Part B : He leaves Me

1537 Words
Ibunda Kinanthi dan Renata berjalan keluar dari rumah sakit tempat Kinanthi dirawat. "Nyonya Widuri!" Langkah widuri dan Ratna terhenti kala melihat salah seorang pengawal Kinanthi memanggil Widuri. Alis Widuri berkerut " Kenapa Ab?" tanya Widuri kepada Abraham, yang kini berdiri tepat di hadapan dirinya dan besannya. "Maaf mengganggu waktu Nyonya, ada hal yang ingin saya sampaikan kepada Nyonya Widuri dan Nyonya Ratna." Ucap Abraham dengan tegas namun sopan. Baik Ratna maupun Widuri saling berpandangan. kemudian Keduanya mengangguk kecil. "Usut pelakunya sampai ketemu! Dan seret dia ke hadapan kami!" Titah Ratna pada Abraham. Widuri menangis sesenggukan kala tau ada orang jahat dibalik keguguran Kinanthi. "Pasti bu. Tapi kalau pun bisa, itu tentu sangat sulit Nyonya." jawab Abraham. "Saya tidak peduli! Siapapun yang berani menyakiti anak dan menantu saya harus menanggung akibatnya!" Tegas Ratna yang kini sudah menitikan air matanya. Kinanthi sudah di perbolehkan pulang sejak seminggu yang lalu. Pagi ini, Kinanthi duduk di taman komplek ditemani beberapa pengawal yang berdiri di belakangnya. seperti hari-hari sebelumnya, saat Pandji sedang mengajar ia akan menghabiskan waktunya di taman, sambil melihat anak-anak yang sedang bermain, setidaknya rasa sakit di hatinya sedikit teralihkan kala melihat anak-anak itu. Sejak pelimpahan harta warisan itu Kinanthi tak lagi ingin sibuk diluar rumah, ia berjanji pada dirinya sendiri akan fokus mengurus Pandji saja, ia akan mengabdikan seluruh hidupnya untuk berbakti pada suami dan ibu serta mertuanya. "Maaf nyonya, ini sudah jam 12 siang, sebentar lagi Tuan Pandji pulang untuk makan siang." Ucap Abraham hati-hati. Kinanthi mengangguk kecil. Kinanthi menata masakan yang ia masak sebelum pergi ke taman tadi. Sejak seminggu lalu, Kinanthi memang mulai memasak sendiri makanan yang akan dimakan suaminya. Kinanthi tersenyun puas, semua masakannya tertata rapih di atas meja dan nampak sangat menggiurkan. "Assalamualaikum cinta." Kinanthi tersenyum menyambut kepulangan suaminya. "Waalaikumsalam Mas." Kinanthi mengambil tangan Pandji dan mencium punggung tangannya, Pandji pu mencium kening istrinya dengan sayang. Pandji mencuci tangannya, sementara Kinan mengambilkan nasi dan lauk untuk Pandji. Saat Kinanthi dan Pandji sedang asik menikmati makan siang mereka, Pak Maman, satpam rumah mereka menghampiri mereka. "Nyonya, di luar ada tamu mencari Nyonya dan Tuan. namanya Renata." lapor Pak Maman. Pandji dan Kinan nampak sedikit kaget, namun kinan segera menyuruh satpam itu untuk mempersilakan Renata masuk. "Kita selesaikan makan siang kita dulu, baru kita keluar menemui Renata." ucap Pandji, Kinanthi pu mengangguk paham. . . 15 menit kemudian "Maaf ya Renata, kamu menunggu lama." sapa Kinanthi hangat. Renata tak dapat lagi menyembunyikan rasa bersalahnya, ia berlari menghampiri Kinanthi dan tanpa Pandji dan Kinanthi duga Renata bersujud di depan keduanya. "Apa-apaan kamu Rena! Ayo berdiri!" bentak Pandji tak suka, ia juga baru sadar kalau Renata tak memakai hijabnya. Renata enggan beralih. Ia menangis dengan sangat kencang, membuat semua pelayan dan pengawal di rumah itu menghampiri mereka bertiga di ruang tamu. "Penjarakan aku mbak! Hukum aku dengan seberat-beratnta!" Teriak Renata dengan tangisan meraung-raung. "Apa maksud mu?" Kinanthi berjongkok mensejajarkan diri dengan Renata. Sementara Pandji bertahan pada posisinya. Ia memegang kedua pundak Renata yang bergetar hebat. "Aku memaafkan semua masa lalu mu. Maafkan aku juga ya?" Ucap Kinanthi tulus, ia memang benar-benar sudah memaafkan kejadiaan sebelum-sebelumnya. "Penjarakan aku mbak.." pinta Renata dengan tangis yang masih sama kerasnya. "Heii.. Kenapa aku harus memenjarakanmu? Kamu tidak membunuh ku bukan.." jawab Kinanthi dengan tenang, namun dalam batinnya ia bingung juga. "Aku... Aku... Pembunuh mbak.. Aku..membunuh, hikss.. Anak mbak.." Tangis Renata makin menjadi-jadi. Tubuh Kinanthi menegang seketika, begitu pula dengan Pandji. Kinanthi beringsut mundur menjauhi Renata dengan keringat dingin mengucur di pelipisnya. Pandji dengan sigap memeluk tubuh Kinanthi. "BAWA PEMBUNUH ITU KE KANTOR POLISI! HUKUM DIA DENGAN SEBERAT-BERATNYA!!" Teriak Pandji menggelegar, kilatan amarah terpancar jelas di matanya. Para pengawal Kinanthi langsung membawa Renata ke kantor polisi. "Apa salahku pada dia mas?”  Tangis pilu Kinanthi terdengar begitu menyayat, Pandji yang memeluknya pun ikut menangis. "wanita itu akan mendapatkan balasannya!" ucap Pandji dengan tegas. Seorang wanita tua lari tergopoh-gopoh, memasuki rumah mewah Kinanthi. Tanpa peduli dengan penjaga pintu yang menghalanginya ia tetap menerobos masuk ke dalam. Wanita tua itu mendekat ke arah Kinanthi, ia duduk memohon di depan Kinanthi dan Pandji. "Mamah." lirih Kinanthi melihat mantan ibu mertuanya yang nampak kacau berantakan. ***** Kini Kinanthi duduk termenung sendirian di taman belakang rumahnya. Sekali lagi hatinya hancur. Cinta buta Renata pada Pandji dan kesalah pahaman rasa dendam masa lalu, membutakan mata hati Renata, hingga dengan teganya ia membunuh bayi yang bahkan belun sempat melihat dunia ini. Tak dapat dipungkiri Kinanthi ingin Renata dihukum yang seberat-beratnya, namun.... Flashback "Ampuni Renata.. Tolong...hikss, hukum mamah saja Nan." Pinta mamah Renata sambil bersimpah air mata. "Tidak bisa! Rena harus dihukum yang seberat-beratnta!" tegas Pandju sambil membawa Kinanthi beranjak menjauh. Mamah Renata mengejar Pandji dan Kinan, beliau bersujud di kaki Kinanthi. "Ampuni Renata.. Tolong.. Kasihani dia..hikkss.. Ia sedang mengandung.. Tolong.. Penjarakan mamah saja Kin.." pinta mamah Renata dengan beribu harapan agar Kinan mau melepaskan Rena yang kini sedang mengandung. "Tidak akan! Aku tidak peduli! Renata bahkan tega membunuh bayi kami! Berdiri tante! Percuma, ini tidak akan mengubah keputusan kami!" Tegas Pandji, ia segera membawa Kinanthi masuk ke dalam kamar. Kinanthi duduk di tepi ranjang sambil menghapus air matanya, "Mas tolong cabut tuntutan itu. Bebaskan Rena." ucap Kinanthi sambil mengalihkan pandangannya keluar jendela. Pandji melotot seketika, "Gila kamu Nan? Dia membunuh anak kita Nan! Ingat itu!" Bentak Pandji sambil mengguncang bahu Kinanthi. "Dia sedang mengandung mas.. Hikss.. Dia butuh suaminya.. Lingkungan di penjara akan sangat mengganggu kesehatan bayinya.." ucap Kinanthi dengan tersedu-sedu. Pandji bergeming, ia tak terima dengan keputusan Kinan. "Lalu apa bedanya kita dengan Rena mas, kalau kita membiarkan ia tetap dipenjara padahal kita tau dia sedang mengandung?" tuntut Kinanthi lada Pandji. "Tolong lah mas... Bebaskan Rena, setelah itu bawa ia kemari, aku ingin bicara empat mata dengannya." Final Kinanthi dengan serius, membuat Pandji geram sendiri. Namun Pandji tetaplah Pandji, ia akan melakukan apa saja yang istrinya mau. Dengan wajah dingin ia keluar dari kamar. Pandji segera mendatangi kantor polisi dan mencabut tuntutan itu. Flashback of "Assalamualaikum mbak Kinanthi." salam Renata dengan lirih sambil menahan air matanya. Ia telah mendengar semua kebaikan Kinanthi dari mamah nya hingga kini ia bisa bebas. "Walaikumsalam. Duduk." ucap Kinanthi dingin. Renata mendudukan dirinya disamping Kinanthi, diraihnya tangan Kinanthi. Ia mengecup tangan itu dengan penuh rasa bersalah, air mata membasahi pipi Renata, Renata semakin terbuka mata hatinya. Kinanthi menarik tangannya pelan, ia merengkuh tubuh ringkih Renata. "Boleh kah aku meminta sesuatu darimu?" tanya Kinanthi berbisik, yang langsung diangguki cepat oleh Renata. Kinanthi melepas pukannya. Ia menatap Renata dalam. "Pakailah hijab mu lagi, besarkan anakmu dengan bekal ilmu agama yang kuat." ucap Kinanthi dengan lembut namun tegas. Tangis Renata pecah kembali. Dalam batinnya bertanya-tanya, dari mana datangnya manusia berhati malaikat di depannya ini?. "Mbak ampuni aku..hikss.." Renata memeluk Kinanthi erat, dalam batinnya bersumpah, ia akan menjadi orang pertama kala Kinan dan Pandji butuh bantuan. Ia bersumpah akan menolong Kinanthi apapun kondisinya. "Aku nggak ngerti kenapa mbak bisa sebaik ini sama aku. Aku malu pada diriku sendiri mbak.." Ucap Renata dengan air mata yang deras. "Urus peninggalan kakakmu dengan baik, agar ia semakin bangga padamu.." Renata mengangguk. "Sekarang pulanglah, minta maaf pada suamimu, jangan sembunyikan dia dari suamimu, suamimu berhak tau, tidak peduli pernikahan macam apa yang kalian jalani." Rena menegang seketika. "Aku telah mendengar semuanya. Semuanya. Dengarkan aku," Kinanthi melepaskan pelukannya, ia menatap Renata dengan lembut. "Kamu tidak perlu menjadi orang lain agar seseorang jatuh cinta padamu. Pandji mencintaiku bukan karena uang, bukan karena aku modis atau karena aku sexy. Cinta datang dari sini." Ucap Kinanthi sambil memegang d**a kirinya. "Temui suamimu sekarang, diskusikan semuanya bersama dirinya. Pulanglah. Aku memaafkanmu. Aku mengikhlaskan semuanya." Tegas Kinanthi namun sarat akan kelembutan. Renata mengangguk paham. Ia pun segera pulang. Tepat diruang tamu, Rena berpapasan dengan Pandji yang nampak kacau. Rena hanya mampu menundukan kepalanya dalam-dalam, rasanya terlalu sulit untuk sekedar bertegur sapa. Renata segera melangkahkan kakinya dengan terburu-buru, ia harus memberitahukan pada Nicholas bahwa ia sedang mengandung, ia benar-benar ingin menjalin hubungann yang serius dengan pria itu. Namun sesampainya di mansion megah milik Nick, Renata dikejutkan dengan langkah tergesa-gesa Nick seolah pria itu ingin segera pergi. "Nick? Where you want to go?" Tanya Renata heran ketika Nick hendak melajukan mobilnya. Nick diam tak menatap Renata, "Aku akan kembali ke Jerman. Istriku sakit." jawab Nick dingin. Renata menegang seketika, matanya berkaca-kaca. "Is..Istri?" tanya Rena dengan terbata-bata. "Ya istriku. Istri yang sesungguhnya. Bukan seorang jalang yang mengemis untuk dinikahi." Jawab Nick. Membuat air mata Rena luruh seketika. Ia terduduk di depan pintu pengemudi. Perkataan Nick seolah menampar Renata. Ia sadar betul maksud dari perkataan Nick baru saja. Renata menangis tergugu, "Aku hamil Nick... Hamill.." Tangis Renata meraung-raung. Nick masih bertahan dengan sikap dinginnya. "Menyingkir! Aku tidak peduli! Aku bahkan tidak tau dengan siapa saja kamu melakukannya jalang!" bentak Nick, membuat Rena semakin menangis. Renata berdiri kembali dengan sisa-sisa kekuatan yang ia punya. tangannya menerobos masuk ke jendela mobil Nick yang terbuka, ia meremas kuat kemeja Nick. "Ini anakmu! Aku bersumpah!" Nick menghempas tangan Renata. "Masuk lah kedalam, rumah ini milikmu! aku tidak akan kembali lagi." Nick berlalu begitu saja, Renata menangis tersedu-sedu, tangisnya begitu menyayat hati, menbuat para maid dan penjaga rumah ikut iba. Bagaimana bisa ia membesarkan anak ini sendirian? Sanggupkah ia? Renata semakin tergugu. Karma itu kilat, kalimat itu menari-nari di kepala Renata, ini adalah balasan atas semua dosanya. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD