Seseorang bangkit dan membungkuk penuh hormat. Dia berdeham untuk melancarkan tenggorokan.
"Kaisar Jepang, Kaisar Minamoto, mengirim yang berambut hitam sebagai salah satu dari sekian hadiah yang telah beliau wariskan dengan murah hati," terdengar suara familiar milik Wang Wei. "Dialah yang mereka sebut sebagai geisha."
Seluruh tatapan berbalik ke Iroha. Sakura juga menatapnya. Rambut panjang Iroha dipelintir di atas kepalanya dan dihiasi oleh sisir emas serta bunga putih kecil, dengan gaya yang jauh lebih rumit daripada para pelayan. Kimono hitamnya bercorak bunga putih dan oranye membuatnya semakin mencolok. Sakura menatap para lelaki. Hanya dua dari mereka yang tampak tidak tertarik.
Satu duduk di sisi kanan Xiao Lang dan yang lainnya duduk di dekat tengah meja, di sebelah kiri, poni putihnya menutupi matanya. Kaisar menunjuk ke Iroha, ia berdiri dengan keanggunan yang memukau sebelum kemudian menghampiri sang kaisar.
Sakura sedikit memertaruhkan pandangannya. Iroha berlutut dan Xiao Lang memegang dagu gadis itu menggunakan ibu jari dan jari telunjuknya, para lelaki mengamatinya dalam diam. Sang Kaisar menarik wajah Iroha mendekat lantas menghirup aroma yang menguar dari lehernya. Tanpa bantuan Iroha, Sakura harus mengingat ulang seluruh kata Mandarin yang ia ketahui untuk mengikuti perbincangan yang mengalir kembali.
"Putra Kekaisaran Agung…?" hanya itu yang bisa Sakura pahami dari kata-kata Xiao Lang. "Nasib baik untukmu, huh?"
Para pejabat yang hadir tampaknya berbagi perasaan dengan sang pangeran dan kompak mengangguk setuju. Beberapa saat kemudian, tatapan sang kaisar jatuh ke Sakura.
"Dan yang satu ini?" dia bertanya.
Kerutan heran Sakura makin dalam. Kenapa kau berlagak tidak tahu apa-apa dan tidak pernah mengenalku di saat kaulah yang menculikku ke sini?
"Yang ini," lanjut Kasim Wei, “untuk Huangdi. Dia adalah hadiah dari saya."
Perhatian sekarang tertuju kepada Sakura, membuatnya merasa begitu terancam dari kepala sampai kaki. Energi dalam tatapan para pria yang tertuju kepada Sakura menimbulkan keinginan besar untuk melapisi seratus kimono lagi di tubuhnya. Lantas dia baru menyadari kepalan tangannya terlalu erat kala rasa perih muncul di sana. Kegugupan dan frustasi itu nyata, terbukti dari kuku-kuku jemarinya menusuk daging telapak tangannya.
"Zong Xian," ujar sang kaisar, mata masih tertuju pada Sakura. "Apa pendapatmu tentang hadiah Wei?"
Ketika tidak ada yang berbicara, Sakura melirik sekilas ke atas. Pemuda yang duduk di sebelah kanan Xiao Lang memelototinya dengan gelora yang luar biasa. Sakura segera kembali menunduk, nyaris terjatuh.
Apakah dia telah melakukan sesuatu yang tidak sopan?
Kaisar terkekeh singkat dan mengatakan sesuatu. Para pria lain ikut bercanda dan tertawa. Sakura menyipitkan mata selagi berusaha memahami apa yang mereka katakan. Tapi kemudian, si pemuda mencondongkan tubuh ke depan dan mengomentari Sakura.
"…mata seperti itu," hanya itu yang bisa Sakura pahami.
Pemuda itu mengangkat tangan dan menunjukkan kepada para pria sebuah cincin emas yang lebar, sebuah permata hijau tertanam di tengahnya. Dia berbicara lagi dan melihat Sakura secara bergantian dengan permata tersebut. Apakah dia sedang membandingkan mata Sakura dengan permata itu?
Wei tersenyum dan mengatakan sesuatu kepadanya, terdapat raut meminta maaf di wajahnya. Berikutnya, Sakura mengetahui dari Iroha bahwa pangeran berpikir tidak tepat bagi Wei untuk menjadikan Sakura sebagai hadiah kepada kaisar karena penampilannya terlalu sederhana. Satu-satunya yang dapat dibanggakan hanyalah mata hijaunya yang tidak biasa—warna paling berharga untuk permata di China. Walau mengkritik demikian, pangeran menaruh mata kepada Sakura, alih-alih Iroha yang dipersembahkan untuknya.
Bagaimanapun, Wei telah meyakinkan pangeran tentang kecantikan dan keterampilan menari Iroha. Dia juga menginformasikan bahwa Iroha sangat terpelajar dalam seni kenikmatan, dan itu benar. Karena Putra Kekaisaran Agung adalah penikmat kegiatan semacam itu, dia pun menganggap Iroha lebih cocok untuknya.
Wei berganti menatap sang kaisar.
"Mohon untuk menerima hadiah saya, Huangdi."
"Aku sudah memiliki istri," ujat Xiao Lang secara kasar.
"Dan sekarang Anda memiliki selir yang cantik."
Seorang pria yang duduk tepat di samping pangeran berkomentar dan bagi Sakura itu kedengarannya dia mengatakan bahwa kaisar tidak menyukai wanita. Kaisar menatap pria yang baru saja bergosip itu bak binatang buas sebelum menerkam mangsanya yang terpojok. Tiba-tiba, seorang pelayan memasuki ruangan, memecah ketegangan. Ia berbicara singkat dengan kaisar kemudian pergi.
Segera setelah pelayan menghilang, sejumlah pelayan menyerbu ruangan dengan membawa makanan yang sangat banyak untuk kaisar dan para pejabatnya. Sakura belum pernah melihat begitu banyak jenis daging, buah-buahan, sayuran, dan sup di sepanjang hidupnya.
Kaisar berbicara lagi tapi Sakura tidak memerhatikannya. Dia terpesona dengan beragam makanan yang mengingatkannya pada fakta bahwa dia masih cukup lapar dan haus. Aula menjadi sangat sunyi. Butuh beberapa saat bagi Sakura untuk menyadari bahwa semua orang memandangnya dengan sorot tak percaya. Mata Iroha membelalak karena ketakutan. Dengan dua jari, ia diam-diam membuat gerakan “datang ke sini” kepada Sakura.
Wajah pangeran memerah dan alisnya berkerut. Dengan suara tegas, dia mengatakan sesuatu secara langsung pada Sakura dan menggebrak bagian atas meja, membuat piring yang paling dekat dengannya berderak. Sakura berkedip. Apa yang terjadi? Apakah dia tahu bahwa Sakura tidak bisa memahaminya? Dia berbicara sangat cepat dan kata-katanya sangat formal dan kompleks. Juga, Sakura tidak memerhatikan.
Hal berikutnya yang Sakura tahu, sang Kaisar berdiri di hadapannya. Ia mencengkram lengannya begitu erat, spontan membuat Sakura meringis oleh sentakan rasa sakit. Dia ditarik ke atas dan diseret cukup kasar ke tempat ia duduk. Xiao Lang menjatuhkannya di posisi yang dekat dengan tempatnya dan kembali duduk di kursi rendah emas yang menjadi kepala meja. Begitu Sakura mendapatkan kesadarannya, dia duduk tenang dan tidak bergerak seperti yang dia pelajari di Okiya dan disempurnakan lagi oleh Iroha dalam perjalanan ke China.
Sang Kaisar tidak banyak berbicara. Para pejabat dan pangeran saling berbincang sembari menikmati makanan, tapi kaisar menyimpan suara untuk dirinya sendiri. Kadang-kadang dia berbicara kepada pangeran, namun tidak ada yang dapat membuatnya sering bersuara selain Wang Wei. Sekarang Sakura mengerti apa yang dimaksud Iroha dengan keheningan yang mengikuti Xiao Lang. Tulang Sakura sudah terasa gemetar oleh rasa takut. Tapi, setiap kali dia menangkap tatapan Iroha, mereka akan saling mengirimkan tatapan meyakinkan untuk menguatkan satu sama lain.
Sungguh, Xiao Lang yang sekarang berbeda jauh dari Xiao Lang beberapa bulan lalu di Okiya Wagataki.
Saat makan, pangeran memasukkan tangannya ke leher kimono Iroha dan meraih dadanya di hadapan semua orang. Pipi merah gadis itu bersinar melalui riasan yang kian memutihkan wajahnya. Selain itu, dia sepertinya tidak keberatan. Dia tersenyum anggun menghadapi situasi yang memalukan itu. Pangeran membuat beberapa komentar yang kemudian dicemooh oleh para pejabat. Memalingkan muka, Sakura melirik Xiao Lang.
Sakura senang bahwa pria itu tidak menaruh peduli padanya tapi di saat yang sama dia juga merasa kesepian. Dan meski dia akan memberikan apa pun untuk semangkuk nasi pada saat itu, dia dan Iroha tidak bisa makan di antara keluarga kekaisaran dan bangsawan. Setidaknya, mereka belum diberikan izin untuk melakukannya.
Sakura menyibukkan diri dengan diam-diam menatap Yukito, merasa senang dapat mengetahui namanya. Ia duduk di samping pria berambut panjang abu-abu yang Sakura perhatikan sebelumnya. Pria itu memiliki mata biru laut bak kucing yang memberikan firasat kepada Sakura. Ia dan Yukito sangat mirip, renung Sakura. Apakah mereka memiliki hubungan darah?
Pria berambut abu-abu panjang itu menangkap salah satu tatapan Sakura dan mencambuknya dengan tatapan tak kenal ampun. Perasaan Sakura dipastikan akan memar oleh rasa takut selama satu atau dua minggu akibatnya. Dia tidak bisa mengumpulkan keberanian untuk menatap Yukito lagi, takut-takut akan mendapatkan sorot cambukan sekali lagi.
Jamuan makan berakhir. Iroha dan Sakura diambilalih dari para pria oleh Ayaka dan para gadis pelayan. Sakura bernapas lega mengetahui dia akan dapat segera kembali berbincang dengan temannya. Akan tetapi, kelompok gadis itu tiba-tiba pecah menjadi dua dan mulai berjalan ke arah yang berbeda. Sakura mencoba meraih tangan Iroha tapi salah satu pelayan menghentikannya.
"Mereka membawanya ke Istana Yilan,” ujar Ayaka. "Itu adalah harem tempat semua wanita pangeran tinggal."
"Tapi, kami harus tetap bersama!" protes Sakura.
"Kita akan berjumpa lagi," kata Iroha, menenangkan, meski ada keraguan di matanya.
Dengan begitu, Iroha pergi, menghancurkan harapan Sakura untuk memiliki kebahagiaan dan hubungan kekerabatan di dunia baru yang menakutkan ini.
Ayaka membawa Sakura ke bagian lain dari istana, tapi tidak seperti sebelumnya, Sakura tidak memerhatikan kemewahan gaya di sekitarnya. Mereka tiba di sepasang pintu yang dijaga oleh beberapa penjaga yang mengenakan baju besi hitam, lantas memasukinya. Di dalam ruangan yang tampak seperti ruang utama untuk berkumpul dan bercakap-cakap, Sakura dibawa memasuki pintu lain menuju kamar tidur besar.
"Saya harus pergi sekarang, ini adalah tempat tinggal Anda. Anda boleh menjelajah tapi Anda tidak diizinkan keluar melalui pintu yang dijaga secara sembarangan tanpa izin."
Satu gadis pelayan tetap bersama Sakura. Dia mengambil alat musik petik lalu mulai memainkan instrumen tenang yang membuat Sakura makin merasa hampa. Ada sebuah perabot seperti lemari besar tanpa pintu yang ditinggikan dengan empat kaki kayu. Ada tirai tembus pandang yang ditarik ke belakang di kedua sisinya. Pelayan memberitahu Sakura bahwa itu adalah tempat tidur.
Sakura merasakan bantalan di bagian bawah yang dia sebut sebagai kasur. Itu terasa kokoh, dia akan duduk di atasnya tetapi hatinya berbunga kala menemukan bingkisan yang Okami berikan kepadanya di kaki tempat tidur. Mungkin Ayaka yang meletakkannya di sana. Sakura harus berterimakasih kepadanya nanti.
Itu bukan sesuatu yang berharga namun terasa sebaliknya bagi Sakura. Pernak-pernik dan pita, bunga sakura yang diawetkan, dan segenggam tanah Jepang yang dimasukkan ke dalam tas kain kecil. Sakura menghirup wanginya dan untuk sesaat dia berada di kebun Okiya Wagataki. Buah yang dia kemas sudah lama dimakan dan dibagikan dengan Iroha, tetapi dia menyimpan bijinya. Mungkin, dia bisa menanamnya suatu hari nanti.
Menyimpan barang bawannya di laci—salah satu dari laci yang banyak dia miliki sekarang—Sakura pergi ke ruang utama ketika dia melihat sesuatu di meja riasnya. Sebuah cermin, dia bergegas mendekatinya dan menggenggamnya. Biasanya dia bercermin tiap kali merias diri sebelum menjalankan pekerjaannya sebagai geisha. Sekian bulan tidak bercermin sedikit membuat Sakura melupakan sensasi berdebar itu. Dia juga jadi sedikit melupakan penampilan fisiknya.
Kulitnya sedikit kecokelatan karena gen keturunan, rambutnya terlalu kecokelatan, dan matanya terlalu besar. Tapi Sakura tidak merasa dirinya benar-benar tidak menyenangkan untuk dilihat. Meskipun matanya yang kehijauan tampak bagus, dia berharap matanya berwarna cokelat, bukan warna aneh itu. Mata itu tampak seperti milik makhluk dalam kisah menakutkan yang diceritakan kepada anak-anak.
Tatapan Sakura beralih dari satu sisi ke sisi lain di wajahnya. Ketika dia tidak bisa memutuskan untuk memaafkan bentuk hidungnya yang dirasa sedikit buruk, dia meletakkan cermin menghadap ke bawah di atas meja.
Gadis pelayan, yang kemudian mengungkapkan dirinya bernama Yao Yan, menghentikan permainan musiknya dan mengikuti Sakura ke ruang utama. Ketika Sakura menanyainya, dia menjelaskan, "Anda diizinkan untuk memerintah satu pelayan istana. Saya harus melakukan apa yang Anda inginkan dan mengikuti kemana pun Anda pergi.”
Sakura tidak berpikir dia bisa memerintah siapa pun tapi merasa terhibur dengan kehadiran Yao Yan.
Ruang utama didekorasi begitu detail oleh sekian furnitur dan ornamen di mana pun Sakura menaruh pandangan. Dia juga kagum pada udara yang sangat bersih dan harum. Sakura melihat kipas lipat di atas meja dan dengan hati-hati membukanya untuk melihat karya seni yang rumit di sana.
"Whoa…."
Itu sangat indah—sebuah pohon abu-abu dengan bebungaan merah cemerlang yang dilukis di atas kertas tipis, dihiasi pula oleh dua capung yang terbang di tengah dekat tepi kiri.
"Kau pikir apa yang sedang kau lakukan?!"
Sakura menjatuhkan kipas seolah itu terbakar oleh api. Seorang gadis berambut hitam dengan dagu yang diangkat angkuh, memelototi Sakura melalui mata kecokelatannya. Sakura tercengang namun tidak terlalu terkejut saat menyadari dirinya telah diajak bicara menggunakan bahasa Jepang.
Saat gadis itu mendekatinya diikuti tiga pelayan di belakangnya, gadis lain dengan tata rambut yang sama sepertinya, memasuki ruangan dari sekat partisi ganda di sebelah kanan Sakura. Ia mengeluarkan kipas dengan anggun lantas menutupi hidung dan mulutnya.
Sakura mendapatkan suaranya. "Saya—"
"Tidak tahu tempatmu?" tanya si gadis seraya meletakkan tangannya di kedua bahu Sakura lantas mendorong wajahnya ke wajah Sakura.
Sakura terdorong, meluncur ke sofa.
"Maafkan saya. Saya hanya melihatnya," Sakura menjelaskan, matanya melirik ke Yao Yan untuk mencari bantuan yang tidak menghampirinya.
"Kau terlalu jauh dari rumahmu, Jalang, jadi biarkan aku mendidikmu," cecar si gadis dengan suara yang kejam, berbanding terbalik dari penampilan femininnya yang menyenangkan. "Menyentuh apa pun milik Li Mei Ling lagi, dan aku akan menguburmu begitu dalam… anjing pelacak tidak akan bisa menciummu."
Ia memberi isyarat kepada seorang pelayan untuk mengambil kipasnya. Sebelum menyerbu ke kamar sebelah, para pelayannya menutup partisi dengan jentikan tajam di belakang Sakura untuk mencerminkan suasana hati majikan mereka.
Gadis lainnya duduk di samping Sakura dan tertawa kecil. "Namamu?" tanyanya dalam bahasa Jepang namun dengan aksen China yang lebih kuat dari gadis pertama, Mei Ling.
"Kinomoto Sakura," jawab Sakura hati-hati.
"Aku Wei Shu Wan," tutur si gadis, "Aku Selir Resmi Kerajaan untuk Huangdi. Napas segar, udara musim semi yang baru saja pergi barusan adalah Mei Ling. Dia adalah Istri Pertama."
Sakura melihat partisi kayu yang baru saja dilalui oleh Mei Ling saat Shu Wan perlahan mengipasi dirinya sendiri.
"Jangan menyibukkan diri memikirkan sikapnya kepadamu,” kata Shu Wan, "ketika kau mencintai kaisar, langka bagimu untuk mendapatkan balasan cinta yang serupa. Jadi, kau tahu, dia memiliki alasan untuk tidak menyukaimu. Dan tergantung bagaimana perasaanmu kepada beliau, kau bisa tidak menyukai Mei Ling sebagai balasannya."
Sakura mengangguk kaku, terlalu takjub mengetahui rumor yang mengatakan adanya kompetisi ketat di antara para wanita harem bukanlah isapan jempol belaka. Shu Wan tersenyum lebar, memerlihatkan deretan gigi putih bersih.
"Huangdi bisa menjadi orang yang sulit untuk dihibur," tutur Shu Wan, "dia tidak selalu menginginkan apa yang sudah diberikan kepadanya. Perbedaan di antara Mei Ling dan aku adalah aku menerima tempatku di dalam hidup Huangdi, sedangkan Mei Ling menginginkan hal yang lebih darinya. Sebuah asmara masa kecil."
"Oh…." gumam Sakura, alisnya naik.
"Jangan menyibukkan diri dengan mengasihaninya. Istri Pertama dipilih hanya untuk melahirkan anak laki-laki. Dia tahu itu.”
"Untuk apa selir resmi dipilih?"
Shu Wan menutup kipasnya dan menyandarkan ujungnya ke dagunya. "Status."
"Dan selir?" tanya Sakura lembut.
Shu Wan menatap mata Sakura. "Kecantikannya… masa muda… kesenangan."
"Tapi aku tidak pernah—maksudku, aku—"
Sakura ragu-ragu. Pelayannya, Yao Yan, masih ada dan Shu Wan memiliki dua orang di belakangnya yang siap dipanggil kapan pun.
"Seorang perawan?" tanya Shu Wan, dengan sopan menyebutkannya. "Tentu saja kau begitu. Siapa yang berani memberikan sesuatu yang tidak sempurna kepada Huangdi?"
Sakura meremas tangannya. Bukan diberikan, dia sendiri yang memilih dan menyuruhku menginjakkan kaki di sini.
"Tidak ada yang perlu diresahkan," ungkap Shu Wan, menjentikkan kipasnya agar terbuka. "Dia bukan pria yang terlalu… mendalami seksual. Kau mungkin tidak akan pernah dipanggil olehnya."
Sakura mengembuskan napas lega.
"Jadi, dia tidak menginginkanku. Aku bisa tetap tinggal di Jepang bersama Okami."
"Apa masalahnya jika dia menginginkanmu? Faktanya adalah setiap pria mungkin menginginkanmu. Itu akan membuatnya semakin dihormati.”
Sakura tidak mengerti mengapa pria akan menginginkannya kala dia melihat pantulannya di cermin sebelumnya. Dia berpikir para pelayan lebih menarik dengan kulit pucat dan rambut gelap mereka. Padahal, Shu Wan juga cantik dengan rambut cokelat gelapnya. Apakah semua wanita di Kota Terlarang secantik ini?
"Ini semua politik dan penampilan," tutur Shu Wan, menjatuhkan tatapan ke arah tempat tinggal Mei Ling. "Tapi aku bersyukur aku tidak harus menderita seperti gadis segalak nenek tua itu. Salah satu dari kita pasti akan menemui akhir sebelum waktunya.”
Mata Shu Wan sedikit menyipit tapi kemudian ia tertawa. Sakura tidak memahami apa yang lucu. Jika mereka berdua adalah wanita milik kaisar, maka mereka adalah saudara perempuan, dalam artian tertentu. Mereka harus saling akur. Sekali lagi, Sakura berharap dia dan Iroha dapat tetap bersama. Dia tidak berpikir dia bisa bertahan hidup di tempat ini sendirian, tapi mungkin dia saja yang terlalu pesimis. Mungkin saja dia bisa mendekatkan diri dengan Istri Pertama menggunakan kepribadian cerianya.
Entah bagaimana Sakura tahu, jika tidak seperti itu, hidupnya di sini tak akan tertahankan.
TO BE CONTINUED
Kota Terlarang di sini diambil referensinya dari China langsung ya, guys :D