04. Arsen Berulah

1553 Words
Alista misuh-misuh dalam hati usai mendapati Sang Kakak terlihat sedang menggoda seorang Perempuan. Ternyata nasihatnya itu hanya di anggap angin lalu. Menyebalkan. Alista berdiri di belakang Karisa. Tubuhnya yang pendek itu membuat dia kesusahan melihat ke depan. "Ris, gue di depan dong. Nggak keliatan." "Kenapa enggak bilang dari tadi coba." Karisa memutar malas bola matanya, tapi ia akhirnya pindah ke belakang. 4 murid berseragam rapi dan beberapa guru mendatangi murid-murid baru yang tengah berjemur di bawah teriknya matahari. Alista merasa risih. Ia mengibas-ngibaskan tangannya. "Pake." Rafael menyodorkan topi miliknya. Alista memicingkan mata ke arah Cowok di sebelahnya. "Gak perlu." tolaknya mentah-mentah. "Gue udah bawa ponsel baru buat lo sebagai ganti rugi kemarin. Lo--" "Baik. Terimakasih atas kehadiran kalian di SMA Dirgantara ini. Sebelumnya saya ucapkan terimakasih pada Tuhan karena sudah mempertemukan kita di pagi yang cerah ini." salah satu guru mulai berbicara. Alista memandang lurus, ia memerhatikan guru tersebut. Rafael menunduk. Mungkin nanti istirahat saja dengan Gadis itu. "Saya Pak Ikram, guru yang mengajar matematika. Jangan lelah belajar matematika. Memang matematika susah, tapi sebenarnya matematika itu adalah pelajaran yang asyik." Sebagian murid setuju, tapi yang lain sebaliknya. "Asyik enggak, bikin pusing iya." gumam Arsen. Alista menoleh ke belakang. Ia baru sadar Kakaknya ternyata berdiri di situ. Saat itu juga Arsen melambaikan tangan. "Hai, adik." Alista mencebikkan bibir. "Diem." ia melihat lagi ke depan. Pak Ikhram mulai mengenalkan guru-guru sekaligus beberapa kakak OSIS yang ada di sana. Cara penyampaian yang diselingi lawak membuat murid baru tidak bosan mendengar. Sudah cukup lama Pak Ikram menjelaskan tentang SMA Dirgantara, Separuh murid ada yang sudah mengeluh karena panas. Termasuk Alista dan Karisa. Arsen tiba-tiba mengangkat tangan. Kebetulan saat itu sedang sesi tanya jawab. Pak Ikram menaikkan kacamata, "Arsen? Silakan jawab." "Jawab apa, Pak?" "Loh, bukannya kamu mengangkat tangan karena ingin menjawab pertanyaan saya?" "Bukan. Saya mengangkat tangan untuk menyampaikan pesan dari Ibu Negara, Pak. Dia kepanasan. Nanti mukanya tambah jelek, Pak." Perkataan Arsen membuat mata semua Cewek tertuju pada Cowok tersebut. Ibu Negara? Siapa yang dimaksud Cowok itu? "Pasti gue yang dimaksud Cowo gans itu." "Tuh kan Cowok itu peduli banget sama gue. Ah, so sweet." "Ibu negara siapa nih?! Pasti gue, kan?!" "Bukan, guys! Yang dimaksud Cowok itu tuh Cewek itu yang di belakang Cewek barisan ke empat." "Sok tau." "Ya, bisa aja kan? Gue lihat dia selalu curi pandang gitu." "Bodoamat! Yang dimaksud pasti gue!" "Kepedean lo. Orang gue yang dimaksud!" "Gue!" "Gue!" "Gue ish!" Alista ingin menyumpal telinga saat itu juga. Suara Mereka berisik. Mendadak suasana menjadi riuh. Alista melirik ke arah Arsen, berani-beraninya Cowok itu mengatai dirinya jelek. Arsen malah tersenyum lebar. Gadis itu semakin jengkel. Pak Ikram berdeham keras. Semua Cewek-cewek spontan merapatkan bibir. "Mohon dengarkan saya dulu. Dua puluh menit lagi. Setelah itu Kalian boleh pulang." -•••- Alista menunggu di depan sekolah. Awan mendung dan juga sudah mulai gerimis. Dia mengadahkan tangan, rintik-rintik air mulai membasahi jarinya. Memori masa lalu mendadak terputar di benak Alista. Ia menunduk sedih kala mengingat hal