bc

Seuntai Janji

book_age18+
15
FOLLOW
1K
READ
family
HE
boss
billionairess
drama
bxg
addiction
like
intro-logo
Blurb

Spin Off Pengantin Kedua dan Kaivan : The Adorable Boy. PK The Series Ketiga.

Dahayu, seorang janda tanpa anak. Mengalami kebimbangan hati. Apakah hendak menerima lamaran Arya, sahabatnya sejak lama yang merupakan duda tiga anak. Atau memilih bertahan menjalin hubungan kasih dengan Imran, teman kuliah dulu.

***Haloooo. Masih ingat dengan Dahayu? Dia adalah mantan istri Zayan (Pengantin Kedua). Tekan ? agar cerita ini tersimpan di rak buku. Baca runut setiap bab dan tinggalkan jejak komentar, supaya Emak lebih semangat ngetiknya ^^Follow akun Emak, ya. Innovel : Olivia Yoyet sss : Olivia Yoyet IG : olivia_yoyet

chap-preview
Free preview
Dunia Menggelap
01 Seunit mobil Range Rover putih meluncur membelah kepadatan jalan raya Kota Surabaya. Sang pengemudi menekan pedal gas dalam-dalam agar bisa segera tiba di rumah sakit terdekat. Sekali-sekali dia melirik ke belakang di mana istrinya tengah meringis kesakitan sambil menyandar pada sang ibu. Arya Himawan, sang pengemudi mobil mengumpat beberapa kali karena kendaraan di depan sejak tadi tidak mau menyingkir. Padahal dia sudah menyalakan lampu darurat dan menekan klakson berulang kali. Arya mengeluh dalam hati sebab makin kurangnya empati masyarakat yang kerap kali terjadi. Sesampainya di depan Instalasi Gawat Darurat di rumah sakit terdekat, Arya menarik tuas rem tangan sebelum membuka pintu dan turun. Pria berkaus putih lari menuju ruangan tersebut dan kembali beberapa saat kemudian bersama dengan dua orang perawat laki-laki yang mendorong brankar. Arya membuka pintu bagian tengah dan membantu istrinya keluar serta membaringkan perempuan yang kian lemah ke brankar yang segera didorong kedua petugas tadi ke ruang tindakan. Aminah, Ibu mertua Arya, turun dan jalan cepat menyusul putrinya. Sedangkan Arya memasuki mobilnya kembali dan memindahkan kendaraan beroda empat tersebut ke tempat parkir. Beberapa puluh menit berlalu, tetapi istrinya Arya masih belum bisa melahirkan, padahal ketuban sudah pecah sejak masih di rumah. Kala dokter menyarankan untuk segera melakukan operasi caesar, Arya langsung setuju karena khawatir dengan keadaan istrinya dan juga nasib anak mereka. Detik demi detik menunggu operasi berlangsung membuat Arya benar-benar kalut. Dia sudah menelepon keluarganya dan meminta doa buat sang istri. Sementara Aminah hanya bisa duduk di kursi sudut sambil memejamkan mata dan terus melafazkan doa-doa demi keselamatan putri serta cucunya. Saat pintu ruang operasi terbuka, Arya segera berdiri dari kursi dan menghampiri tim dokter yang menangani istrinya. Pria beralis tebal menanyakan kondisi istrinya dan anak mereka, kemudian mendengarkan penjelasan dokter dengan saksama. Raut wajah Arya bertambah suram seusai mendengar penuturan dokter. Pria berkulit kuning langsat menghampiri Aminah dan duduk di sebelah kanan perempuan. Arya berdiam diri sesaat, kemudian berkata, "Bu, bayinya laki-laki dan dalam kondisi sehat. Tapi ... Erni kritis, Bu." Aminah menutup mulutnya dengan tangan sambil menggeleng berulang kali. Arya menunduk dan memejamkan mata. Dia kalut sekligus dan merasa tidak berguna, karena tidak bisa berbuat apa-apa untuk membantu memulihkan kondisi istrinya. *** Derap langkah bergema di koridor panjang rumah sakit tempat Erni dirawat. Dahayu dan Bayu berjalan cepat menuju ruang VIP yang berada di lantai dua bangunan tersebut. Raut wajah mereka sama-sama serius, terutama karena membayangkan bagaimana kondisi Erni yang masih belum pulih sepenuhnya pasca operasi caesar beberapa hari lalu. Saat Dahayu membuka pintu, orang-orang yang berada di ruangan itu serentak menoleh. Arya berdiri dan jalan menghampiri serta menyalami kedua bersaudara tersebut. Dahayu berpindah ke samping kiri ranjang khusus pasien dan duduk di kursi sambil memandangi wajah Erni yang pucat kesi. "Maaf, aku baru bisa datang. Waktu Mas Arya telepon itu, aku masih ada kerjaan, jadi baru sempat berangkat ke sini pakai pesawat pertama," tutur Dahayu sambil mengusap punggung tangan Erni. "Nggak apa-apa, Mbak. Yang penting mbaknya datang," jawab Erni dengan suara pelan. "Kamu harus cepat pulih, Er. Anak-anak membutuhkanmu." Erni mengamati perempuan berjilbab hijau di hadapannya dengan intens, lalu berkata, "Aku mau bicara berdua aja dengan Mbak." "Tentang?" "Rahasia, dan ini hanya kita berdua yang tau." Dahayu memandangi perempuan berparas manis selama beberapa detik, kemudian mengalihkan perhatian pada Arya yang langsung paham. Pria tersebut mengajak Bayu dan kedua teman sekantornya yang tengah berkunjung untuk keluar, serta memberikan kesempatan pada kedua perempuan tersebut berbincang. "Mereka ngobrol apaan, sih?" tanya Bayu, sesaat setelah mereka tiba di teras depan ruangan VIP. "Nggak tau, Mas. Tapi dari kemaren Erni maksa buat ketemu Dahayu," terang Arya sembari mengusap dahi dengan saputangan merah. "Anak-anak sudah ke sini?" "Udah, Mas, kemaren sore datang bareng orang tuaku. Sore ini mau datang lagi bareng keluarga besar kami." "Lalu, kondisi bayi gimana?" "Alhamdulillah, dia sehat, Mas." "Namanya siapa?" "Alfian Yudistira Himawan." "Artinya?" "Laki-laki yang kuat dan tangguh dalam peperangan. Himawan itu nama keluarga." Arya terdiam sejenak, kemudian melanjutkan ucapan. "Tadinya aku mau kasih nama lain, tapi Erni maksa pakai nama itu, karena dia ingin Alfian benar-benar kuat dan tangguh dalam menjalani kehidupan." "Dan aku setuju dengan Erni, nama itu memang bagus." Tiba-tiba beberapa perawat jalan cepat ke arah mereka sambil membawa peralatan medis. Arya dan ketiga orang lainnya serentak berdiri sambil memperhatikan keempat perawat yang langsung memasuki ruangan. Arya hendak masuk, tetapi ditahan oleh Bayu. Dahayu keluar beberapa saat kemudian dengan wajah pucat dan tangan gemetaran. "Kenapa, Dek? Apa terjadi sesuatu pada Erni?" tanya Bayu sambil memegangi pundak adiknya. "Ta-tadi itu, ha-bis ngobrol, Erni makin lemas, terus pingsan. Aku langsung mencet bel buat manggil perawat," jelas Dahayu dengan terbata-bata. Perempuan berbibir penuh menekan-nekan sudut mata agar bulir bening tidak jadi tumpah. Arya hendak menuju pintu, tetapi benda itu tiba-tiba terbuka dan brankar didorong kedua perawat keluar. "Suster, istri saya mau dibawa ke mana?" tanya Arya sambil mengikuti langkah perawat dan memegangi brankar. "Pasien ngedrop, Pak. Mau dipindahkan ke ICU," jawab sang perawat. Arya tidak sanggup berkata-kata dan hanya bisa memandangi wajah istrinya yang kian pucat. Arya memegangi tangan kiri Erni yang tidak merespons hingga mereka tiba di depan pintu ruangan yang dituju. "Bapak tunggu dulu di sini, setelah kondisi pasien membaik, baru boleh masuk," imbuh perawat tadi yang terpaksa dipatuhi Arya. Pria beralis tebal hanya bisa memandangi saat brankar didorong masuk dan tubuh istrinya menghilang dari pandangan. Arya masih berdiri di tempat dan tidak menyadari bila wajahnya telah basah oleh air mata. Takut, cemas, khawatir. Semua rasa itu bercampur aduk dan membuatnya lunglai. Arya berpindah ke kursi di ruang tunggu dan duduk sambil membungkuk. Tidak peduli bila dikatakan sebagai pria lemah, Arya menumpahkan kekalutan dengan menangis tersedu-sedu. Bayu ikut duduk di sebelah kanan sahabatnya. Pria berkumis tipis merangkul pundak lelaki yang lebih muda sembari menyusun kata-kata penghiburan dalam benak. Namun, hingga waktu bergeser, Bayu masih belum mengucapkan apa pun. Dahayu termangu di kursinya. Perempuan bermata bulat terus mendoakan keselamatan Erni. Terngiang-ngiang di telinga permintaan Ibu tiga anak tersebut pada Dahayu, yang menyebabkan perempuan berbibir penuh kian cemas. Puluhan menit terlewati. Tim dokter keluar dan langsung mendatangi Arya. Pria tua berjas putih panjang menjelaskan kondisi Erni yang tengah kritis, dan meminta Arya untuk menguatkan diri. Bayu memegangi kedua lengan Arya. Dia khawatir bila pria yang lebih muda tidak sanggup menahan kecemasan sekaligus kesedihan atas kondisi istrinya. "Aku ... mau ketemu Erni," tukas Arya. "Kuatkan hatimu. Dia butuh dukungan moril," cakap Bayu. Arya mengangguk lemah. Dia mendengkus pelan, sebelum jalan menuju ruang ICU sambil menenangkan hati yang gundah. Bayu dan Dahayu memandangi hingga Arya menghilang di balik pintu. Kemudian mereka kembali duduk di tempat semula. Tidak berselang lama terdengar teriakan Arya dari dalam ruangan. Bayu dan Dahayu serentak berdiri untuk mendekati ruang ICU. Namun, langkah mereka dihentikan beberapa petugas medis yang meminta keduanya tetap di tempat. Pekikan Arya menyebabkan Bayu nekat menerobos masuk. Dia tertegun menyaksikan dokter dan beberapa perawat yang sedang berusaha menyelamatkan Erni dengan menggunakan alat pemacu jantung. Dahayu turut memasuki ruangan. Dia menutupi mulut dengan tangan sambil mengerjap-ngerjapkan mata yang mengabut. Dahayu mengamati wajah Erni yang terlihat tenang. Dia kian takut ketika tidak ada respons dari sang pasien. Kala dokter menggeleng seiring dengan bunyi monitor yang konstan, Arya spontan memeluk istrinya sambil berteriak meminta Erni kembali hidup. Rengekannya bergema di ruangan luas dan menjadikan semua orang terharu. Bayu bergegas mendatangi Arya dan mencoba menenangkan sahabatnya. Dia memegangi tubuh pria beralis tebal yang terhuyung-huyung. Sebelum akhirnya dunia Arya menggelap dan dia pingsan dalam dekapan Bayu.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Tentang Cinta Kita

read
190.5K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

My Secret Little Wife

read
98.4K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
206.0K
bc

Siap, Mas Bos!

read
13.4K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.6K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.5K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook