, aku bawa makanan.” Ajak Lexa begitu sampai rumah, Tyas dengan semangat menerima bungkusan yang di bawa sahabatnya itu. “Ayam goreng?” Beo Tyas saat sudah melihat apa yang di bawa Lexa. “Iya,” Jawab Lexa semangat. “Ada perayaan apa?” Ketika Tyas melihat ada alcohol juga. Keduanya sudah sama-sama tahu kalau beli ayam dan alcohol, maka mereka akan mengadakan perayaan karena sesuatu hal yang pastinya bahagia. Kalau ayam saja ada kabar baik. “Ke terima kerja, mulai besok masuk. Lumayan buat bantu biaya rumah sakit Ibu.” “Wahhhh selamattt, akhirnya ya. Aku bakalan doain yang terbaik buat kamu, semoga betah ya di sana. Mau makan atau mandi?” Tanya Tyas sambil menyiapkan makanan tersebut. “Mandi aja kali ya biar enak buat minum sambil ngobrol?” Tyas mengganggukkan kepalanya setuju. “Okedeh kalau gitu, buruan aku udah nggak sabar buat makan.” Kata Tyas dengan semangat. Wanita itu ikut senang ketika Lexa bisa dapat kerja. “Oh iya tolong bantu jagain Ibu ya kalau aku kerja, karena aku udah bakalan susah buat lihatin Ibu. Waktu kamukan masih ada luang untuk bisa lihat Ibu, gapapakan kalau aku titip Ibu ke kamu?” Kata Lexa tiba-tiba balik sebelum ia hendak mandi karena teringat akan Ibunya. “Ya gapapalah, Ibukan juga Ibunya aku. Kamu tenang aja kalau soal Ibu, pasti deh Ibu aman sama aku. Kalau ada apa-apa aku bakalan bilang sama kamu kok, jadi jangan khawatir okay?” Lexa mengganggukkan kepalanya paham. “Makasih banyak ya, kamu udah sayang sama Ibu dan banyak bantu aku. Kalau nggak ada kamu, aku nggak tahu deh bakalan kayak gimana. Kamu emang sahabat terbaikku.” “Kita harus saling membantu dong, kan kita best friend.” Kata Tyas dengan tertawa, keduanya sama-sama tertawa. “Yaudah mandi gih sana, udah nggak sabar nih buat makan.” “Makan duluan aja kalau gitu.” “Enggak, aku bakalan tetap nunggu kamu kok biar makan bareng. Nggak enak juga kalau makan sendirian.” “Okedeh kalau gitu bentar ya.” Lexa langsung saja lari masuk ke dalam kamar mandi. ***** Lexa bangun pagi-pagi sekali karena semangat untuk masuk kerja di hari pertama. Bahkan Lexa sampai memasak untuk sarapan dan makan siang mereka nantinya. Lexa berharap harinya akan berjalan dengan baik. Apalagi di tempatnya bekerja nanti Lexa berharap bisa nyaman dan pemimpinnya juga baik. Lexa ingin supaya dia bisa betah nantinya bekerja di sana. “Tumben banget bangun pagi buat masak.” Goda Tyas yang baru saja keluar dari kamar. “Iya semangat pagi karena mau kerja. Aku mandi ya, sisanya bolehkan dibantuin?” Tyas menganggukkan kepalanya, maka Lexa langsung saja mandi. Setelah bersiap ia langsung saja pergi ke tempatnya bekerja yang baru menggunakan angkutan umum. “Ngapain kamu di sini?” Tanya Diego saat melihat Lexa masuk ke dalam kantornya. Diego baru saja datang, begitu juga dengan Lexa. Namun wanita itu tidak melihat Diego, malah sebaliknya. Karena Diego ingat betul wajah Lexa, karena Diego masih saja belum bisa percaya dengan perkataan wanita itu. Sedangkan Lexa awalnya kaget saat bertemu kembali dengan Diego seperti itu bahkan Diego juga masih mengingatnya. “Saya mau bekerja Pak, saya keterima bekerja di sini sebagai cleaning service.” Jawab Lexa dengan tegas, Lexa tak sama sekali malu dengan pekerjaannya itu. Diego mengganggukkan kepalanya paham, ia tahu memang ada beberapa yang buka lowongan kerja di kantornya itu. “Bapak sendiri ngapain di sini?” Tanya Lexa sopan dan ramah. Orang sekitar banyak yang penasaran Diego sedang bicara dengan siapa. Apalagi Diego yang duluan menegur bukan Lexa. Karena pasalnya seorang Diego sangat dingin dan tak suka basa-basi. Maka tak ada yang berani menegur Diego saat di