Menggoda II

1025 Words
Dingin dan tampan, dua kata yang langsung terbesit di hati Nila kala melihat Anggara yang menatapnya. Sungguh ia tidak tahan dengan tatapan Anggara yang seolah melucutinya dari apapun yang ia kenakan. Dan membakar kulitnya sampai Nila merasa merinding. Sialan, kenapa dia bisa menakjubkan seperti itu? padahal dia sama sekali tidak bergerak. Anggara benar benar memberi kesan berbahaya seolah sedang mengincar buruan. Dan Nila dengan senang hati menjadi buruan licik yang akan menaklukan pemburu itu. Tenang Nila, jangan sampai gerogi. "Permisi, Pak?" sapa Nila. Ia membawa kopi yang biasa Anggara minum. Usai meletakkan kopi, Nila merasakan tarikan pada pinggangnya hingga membuatnya terjatuh di pangkuan Anggara. "Jangan bergerak Nila, kamu mau aku tidak memecat mereka kan?" Nila mengangguk, hanya saja ia tidak berniat berkorban dengan orang - orang yang selama ini membullynya. Jadi Nila tidak akan melayani Anggara hari ini. Ia yakin hal itu akan membuat Anggara penasaran. "Kalau begitu puaskan aku," bisik Anggara. Ia yakin jika Nila tidak akan menolak. Nila yang ia kenal tidak pernah tega melihat orang lain kesulitan. Sudah aku duga, batin Nila. "Maaf Pak, mereka bukan tanggung jawabku. Saya tidak akan mengorbankan diri untuk mereka." Yang benar saja, mereka dulu sangat suka mencemooh dan menyindirku terang- terangan, kata Nila dalam hati. "Jadi saya tidak akan melayani anda. " "Fvck," maki Anggara dalam hati. Padahal ia sudah tidak sabar menikmati tubuh Nila. Gadis itu pun tersenyum seolah mengejek. Ia tahu jika Anggara sudah kecanduan dengan tubuhnya. Kamu membalas dendam padaku kan? sekarang kita lihat siapa yang tersiksa. "Angga...'' sebuah panggilan manja terdengar dari luar. Nila dan Angga tahu benar suara siapa itu. Dan benar saja Jennifer masuk ke dalam dengan sikap manja. Ia memeluk Anggara sambil menangis. "Apa yang kau lakukan Jenny?" "Tolong jangan marah. Tadi aku hanya bergurau... hiks hiks." Anggara mulai bingung dengan sikap Jennifer. Gadis ini sangat kejam dan kuat, kenapa sikapnya berubah menjadi manja. "Jennifer? apa kepala mu terbentur sesuatu?" Jennifer mulai kesal karena Anggara sama sekali tidak mendukung aktingnya. Padahal ia ingin membuktikan pada Nila kalau Anggara lebih mencintainya dari pada Nila. "Angga, kamu ini kenapa sich? " "Maaf, Pak. Saya akan kembali ke meja saya. " Nila tidak berniat untuk meladeni akting Jennifer. Apalagi ia sudah menyebar pancingan pada Anggara agar pria itu semakin penasaran padanya. "Tunggu..." Anggara berusaha mencegah Nila tapi Jennifer malah menariknya. "Kamu ini apa - apaan Jennifer!? Kau membuat Nila pergi!" geram Anggara. "Seharusnya aku yang bertanya, kenapa kamu jadi seperti ini?! Kamu bergabung dengan organisasi kami karena ingin membalas dendam padanya kan? tapi yang kau lakukan sekarang seperti sedang jatuh cinta Angga! Kau sudah lupa dengan niat awal mu!" "Diam, aku tidak jatuh cinta padanya!" "Jangan menyangkal Angga. Kamu sudah terlalu baik pada gadis itu. Kau bahkan terlihat seperti anjing yang dikendalikan Nila." Jennifer sengaja memanas-manasi Anggara agar pria itu menyiksa Nila. "Jaga mulut mu Jenny!" "Kenapa!? kau takut mendengar kenyataan? hehehe... apa kau benar benar tidak melihat betapa menyedihkan dirimu di mata pegawai mu Angga." Jennifer mengelilingi tubuh Anggara, lalu mendekatkan bibirnya di telinga Anggara. "Mereka semua melihat mu sangat tergila-gila padanya." Anggara mulai merasa kesal. Namun ia tahu jika tidak tega pada Nila. Jennifer melihat keraguan di mata Anggara. Gadis itu pun terpaksa mengungkit apa yang terjadi pada Anggara ketika dia sma. "Ingat apa yang terjadi pada ibumu, Anggara. Apa yang sudah Amir lakukan pada ibumu." Kemarahan Anggara kembali meledak. Ia merasa bodoh karena lupa dengan apa yang terjadi. Seharusnya ia menyiksa gadis ini, dan membuatnya malu. Jennifer tersenyum penuh kemenangan ketika ia melihat kebencian kembali di mata Anggara. "Aku tahu, pergilah." "Kuharap kau tidak lagi lupa dengan tujuan mu, Anggara. Atau aku akan melaporkan semua ini pada Marquist. " Terpaksa Jennifer mengancam Anggara. hanya itu satu satunya cara agar Anggara yang keluar dari jalur kembali lagi. "Kau mengancam ku?" Anggara tersenyum sinis. Baru kali ini ia mendengar hal konyol. "Anggap saja begitu," desis Jennifer. Plak. Jennifer tidak mengira jika ia terkena tamparan dari Anggara. Mata wanita itu membola karena terkejut. Tak lama kemudian ia merasakan tubuhnya terdorong ke tembok dengan tangan kanan Anggara di lehernya. "Apa kau lupa kemampuan ku Jenny? Kurasa kau perlu diingatkan lagi peristiwa kehancuran kelompok pesaing Marquist. " Mata Anggara menyala berbahaya. Jennifer berkeringat dingin. Ia memang lupa jika pria gila di depannya bisa menghancurkan satu kelompok sendirian. Semua orang bahkan tidak percaya dengan apa yang mereka lihat. Itulah kenapa Anggara yang dijuluki Penjagal saat ini. "I-iya," jawab Jenny dengan susah payah. Seharusnya ia tidak mengancam Anggara. Jika aku tidak bisa mengancam mu maka aku akan meminta Marquist untuk menghabisi Nila, ucap Jennifer dalam hati. Jika aku tidak bisa memiliki mu maka tidak seorang pun yang bisa. Ambisi gelap Jennifer yang berbahaya tidak diperhitungkan oleh Anggara. Pria itu berbalik pergi dan membiarkan Jennifer keluar dari ruangan. Hanya saja tidak semua rencana Jennifer berantakan. Dia berhasil membuat Anggara ingat pada kebencian yang kemarin sempat padam karena terlena oleh tubuh Nila. Di luar, Nila memperhatikan Jennifer yang keluar dengan tergesa-gesa. Ia yakin jika gadis itu kembali merasa kecewa. Nila sangat percaya diri dan merasa jika Anggara hanya menginginkannya. "Kamu kalah Jennifer. Anggara akan jadi milikku," batin Nila. Gadis itu menunggu untuk dipanggil. Akan tetapi sampai jam kerja berakhir, Anggara sama sekali tidak memanggilnya. Nila pun merasa aneh. Ia nekat datang ke ruangan Anggara. tok. tok. "Permisi, sudah waktunya untuk makan malam. Apakah anda ingin sesuatu?" "Keluar," desis Anggara. Nila terkejut dengan tatapan penuh kebencian dari Anggara. Ia bingung dan bertanya- tanya apa yang terjadi padanya sampai sikapnya berubah. "Maaf," Nila beringsut keluar dari ruangan Anggara. Jiwanya seakan terbang kala mengingat seberapa dingin Anggara. Apa yang sudah Jennifer katakan pada Anggara? kenapa sikapnya berubah? tanya Nila dalam hati. Secara mengejutkan, Sinta justru dipanggil oleh Anggara. Awalnya Nila tidak terlalu memikirkan hal itu. Akan tetapi ketika melihat Sinta yang selama satu jam lebih berada di ruangan Anggara, hatinya pun mulai cemas. Apalagi Sinta keluar dengan penampilan berantakan. Mau tak mau Nila berpikir macam - macam. Hatinya pedih kala tahu apa yang sudah Anggara lakukan pada Sinta. Apalagi Sinta menghindari Nila. Apa aku benar-benar tidak memiliki tempat di hati mu, Anggara. Hati Nila sangat hancur. Ia mulai bingung dengan apa yang harus ia lakukan. Terlebih ayahnya butuh biaya. Tbc.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD