Sungguh Nila tidak menyangka jika esok hari akan menjadi perjuangan baginya. Cecil datang ke ruangannya dengan senyum aneh. Gadis itu pun merasakan firasat buruk.
Pasti dia datang membawa masalah, batin Nila.
"Nila, Jenny memanggil mu. Dia ada di ruang rapat," kata Cecil yang berlalu begitu ia menyampaikan pesan.
Nila tahu jika Jenny akan membalas dendam karena provokasinya kemarin malam.
"Aku akan segera ke sana," jawab Nila.
Dia bangkit dan melangkah mengikuti Cecil. Gadis itu tidak menyembunyikan langkahnya yang aneh karena ulah Anggara.
"Ada yang bisa aku bantu Miss Jenny?" tanya Nila dengan sikap profesional.
"Ah iya, tolong buatkan aku kopi," jawab Jenny dengan bibir penuh senyum.
"Baik."
Nila berbalik dan melirik sekilas pada orang - orang yang nampak antusias melihat ke arahnya. Mereka seolah menunggu pertunjukan bagus.
Apa yang direncakan orang - orang ini, batin Nila.
Nila akhirnya melangkah keluar dari ruang rapat, lalu kembali dengan kopi di tangannya.
"Ini kopi yang anda minta miss Jenny, " ucap Nila.
"Oh ya ampun, aku lupa bilang kalau aku minta kopi mocca. Bisaah kamu membuatkan ku?"
Nila hanya mengangguk dan membawa kopi itu kembali.
"Ini untukmu," Nila memberikan kopi yang ditolak Jenny pada Sinta.
"Eh? bukannya kopi itu tadi untuk miss Jenny?" tanya Sinta.
"Dia mau yang kopi mocca," jawab Nila ringan dan kembali membuatkan kopi pesanan Jennifer.
Tak lama, Nila sudah selesai lalu kembali ke ruang rapat. Jennifer pun menerima kopi dari Nila.
"Aduh maaf Nila, aku tadi lupa kalau punya asam lambung. Seharusnya aku tidak minum kopi. Buatan aku teh saja, okey?" ujar Jennifer dengan wajah memelas. Ucapan Jennifer itu pun disambut cekikikan dari pegawai yang hadir, terutama Cecil. Karena ia tidak bisa menarik perhatian Anggara, gadis itu nampak dendam karena tidak terima dengan kekalahannya.
"Tidak apa apa miss."
Nila kembali ke kantin khusus untuk Anggara. Dia membuat teh sesuai pesanan Jennifer.
"Kok kamu kembali lagi?"
"Miss Jennifer ternyata punya lambung,dia tidak jadi minta kopi."
"Aneh sekali. Apa dia sengaja ngejain kamu?" tanya Sinta.
"Entahlah," jawab Nila sambil mengangangkat bahunya. Lagi pula ia siap memberikan balasan pada Jennifer.
"Ini teh anda," Nila menaruh teh di meja Jennifer.
"Wah kamu memang bisa diandalkan. Jadi tolong kamu buatkan minuman untuk mereka ya. Kasihan kalau mereka haus waktu rapat."
Nila menatap wajah yang tersenyum mencemooh padanya. Ia tidak mengira jika mereka bersekutu dengan Jennifer untuk menjatuhkannya. Padahal kemarin mereka tidak berani membullynya lagi.
"Baik, tapi saya minta maaf karena mungkin agak lama. Kaki saya masih tidak bisa berjalan dengan normal. " Nila tahu jika Jennifer sengaja membuatnya mondar - mandir. Jadi ia dengan senang hati mengingatkan semua orang termasuk Jennifer jika dirinya adalah kesayangan bos mereka.
Wajah mereka menjadi tegang. Terutama Cecil. Ia masih ingat betapa marahnya Anggara kala itu.
Hal yang berbeda justru ditunjukkan oleh Jennifer. "Tidak apa - apa Nila. Lakukan saja semampumu. Lagi pula posisi mu kan untuk melayani kami." Jennifer melirik Nila tajam meski bibirnya tersenyum.
Nila agak terkejut dengan ucapan Jennifer. Gadis itu nampak tidak mengerti jobdesk di sini. Ia adalah sekretaris pribadi yang khusus untuk melayani CEO, tidak ada yang berani memerintahnya. Namun sebelum ia sempat menjawab, suara dingin dan menusuk datang dari pintu.
"Siapa yang bilang kalian boleh menyuruh sekretaris ku untuk melayani kalian?"
Semua orang di sana menoleh. Mereka memucat kala yang datang adalah Anggara. Di belakang Anggara, ada Sinta yang menunduk ketakutan.
"Selamat pagi, Pak!" sapa delapan orang yang ada di ruang rapat.
"Angga, kamu sudah datang? Jangan marah, aku hanya..."
Jennifer berdiri dari kursi, wajahnya nampak terkejut dan bingung.
"Kamu memakai ruang rapatku, menyuruh sekretaris ku, apa yang kau lakukan di sini? " tanya Anggara dengan wajah yang sangat buruk.
"A- aku hanya bercanda dengan Nila. Kamu jangan marah hehe..." Jennifer merasakan aura memb.nuh dari Anggara sampai membuatnya mengigil.
"Keluar!" teriak Anggara. Tak ayal Jennifer dan yang lain langsung lari.
"Dasar, seenaknya saja di perusahaan. Memangnya dia tidak tahu aturan," geram Anggata.
Dia pun mengeluarkan ponsel dan menghubungi Manager Hrd.
"Aku mau delapan orang yang ada di ruang rapatku dipecat," ucap Anggara.
Nila terkejut dengan keputusan Anggara. Ia tahu jika pria ini kejam. Dia jauh tahu kalau orang - orang tadi juga bersalah karena bermain- main bersama Jennifer untuk membullynya. Akan tetapi ia tidak tega jika mereka dipecat.
"Pak, jangan pecat mereka. Kasihan, di sini sangat sulit mencari pekerjaan, " kata Nila.
Tatapan Anggara menyapu Nila kala gadis itu memohon. Senyum berbahaya pun terbit di bibir Anggara.
"Kau ingin mereka tidak dipecat? Boleh tapi ke ruanganku sekarang," perintah Anggara.
Dia meninggalkan Nila yang berdiri mematung dan penuh tanda tanya.
Eh apa - apaan itu? kenapa aku disuruh ke ruangannya?
Sinta yang sejak tadi diam kini mendekati Nila. "Nila kamu tidak apa- apa? aku tadi cerita sama Pak Anggara kalau Jennifer nyuruh kamu ini itu."
"Ah aku terselamatkan berkat kamu. Terima kasih."
Mengingat perlakuan Jennifer tadi, keinginan Nila semakin besar.
Aku harus menjadi istri Anggara, batin Nila.
Ambisi baru yang lahir dari sakit hati dan keserakahan akan memiliki cintanya kini berakar dan menguat. Ia tidak akan mau mengalah dari Jennifer.
"Ya sudah, ke ruangan Pak Anggara sana. "
Dengan senang hati Nila ke sana. Akan tetapi bukan untuk bekerja melainkan untuk memenuhi keinginannya, yaitu menjadi istri Anggara.
"Jangan merasa menang karena dibela Angga," sinis Jennifer ketika ia berpapasan dengan Nila.
Nila bersikap seolah tidak tahu maksud Jennifer. Dia menutup mulut dan berpura-pura bodoh.
"Ah, tadi pak Anggara membelaku ya. Maaf, tapi saya harus ke ruang pak Anggara. Saya takut terlambat karena kaki saya masih sangat sakit jika berjalan cepat. " Nila seolah mengingatkan Jennifer tentang kegiatan Anggara dan dirinya kemarin malam. Gadis itu pun tersenyum dan melewati Jennifer dengan langkah agak terpincang- pincang.
Wajah Jennifer memerah karena marah. Ia pun mulai memikirkan cara untuk merayu Anggara.
"Jangan sombong Nila. Lihat saja, saat Angga berhasil aku dapatkan kau akan aku permalukan. "
Nila sebenarnya sangat tegang ketika berhadapan dengan Jennifer. Ia merasa gadis itu sangat berbahaya. Akan tetapi ia tidak bisa menyerah begitu saja.
Jika Anggara bisa aku dapatkan. Pengobatan ayahku akan lancar.
Nila merasa hanya ini jalan satu-satunya mendapatkan uang banyak. Jika ayahnya sembuh, ia tidak perduli jika dibuang oleh Anggara. Meski sangat berat karena ia mencintai Anggara.
Di depan pintu ruangan Anggara, gadis itu menarik nafas panjang. Ia tahu jika bara nafso Anggara akan membuatnya terbakar. Namun untuk kali ini, ia akan membuat Anggara kepanasan sendirian.
Bersiaplah Anggara.
tbc