kantor, selain karena memang penting. Namun ketika melihat Diego sedang bicara dengan orang kalangan yang biasa saja membuatnya bertanya-tanya. “Saya yang punya ini.” Jawab Diego denga tegas. “Wahhhhhh, beneren Pak?” Tanya Lexa dengan speechless. “Bapak keren masih muda udah punya perusahaan besar seperti ini. Makasih Pak sudah menerima saya bekerja di sini.” Sambung Lexa lagi dengan semangat. Padahal bukan Diego yang menerimanya, karena memang sudah ada orang-orang yang bekerja untuk memikirkan itu. Tapi mendengar Lexa berterima kasih padanya membuat Diego sedikit senang. Karena tak pernah ada orang yang seperti itu, mengucapkan terima kasih karena hal yang sederhana. Selama ini ada yang mengucapkan terima kasih karena hal besar yang dilakukannya. Tapi Diego tak mau membuat Lexa senang begitu saja setelah mengganggu pikirannya. “Kamu bekerja di sini dengan baik dan bertanggungjawab. Jangan buat masalah dengan ikut campur sama urusan orang lain seperti kamu ikut campur sama urusan keluarga saya. Dari awal saya udah peringatkan kamu, kalau sesuatu terjadi sama kamu dan buat ulah saya nggak bisa bantu kamu dan saya langsung pecat kamu.” Setelah mengatakan itu Diego langsung saja pergi. Lexa yang mendengarnya sangat kesal, ia menatap Lexa dengan tatapan tak percaya. “Wahhh kirain baik, ternyata enggak.” Beo Lexa kesal pada dirinya sendiri. Lexa jadi ingat bagaimana ia memergoki istri dari Diego yang selingkuh. Lexa berpikir pantes saja istrinya selingkuh, ternyata karena sifatnya begitu. Padahal niatnya baik, malah di salah artikan seperti itu. Mood Lexa jadi buruk sendiri. Lexa langsung saja bertanya kepada resepsionist kemana ia harus pergi. “Kamu anak baru ya?” Tanya seorang perempuan yang memakai seragam sama dengan Lexa saat wanita itu hendak mengganti bajunya yang baru saja di kasih itu. “Iya, kenapa?” Tanya Lexa ramah. “Tadi katanya kamu yang ngobrol sama Pak Diego di lobby ya?” Lexa mengernyitkan keningnya bingung. “Pak Diego?” Beo Lexa. “Iya, jangan pura-pura lupa deh. Kamukan yang tadi ngobrol sama pemimpin kita.” Kata perempuan yang lain yang memang ada di sana juga. “Ohhh itu namanya Pak Diego ya, aku nggak tahu namanya siapa. Hanya tahu dia yang punya perusahaan ini, itu juga tahunya tadi.” Jawab Lexa enteng tak merasa ada yang aneh atau suatu masalah. “Kok bisa kenal sama Pak Diego? Kok bisa Pak Diego yang tegur duluan? Emang kalian saling kenal apa gimana? Kalian ada hubungan apa?” Tanya yang lainnya, Lexa mengernyitkan keningnya bingung. “Emang kenapa? Salah ya kalau emang ngomong? Kitakan di kasih mulut untuk bicara.” Jawab Lexa santai. “Pak Diego itu terkenal nggak pernah manggil orang apalagi karyawan karena penting atau paling tidak jajaran yang di atas. Sedangkan kamu hanya cleaning service, lagian nggak ada juga yang berani negur Pak Diego duluan semuanya pada takut. Emang tadi nggak lihat banyak orang yang ngelihat kalian heran?” Lexa menggelengkan kepalanya. “Nggak tahu tuh, emang iyayah?” Tanya Lexa serius. “Jadi kok bisa kamu ngobrol sama Pak Diego? Kalian saling kenal?” Lexa kembali mendapatkan pertanyaan tersebut membuat Lexa menghembuskan napasnya panjang. “Sebelum bekerja di sini, pernah ketemu sama Pak Diego di luar jadi ya gitu deh.” Jawab Lexa santai sambil mengganti bajunya, menurutnya pertanyaan itu sangat tidak penting sama sekali. Emang apa yang salah dengan dia ngobrol dengan pemimpin perusahaan tempatnya bekerja? Terlepas nggak ada yang berani ngobrol atau apapun itu, emangnya salah? Dasar mereka saja yang penakut, pikir Lexa. “Ketemu gimana? Ada hubungan sama Pak Diego ya?” “Jangan-jangan kamu masuk ke sini karena