itu. “Alista? Itu kan nama lo?” Alista menolehkan ke samping, tampak Rafael sedang melempar senyum padanya. “Dari mana lo tau?” “Karisa," Alista memerhatikan sekitar. Sayangnya Karisa tidak kelihatan. Kalau ia lihat, sudah pasti dia mengomeli Cewek itu. “Oh.” jawabnya ogah-ogahan. “Nih,” Rafael menyerahkan ponsel yang baru ia beli. “Gak usah.” Alista memalingkan muka. “Terima dulu,” “Nggak. Semahal apapun ponsel itu, lo nggak bakal bisa balikin kenangan yang ada di ponsel lama gue.” “Bisa. Makanya terima dulu ponsel ini dan lihat isinya.” Alista mengerling ke arah ponsel itu, dia akhirnya menerima benda pipih yang terbungkus kotak tersebut. Rafael senang Gadis itu menerimanya. Baru saja Alista akan membuka, Arsen tiba-tiba muncul dengan motornya. “Ra, kuy pulang.” Alista mendongak sumringah. “Ayo, Ka—“ ups, ia hampir saja keceplosan! “ayo.” dia naik ke belakang Arsen, tangannya masih memegang kotak ponsel yang diberikan Rafael. “Harusnya Kakak enggak kayak gini.” “Maksud lo?” “Ish! Gak paham banget sih.” Arsen tertawa singkat. “Gue paham kok. Hari ini hari terakhir gue bonceng lo.” “Jangan bilang ‘terakhir’. Kesannya kayak mau pergi.” “Emang kenapa kalau gue pergi? Lo kangen?” “Kalau lo pergi, nanti gak ada yang beresin kamar.” Arsen berdecak. “Lo kira gue babu apa.” “Iya dong!” “Adik durhaka.” “Iya, durhaka karena meniru sifat Kakaknya." "Sifat gue lebih mulia daripada lo." kata Arsen angkuh. Alista menatap tidak suka. "Ternyata Kakak sama anehnya kayak Cowok tadi." "Tadi? Yang kasih lo ponsel itu?" "Iya." "Enak dong. Gue minta ponsel, masih ada belum dibeliin." Arsen merasa iri. "Kakak minta ponsel lagi? Padahal HP lo udah lima. Masa iya rusak semua." "Buat koleksi." Alista menjitak kepala Arsen, namun detik kemudian dia meringis lantaran baru sadar kalau Kakaknya memakai helm. "Ha-ha-ha. Makanya liat dulu sebelum angkat tangan." ujar Arsen dengan nada mengejek. "Gara-gara lo, sih!" "Kok nyalahin gue? Lo nya sendiri aja yang gayanya mau pukul gue." balas Arsen tidak terima. "Makin hari lo makin nyebelin, sih! Gue aduin juga ke Ibu!" "Dasar tukang ngadu." "Dasar tukang welcome sama Cewek!"' "Dasar Cewek males!" Gigi Alista menggertak. "Gue bukan Cewek males! Buktinya gue bantuin Bi Hanifah beres-beres!" "Iya, bantuin cuma kalau ada Ibu doang. Setelahnya, lo malah sibuk main sama Karisa." "Ya iya lah! Ada teman datang ke rumah masa dicuekin!" "Tapi kenapa gue yang harus beresin kamar lo?" "Ya..., lo itu, kan, Kakak gue. Jadi seorang Kakak itu harus bikin Adiknya bahagia." "Pakai embel-embel 'Kakak' lagi. Jujur, lo sebenarnya manfaatin gue, kan?!" "Enggak kok! Sok tau!" Mereka berdua langsung menyita atensi orang-orang di sekitarnya. Saat ada lampu merah, Mereka tetap ribut. Sampai rumah pun Keduanya masih ribut juga! Arsen turun dari motor begitu juga Alista. Alista melepaskan helm, ia melempar asal helm itu. Beruntung Arsen bisa menangkap. Kalau tidak, sudah pasti helm tersebut mengenai lututnya. "Hey, kalian kenapa? Datang-datang kok sudah ribut." Bianca menghentikan aktivitas menyiram bunga di halaman rumah. Alista merengut. Ia berjalan mendekati Bianca. "Ibu! Dia nyebelin!" "Ibi dii nyibilin." Arsen menirukan gaya bicara Alista. Alista menatap dongkol. "Ibu! Tuh, kan, dia selalu meledek aku." "Arsen..." panggil Bianca sambil berkacak pinggang. "Bukan salah aku, Bu. Lista yang mulai duluan." "Bohong! Jelas-jelas lo yang mulai." "Lo!" "Bu, Kakak berani bentak aku masa." "Jangan cari muka." "ARSENIO KAVINDRA! ALISTA ADRIANA!" Detik itu juga kedua makhluk yang barusan disebut namanya merapatkan bibir dan kompak ngibrit masuk ke dalam. -•••- Alista membuka kotak yang berisi ponsel dari Rafael. Benda pipih itu mulai diambil oleh tangan cantik Alista. Ia memerhatikan sejenak. Ponsel ini terlihat tidak asing. "Ini, kan, ponsel yang lagi booming beberapa hari ini." gumam Alista. Ia menyalakan ponsel tersebut. Nyala! Alista mulai mengecek galeri, ia kira kosong dan tidak ada isi, tapi ternyata salah. Ada album-album foto seperti di ponsel lamanya. Alista senang, ia lanjut memeriksa list musik. Ternyata seluruh musiknya juga sama persis. Alista lega. Namun, kebahagiaannya itu sebentar dan langsung pupus ketika ponsel miliknya direbut oleh Arsen yang baru saja datang tanpa mengetuk pintu dulu. "HP dari pacar lo? Hm, lumayan. Orang tajir, ya?" Arsen membolak-balikan ponsel itu. Alista geram melihatnya. "Balikin enggak?!" "Cie... baru masuk SMA kok udah pacaran. Aduin ke Ibu kayaknya seru nih." ledek Arsen. "Dia bukan pacar gue!" "Yakin? kenapa lo sampai dikasih Ponsel mahal ini?" "Dia--" Arsen menaikturunkan alisnya. "Lo pacaran lagi, kan? Cepat putusin dia. Gue lihat dia bukan Cowok baik. Oh, ya, jauhin dia juga." sarannya. Walau Alista selalu cerewet dan tidak bisa diam, Arsen masih tetap peduli. Arsen mengembalikan ponsel tersebut. Ia kemudian keluar dari kamar. Alista menatap kepergian Arsen. Dasar Cowok menyebalkan! Dirinya tadi belum rampung berbicara, main memotong saja. -•••- "Gimana? Lo udah liat ponsel pemberian gue? Lo maafin gue sepenuhnya, kan?" Alista kaget usai mendapati Rafael tengah berjalan menjejeri langkahnya. Sejak kapan? "Iya." "By the way, lo anak IPA atau IPS?" "IPA." "IPA-tiga?" Langsung dibalas anggukan sekali oleh Alista. "Wah, berarti kita sama." "Oh." Alista menjawab tidak tertarik. "Emm, boleh gue minta nomor lo?" Kali ini Alista menoleh, "Boleh." Rafael memberikan ponsel miliknya. Jari-jari Alista mengetik nomor teleponnya. "Lista! Tungguin gue!" Karisa datang dengan nafas memburu. Macam dikejar anjing milik Bu Neni. Alista yang melihatnya pun kaget. Biasanya Karisa itu santai-santai saja kalau berjalan. Tidak seperti ini. "Ada apa, Ris?" "Ka--" Saat itu juga Alista menggelengkan kepala dengan mata yang melirik ke arah Rafael. Tentu Karisa tahu maksud Sahabatnya. "Ada... Ada..." "Ada apa, sih? Kenapa? Di mana? Gimana bisa terjadi?" tanya Alista bertubi-tubi. Karisa semakin lelah mendengarnya. "Arsen berantem!" "Apa?! Kok bisa?" reaksi Alista yang terdengar sangat terkejut membuat Rafael bingung, Jangan-jangan Alista itu pacarnya Arsen. Tapi bisa saja mereka saudara, kan? Ah, tidak. Wajah Mereka tidak mirip. Saking seriusnya bergelut dengan pikiran sendiri, Rafael baru sadar kalau Alista sudah tidak ada di sekitarnya. Sial! Alista membelah kerumunan murid berkat bantuan Karisa. Benar kata Sahabatnya. Arsen sedang tindih-tindihan dengan tangan mengepal yang terus dipukul kan ke rahang keras lawannya. Alista memijit kening. Ini hari kedua sebagai murid berseragam abu-abu, tetapi Sang Kakak malah berbuat ulah. Mana Arsen melawan dua orang lagi. Kan, kalau Kakaknya kalah, ujung-ujungnya malu-maluin. Alista bergerak mendekati tiga orang itu. Sorakan adu domba seketika terhenti. Alista menarik keras daun telinga Arsen. "Anj--aduh-aduh! Woy! Lepasin!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD