Anggara melirik jam artistik yang bersandar di pojok ruangan bersama dengan lukisan juga vas kristal raksasa di sana. Hari mulai dini hari tapi Nila belum pulang. Ini membuat Anggara merasa terganggu.
"Kenapa dia belum pulang," gerutu Anggara.
Ia yang tadinya duduk di sofa size King yang terbuat dari bahan kulit gelap, akhirnya berdiri. Otaknya yang galau menuntun kakinya untuk mondar mandir.
Klik.
Pintu terbuka ternyata pelayan yang datang. Ia adalah nenek Shio yang lama bekerja untuk Nila.
"Anda belum tidur?" tanya Chio.
"Belum Nek. Nenek tidur saja."
"Nenek khawatir, Nila sejak tadi Nenek telepon tapi tidak diangkat."
Anggara juga merasakan hal yang sama. Ia pun mengambil ponselnya. Jari- jarinya yang kuat dan panjang menekan tombol dan membawa ke telinga. Namun tidak ada jawaban. Sesuatu yang tidak biasa.
Anggara Akhirnya menyuruh salah satu anak buahnya mencari Nila di rumah sakit. Dia adalah anak buahnya yang berasal dari organisasi. Bukan pegawai di perusahaan.
"Black, cari Nila di rumah sakit. Jika dia masih di sana, katakan untuk segera pulang. "
[Baik.]
Jawaban Black sangat dingin. Ia terbiasa dilatih untuk bekerja tanpa melibatkan emosi. Ia seperti Jacko yang sangat diandalkan oleh Marquist dan Anggara.
Meskipun Anggara sudah memerintahkan bawahan yang paling profesional, ia masih tidak bisa tenang. Entah kenapa hatinya terasa sakit. Jari- jarinya pun tidak berhenti mengetuk kayu tepi sofa.
Drrt.
[ Pak, saya menemukan tas nona Nila berserakan di ruang parkir. Kurasa anda harus meminta bantuan Rubah untuk memeriksa cctv rumah sakit.]
Black menemukan beberapa barang - barang Nila berserakan sehingga ia yakin jika Nila diculik.
"Baiklah. Kembali ke tempat mu semula."
[Baik]
Anggara tidak menunggu lama, dia segera menuju ke markas rahasia di Jakarta. Pria itu segera menuju ke ruangan yang penuh dengan monitor dan server.
"Rubah, lacak cctv rumah sakit tempat ayahnya Nila berada. Aku ingin kamu menemukan Nila!" perintah Anggara. Wajahnya nampak gusar dan mengerikan. Jelas terlihat wajah depresi di matanya.
Rubah bekerja tanpa banyak bertanya. Dengan cepat dia menemukan Nila melalui scan wajah.
"Dia masih ada di rumah sakit sampai jam 12, tapi ada serangan dari seseorang, " kata Rubah menjelaskan ke Anggara sambil melihat monitor.
"Ini dia," tunjuk Rubah.
Anggara melihat dengan teliti. "Perjelas."
Rubah dengan cekatan melayangkan jari-jarinya di atas keyboard. Tak lama gambar Nila disertai ke dalam van sangat jelas. Dan Anggara pun mengenal sosok yang menarik Nila.
"Sialan, ulah siapa ini? kenapa Jacko ada di sini?" gerutu Anggara.
Rubah dan Black terkejut mendengar Jacko berada di Indonesia. Dia adalah Algojo dari Marquist. Sungguh aneh melihat dia menangani Nila yang sangat tidak berbahaya.
"Itu Jacko, " guman Black.
"Bahaya, Nila bisa saja ia habisi."
Anggara mendengus, lalu menghubungi Jacko. Tanpa basa basi ia segera mengancam Jacko.
"Aku akan memburu mu jika kau tidak melepaskan Nila," kata Anggara dingin.
[Aku hanya menjalankan perintah]
"Kau harus menggagalkan perintah itu."
[Pulau Sier.]
Anggara hampir saja membanting ponselnya. Seperti biasa, jika Jacko tidak menghabisi seseorang maka ia akan membuang orang itu ke pulau terpencil. Anggara tahu harus segera menuju ke pulau itu atau Nila bisa mati kelaparan atau diserang binatang buas.
"Selidiki siapa yang memerintahkan Jacko menghabisi Nila, aku akan kembali setelah menyelamatkan gadis itu. "
Anggara tidak membuang waktu. Ia bahkan pergi sebelum Black dan Rubah bertanya.
"Kenapa dia selalu memberi kita tugas yang sulit," gerutu Rubah.
Black sadar jika yang bisa memerintah Jacko hanya Marquist. Yang aneh adalah, kenapa Nila menjadi target.
"Jacko hanya bisa diperintah oleh Marquist. Aku yakin ada seseorang yang menghasut Marquist. "
Rubah mengangguk, ia juga berpikir demikian.
"Aku tahu, tapi siapa yang bisa menghasut Marquist. Hanya anggota khusus yang bisa berbicara dengan pimpinan tertinggi mereka ini. "
Black dan Rubah terdiam sejenak dan menggumankan nama yang sama.
"Jennifer. "
Hanya gadis itu yang bisa menghubungi Marquist. Bahkan Anggara sang penjagal juga tidak memiliki nomernya.
"Kenapa gadis itu melakukannya?" tanya Black.
"Entahlah, aku hanya penasaran reaksi Anggara saat tahu jika yang melapor pada Marquist adalah Jennifer. "
Rubah mulai berpikir lebih jauh. Ia yakin seorang gadis tidak akan bertindak lebih jauh jika tidak ada hal yang memicunya.
"Jangan-jangan Jennifer menyukai Anggara, " kata Rubah.
Black mengangguk. Kecemburuan wanita memang mengerikan.
...
Di tempat lain, Anggara menjalankan Yacht yang ia miliki untuk berlayar ke menyusul Nila. Ia tidak boleh terlambat. Pria itu bahkan tidak bertanya pada nahkoda yang biasa memegang yacht miliknya.
"Pak! aku ikut!"
"Tidak perlu, " jawab Anggara. Ia yang terlatih mengendarai kendaraan darat dan laut tidak butuh nahkoda. Apalagi ia sedang buru- buru.
"Kenapa semua berkembang jadi begini. Seharusnya aku senang gadis itu menghilang, " gerutu Anggara.
Yah meski mulutnya pedas tapi hatinya benar benar gundah.
Pria itu tanpa henti berlayar. Ia tahu jika Jacko memiliki semua armada laut yang mumpuni. Apalagi pria itu sangat pandai dan lihai. Wajah polosnya membuat siapapun tidak akan curiga jika dia Algojo mafia terkejam di Italia.
Nila tidak tahu berapa lama ia tertidur. Yang pasti kepalanya sangat ringan, bahkan terlalu ringan. Ia seperti tidak merasakan kepalanya.
"Ini di mana?" lirih Nila, dan yang mengejutkan ia dalam keadaan terikat. Lalu ada pria yang menatapnya dingin dan mengancam.
"Siapa kau? kenapa kalian menculikku?"
Jacko mengangkat dagu Nila dengan pisau.
"Kau berurusan dengan pria yang salah nona. Keberadaan mu membuat salah satu orang yang berbahaya merasa terancam," jawabnya dengan bahasa inggris.
Nila hanya membeku. Kepalanya terasa kosong karena baru pertama kali ditodong dengan pisau. Apalagi sedekat ini.
Melihat gadis di depannya membeku, Jacko menarik Nila keluar pesawat. Ternyata pria itu menggunakan pesawat pribadi untuk membawa Nila ke pulau terpencil. Ia memerintahkan anak buahnya membuka pintu untuk membuang Nila.
"Cepat!" teriak Jacko. Ia yang tidak sabar menyeret Nila dan melemparnya.
Nila pun terjungkal dan meringis kesakitan ketika tubuhnya menghantam tanah saat dilempar dari pintu pesawat. Ia benar-benar tidak tahu apa 6ang sudah ia lakukan sampai harus mengalami ini semua.
"Akh!"
"Kuharap kau mati di sini dan Anggara hanya menemukan mayatmu."
Jacko kembali ke pesawat dan melempar pisau sebelum menutup pintu. Inilah keistimewaan algojo Marquist. Ia memiliki fasilitas mewah yang setara CEO perusahaan besar.
"Tunggu! Kalian jangan tinggalkan aku sendiri di sini!" jerit Nila. Ia jelas ketakutan. Matanya menoleh ke sana ke mari dan tahu jika ini bukan di Indonesia. Ada pohon marple dan oak di depannya. Dan itu bukan pohon asli Indonesia.
Nila yang tidak tahu apapun hanya bisa menangis. Ia benar benar tidak tahu apa yang harus ia lakukan.
"Ayah hiks..."
Nila saat ini hanya bisa menangis. Ia benar benar lelah dengan semua masalah ini.
tbc.