Pak Diego lagi?” Tebak yang lainnya. “Punya hubungan gelap sama Pak Diego?” Tebak yang lainnya lagi lebih parah membuat Lexa jadi kesal dengan pemikiran mereka. “Pikiran kalian terlalu dangkal, kalau emang masuk sini karena punya hubungan gelap seperti yang kalian pikirkan aku nggak akan minta jadi cleaning service. Minta jabatan yang bagus dong, sekalian aja jadi sekretarisnya bisa sama terus bisakan?” Tanya Lexa dengan sarkas membuat yang lainnya jadi diam dan menundukkan kepalanya. “Lagian kalian aneh, baru ngobrol gitu di bilang punya hubungan emang salah ya kalau ngobrol? Selama ini kalian aja yang nggak berani, nggak ada yang larang juga. Coba aku tanya, emang waktu kalian masuk sini ada peraturan yang bilang nggak boleh ngobrol sama pimpinan enggakkan? Jadi yaudah santai aja dong, yaudah ini aku kasih tahu. Kemarin kita pernah ketemu, terus nggak sengaja telepon kita ketukar. Jadi kita ketemu lagi buat pulangin handphone, gimana? Udah cukupkan jawabannya punya hubungan gelap? Kalau nggak percaya tanya aja langsung sama Pak Diego.” Jawab Lexa dengan kesal sambil menutup lokernya dan menguncinya. “Maaf ya kita udah salah sangka sama kamu. Soalnya itu hal yang nggak mungkin, jadi tadi kita bertanya banget kenapa bisa kamu ngobrol sama Pak Diego.” “Iya, karena kalau punya hubungan gelap kamu jahat banget dan Pak Diego juga, Padahal kita tahu Pak Diego serasi banget sama istrinya. Apalagi istrinya cantik dan baik, sering main ke kantor dan negur kita juga. Jadinya kita agak ya gitu deh, kita minta maaf ya.” Lexa menghembuskan napasnya kasar. Ternyata karena mereka suka dengan istri Diego. Kalau baik nggak akan selingkuh, mereka nggak tahu aja apa yang dilakukan istri dari pimpinannya itu di belakang bagaimana. Hal itu membuat Lexa jadi kesal mengingat Diego yang juga tak percaya padanya dan malah menuduhnya. Hah ya sudahlah, lebih baik memnag tidak perlu ikut campur dengan urusan orang lain, pikir Lexa. “Baiklah, kalau begitu kamu yang akan bertugas di lantai paling atas terutama ruangan Pak Diego.” Kata kepala cleaning service yang tiba-tiba datang mengejutkan mereka. “Saya penanggungjawab di sini, kamu akan jadi kepercayaan saya untuk di lantai paling atas. Apa kamu siap? Lantai paling atas khususnya ruanganan Pak Diego, menggantikan orang yang sebelumnya bekerja di atas. Apa kamu bisa menjadi orang kepercayaan saya? Gajinya juga akan berbeda dan saya akan kasih tahu kamu nanti apa saja yang harus dilakukan, lumayan untuk bantu Ibu kamu yang sedang sakit benar?” Lexa kaget dengan tawaran yang baru di dapatnya itu, belum lagi perempuan paruh baya itu tahu keadaannya yang memang membutuhkan uang untuk biaya Ibunya. “Saya tadi dengan pembicaraan kalian, jadi saya pikir Pak Diego udah nyaman sama kamu karena beliau duluan menyapa kamu. Karena saya tahu Pak Diego tidak akan seperti itu, lebih baik yang bekerja langsung dengan Pak Diego yang bisa di ajak kerja sama dan orang seperti kamu karena kalian pernah ketemu, benar tidak? Saya juga lihat hasil video wawancara kamu yang mengatakan butuh uang untuk Ibu kamu, iyakan? Jadi saya pikir ini tawaran yang lumayan.” “Ibu yakin? Saya masih baru, saya pikir yang lainnya lebih cocok untuk mendapatkan posisi ini. Saya nggak enak sama yang lain Bu, mungkin yang lain udah banyak yang mau ada di posisi ini.” Wanita paruh baya itu tersenyum dan menggelengkan kepalanya. “Saya tahu bagaimana mereka, saya juga udah lihat rekam jejak kamu bekerja udah banyak dan itu baik. Saya suka dengan attitude dan cara kamu bicara dan bekerja. Jadi saya rasa kamu cocok ada di posisi ini. Apalagi Pak Diego orang yang perfect dan saya pikir kamu bisa mengimbangi Pak Diego.” Jawabnya dengan tegas. “Jangan takut sama yang lain, karena saya yang pilih kamu bukan kamu yang minta. Jadi saya yang bertanggungjawab penuh, saya juga yang akan mengajari kamu. Kalau ada event penting saya juga akan minta kamu yang bertanggungjawab, karena pengalaman kamu udah banyak dan saya tahu kalau kamu bakalan bisa. Kamu mau tolak? Nggak sayang sama Ibu kamu?” Sambungnya lagi. “Udah terima aja, ini kesempatan buat kamu.” Kata rekan kerja Lexa membuat yang lainnya menatap wanita tersebut dengan tak suka. Karena memang banyak yang menginginkan posisi itu, mereka berharap namun malah Lexa yang orang baru malah mendapatkannya. Sudah pasti mereka tidak suka dengan Lexa bukan? “Baik Bu, saya akan terima. Makasih banyak ya Bu atas bantuannya, makasih banyak atas kesempatannya. Saya banyak-banyak terimakasih sama Ibu. Saya janji akan bekerja dengan baik dan bertanggungjawab, sekali lagi makasih banyak Bu.” Kata Lexa dengan sangat senang sambil menggenggam tangan paru baya tersebut. “Panggil saya Bu Lidya, nama saya Lidya,” Lexa mengganggukkan kepalanya paham. “Baik Bu Lidya, sekali lagi terimakasih banyak.” “Sama-sama, saya harap kamu tidak akan mengecewakan saya. Kalau begitu mari ikut saya, biar saya jelaskan sama kamu pekerjaan kamu.” Lexa langsung saja mengikuti perempuan bernama Lidya itu berjalan menuju lift guna naik ke atas. “Selama satu minggu ini saya akan lihat kerja kamu, saya akan pantau. Saya juga akan kenalkan kamu sama Pak Diego, supaya Pak Diego nggak kaget. Mungkin Pak Diego akan senang lihat orang yang dikenalnya bekerja dengannya langsung.” Lexa hanya bisa tersenyum kecut. Sebenernya Lexa tak ingin berada di posisi ini juga karena mengingat perkataan Diego. Namun ia ingat bahwa dirinya membutuhkan uang untuk Ibunya makanya Lexa mau menerimanya. Lidya tidak tahu saja bahwa Diego sudah menyuruhnya hati-hati. Mudah-mudahan Diego tak menolak dirinya setelah tahu pikirnya. Kalau Diego menolaknya bisa gagal rencananya mendapatkan uang untuk Ibunya. Maka Lexa berjanji akan bersikap baik nanti di depan Diego. Biarlah kali ini menjadi orang lain pikirnya, tidak nyaman sedikit demi bisa mendapatkan uang. Ia akan menahan dirinya untuk tidak ikut campur dan menurut saja akan perkataan Diego. Malah Lexa berpikir akan bersikap manis nantinya supaya bisa mengambil hati seorang Diego agar tidak menolaknya. Lexa sampai memilin tangannya karena tak yakin dengan pemikirannya. “Jangan gugup, Pak Diego orang yang baik kok. Apa lagi beliau kenal sama kamukan?” Senyum Lexa sangat kecut, ia memaksakan dirinya tersenyum karena itu. Baik dari mana pikirnya? “Yang lama kenapa berhenti Bu?” Tanya Lexa penasaran, siapa tahu karena masalah dan ia ingin tahu masalahnya apa supaya bisa mewarning dirinya sendiri. “Karena memang harus berhenti, pension. Beliau sudah lama bekerja sebagai orang kepercayaan, sebelum sama Pak Diego udah bekerja jujga sama Ayahnya Pak Diego. Tapi umurnya sudah tua dan nggak bisa bekerja lagi, jadinya harus resign. Pak Diego sangat percaya dan sayang sama beliau, saya harap kamu juga bisa bekerja sama seperti beliau.” Lexa menggaruk kepalanya yang tak gatal, Lexa merasa insecure di bilang seperti itu. Apalagi mendengar cerita yang sebelumnya, kalau sampai di percaya berarti kerjanya bagus bukan? Apakah dia yang hanya orang baru ini bisa melakukan sama seperti itu? Entahlah Lexa jadi ingin mundur ketika mendengar hal itu. Jantungnya jadi berdetak tak normal saat ini, apalagi semakin kecang saat semakin dekat dengan ruangan Diego.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD