Mei Ling berlutut di lantai dengan tangan terlipat di depan tubuhnya. Ini adalah pertama kalinya Sakura melihat wanita itu dengan rambut tergerai. Beberapa sisi rambut jatuh di sepanjang sisi wajahnya, menyatu dengan jubah hitam yang ia kenakan pada hari ini. Itu sangat sederhana dalam desain menurut standar Mei Ling yang tinggi.
Shu Wan duduk di tepi sofa bersama Jia Li dan Hu Tao, wajahnya tidak berekspresi selagi dia mengipasi diri, pergelangan tangannya bergerak maju dan mundur dengan tempo cukup cepat namun tetap terlihat anggun. Jia Li menyesap teh hijau bersama Hu Tao, tampak sama tidak pedulinya. Fang Hua dan Shi An duduk bersama Sakura di sofa lainnya yang berseberangan dengan tiga selir bergelar Fei tersebut. Para dayang berdiri di sudut ruangan, hadir namun tidak diizinkan untuk ikut campur. Pintu ruangan utama tempat bercengkerama mereka di Istana Dalam terbuka membuat Mei Ling menegang.
Sang Huangdi melangkah masuk, mengenakan pakaian seni bela diri, wajahnya tidak terganggu oleh apa yang akan ia lakukan kepada Mei Ling. Seolah-olah itu hanya gangguan kecil di aktivitas sehari-harinya. Air mata yang tidak tumpah membasahi mata hijau Sakura. Pria itu adalah suaminya? Suatu hari, ia mungkin akan melakukannya juga padanya. Ia akan datang padanya, berniat memenuhi tugasnya dan tanpa rasa bersalah, menjatuhkan hukumannya.
"Kami membungkuk di hadapanmu, Huangdi.”
Seluruh istri di dalam ruangan bersorak saat mereka bersujud.
Yun menyerahkan tongkat kayu gelap yang telah dibelai olehnya kepada Xiao Lang. Pikirannya sepertinya tenggelam dalam membayangkan bagaimana cara terbaik untuk menggunakan tongkat itu kepada Istri Pertama. Yun berdiri dengan d**a membusung, menatap Xiao Lang seperti seorang ayah yang bangga. Dan ketika Xiao Lang berdiri di belakang Mei Ling, menyesuaikan posisinya sedikit ke kiri, Yun menggeser posisinya agar dapat melihat dengan lebih jelas.
"Aku akan membiarkanmu mengatakan sesuatu sebelum kita mulai,” ujar Xiao Lang, dia berhasil terdengar baik dan sabar seperti seorang biksu.
"Mohon maafkan saya, Huangdi,” pinta Mei Ling dengan ketulusan yang nyaris menghancurkan hati Sakura. "Saya seorang wanita. Jadi, saya rentan terhadap kebodohan. Saya tidak menghormati Anda. Saya tahu saya tidak pantas menerima belas kasih yang akan Anda tunjukkan kepada saya.”
Xiao Lang memegang tongkat di ujungnya dengan ringan, menimbangnya di tangannya selagi merenungkan ucapan Istri Pertamanya. “Dua puluh pukulan,” putusnya.
Dengan cepat, Xiao Lang menurunkan tongkat ke punggung Mei Ling. Guncangan dari serangan itu membuatnya terbanting ke lantai. Dia menarik napas dalam-dalam selagi bangkit kembali, wajahnya dihiasi gurat kesakitan. Pukulan demi pukulan menjatuhkan tubuhnya kembali ke depan. Di pukulan kesepuluh, Sakura merasakan asin di bibirnya. Air mata mengalir deras sekarang untuk Mei Ling, dirinya sendiri, dan setiap perempuan yang lahir pada hari ini. Dunia ini bukan milik mereka tetapi mereka dibuat untuk tinggal di dalamnya, dan mati di dalamnya atas kehendak pria.
Mei Ling tidak mampu duduk kembali, kini menopang tubuhnya dengan kedua tangannya di lantai, menangis tanpa suara. Itu telah mencapai titik di mana wanita lain hanya mampu meliriknya sekilas. Siapa yang bisa terus menonton adegan semacam itu selain Yun?
Xiao Lang mengangkat tongkat untuk menyerang lagi. Tanpa pikir panjang, Sakura bergegas menghampirinya lalu berlutut tepat saat ia memberikan pukulan ketigabelas. Gadis itu meraih kaki Xiao Lang dengan erat.
"Tolong,” ujarnya, tenggorokannya penuh oleh perasaan emosional. “Tidak lagi. Dia mengerti. Kami semua mengerti!”
Mei Ling mengangkat tangan untuk mendorong Sakura pergi. Sakura jatuh, mata hijaunya membulat terkejut. Melontarkan pelototan tajam padanya, Mei Ling kembali ke posisi semula. Menatap mata Sakura, Xiao Lang mengirim dua pukulan lagi ke punggung Mei Ling, lebih keras dari sebelumnya. Dan Sakura membencinya dan dirinya sendiri atas apa yang ia lakukan pada mereka semua.
"Dua puluh,” ujar Xiao Lang.
Yun maju selangkah. "Huangdi, saya menghitung lima belas—”
"Dan aku menghitung dua puluh,” tandas Xiao Lang, suaranya menggelap. “Siapa yang benar? Kau atau aku?”
Yun bersujud. "Saya telah bersalah, Huangdi.”
Xiao Lang mengambil langkah ke arah Sakura. Menggunakan ujung tongkat, dia mengangkat dagu gadis itu. “Istri Pertama murah hati. Kau hampir saja berlutut di sampingnya.”
Sakura hampir mengingatkan Xiao Lang bahwa ia berbicara padanya dalam bahasa Jepang. Tidak. Ia melanggar aturannya sendiri. Tidak. Sakuralah yang tidak diizinkan untuk menggunakannya, bukan?
Xiao Lang mengembalikan tongkat pada Yun lalu meninggalkan ruangan. Sakura segera mengulurkan tangan untuk merangkul Mei Ling. Sekali lagi, wanita itu mendorongnya menjauh. Dayangnya mendekatinya untuk segera membawanya kembali ke kamarnya.
Hu Tao mendecak. “Tidak bersyukur, bukankah begitu?”
"Aku hanya mencoba untuk membantu….”
"Bantuanmu tidak diinginkan. Dia mendorongmu menjauh bukan untuk menyelamatkanmu,” beber Jia Li, “dia melakukannya karena bahkan dalam penghukuman, dia tidak tahan jika perhatian suami kita tertuju pada siapa pun kecuali dirinya.”
***
Malamnya, Sakura duduk di tempat tidurnya, menggoda Kero dengan sepotong daging kecil. Setelah beberapa percobaan, akhirnya harimau kecil itu berhasil merebutnya dari tangan Sakura. Giginya yang tajam menyentuh jemari gadis itu, membuatnya meringis. Seolah menyadari rasa sakitnya, bayi harimau itu menjilat setiap jari Sakura, meminta maaf. Sakura tersenyum sambil menepuk lembut kepalanya, menikmati dengkurannya yang semakin dalam seiring hari makin larut.
"Kau adalah teman yang baik, Kero-chan," ujar Sakura, memeluk peliharaannya. “Aku sangat senang memilikimu.”
Yun memasuki kamar Sakura, tanpa perlu berkata-kata, Sakura tahu pria itu datang untuk membawanya pergi. Menggendong Kero di pelukannya, dia pergi bersama si pelayan. Yun mengambil rute asing ke pemandian Huangdi tapi Sakura tidak mengingatkannya. Bagaimana jika dia dilarang untuk mengoreksi pelayan? Xiao Lang mungkin akan memukulinya jika dia berani melakukannya. Hal yang paling masuk akal untuk dilakukan sekarang adalah memercayai Yun.
Kero, yang melihat tidak ada makanan lagi untuknya pada malam ini, tertidur di pelukan Sakura.
Pemandangan di sepanjang lorong asing ini berwarna semarak seperti lorong-lorong lain yang biasa Sakura lewati. Dia pikir itu bagus untuk mengetahui beberapa sisi istana yang lain. Dia telah mengetahui bahwa Kota Terlarang terdiri dari beberapa istana dan ada kalanya dia duduk, membayangkan ide-ide di benaknya tentang bagaimana penampilan istana-istana lainnya.
Ketika Yun dan Sakura berbelok di tikungan, seseorang yang familiar di Kota menghampiri mereka.
"Tsukishiro-san!" seru Sakura.
Yun melempar pelototan pada Sakura dengan amarah terkutuk. Gadis itu segera memasang ekspresi minta maaf sambil menundukkan kepala. Sakura tidak ingin Yukito kehilangan kepalanya, begitu juga dirinya yang senang merasakan kepalanya masih tersambung pada lehernya.
"Nyonya Terhormat Sakura," ujar Yukito ramah.
Napas Sakura tertahan, waktu melambat. Cahaya surgawi muncul di sekitar Yukiro, bunga sakura mekar di balik punggunya dan kupu-kupu biru kecil menari di sekitar kepalanya. Tentu saja, tidak satu pun dari hal itu benar-benar terjadi, melainkan terjadi di dalam benak Sakura.
"Apa yang Anda lakukan selarut ini?”
Yukito menatap Yun seolah-olah bertanya apakah ia sudah gila mengajak Sakura berjalan-jalan di waktu seperti ini. Sakura meringis dalam diam. Dia tidak ingin Yukito yang baik dan tampan itu mengetahui apa yang dia lakukan bersama kaisar.
"Dia biasanya menjalankan tugasnya untuk tampil di hadapan Huangdi pada malam hari.”
Sakura berharap tanah akan terbuka untuk melahapnya utuh-utuh.
"Huangdi tidak berada di kamarnya. Beliau berada di tempat latihan,” tutur Yukito.
"Benar. Saya membawanya kepada beliau di sana.”
"Ke tempat latihan?”
"Itu sesuai perintah beliau.”
"Saya akan berjalan bersama Anda,” tandas Yukito.
Tidak mengherankan, Yukito bisa mengajak Yun ke dalam percakapan yang sopan. Mereka membahas beberapa hal yang terjadi di antara para bangsawan dan pelayan di istana. Itu tidak termasuk gosip, lebih tepatnya bertukar informasi yang mereka ketahui hari ini pada satu sama lain. Sakura tahu dia tidak bisa bersama Yukito, tapi saat dia berjalan di belakangnya dan Yun, dia berpura-pura menjadi istrinya.
Dalam benak Sakura, dirinya dan Yukito berjalan pulang setelah berkeliling di festival desa kemudian mereka bertemu dengan salah satu tetua desa. Yukito menawarkan untuk mengantarkan pria itu pulang dan Sakura bangga karena ia sangat bijaksana. Ketika mereka tiba di rumah, Yukito akan menciumnya lalu menikmati kebersamaan sebagai suami dan istri. Beberapa bulan kemudian, Sakura akan menemukan perutnya terisi oleh darah daging Yukito dan—
Yukito menoleh ke belakang. "Apakah Anda baik-baik saja?”
Sakura memerah, tertarik kembali ke dunia nyata. “Ya!”
Sakura bergegas menyusul Yukito, diam-diam menegur dirinya sendiri karena terbawa oleh suasana.
"Apakah Anda menyukai hadiah Anda?” tanya Yukito selagi menatap Kero.
"Ya, sangat,” jawab Sakura. "Dia makan sangat banyak sepanjang waktu.”
"Sungguh?” tanya Yukito terkesan terkejut. "Itu aneh. Frekuensi makan harimau putih tidak terlalu sering. Kemudian lagi, dia adalah yang langka. Apakah Anda tahu Huangdi pergi ke sarang harimau itu sendiri dan menariknya keluar?”
"Tidak, saya tidak tahu,” jawab Sakura karena sepertinya Yukito membutuhkan jawabannya.
Ketika mereka menemukan Xiao Lang, ia sedang berlatih dengan pedangnya, berpakaian seperti pagi sebelumnya dengan seragam seni bela diri. Mereka berdiri dari kejauhan, mengamati kaisar itu melawan musuh yang tak terlihat.
"Terkadang, beliau memberikan penghargaan kepada anak buahnya berupa menampilkan salah satu tekniknya,” papar Yukito. “Tidak ada pria yang menggunakan jian seperti beliau. Lihat bagaimana beliau dan senjata itu tampak mulus?”
Terlepas dari apa yang telah Xiao Lang lakukan pada Mei Ling, Sakura terpesona oleh keanggunan dan kekuatannya. Dia belum pernah melihat siapa pun melompat setinggi Xiao Lang atau bergerak secepat pria itu, sambil memanipulasi senjata yang dapat dengan mudah melepaskan anggota tubuh jika lawannya tidak berhati-hati. Walau begitu, Sakura belum pernah melihat mayoritas pria berlatih seperti ini, tapi dia bisa merasakan kekaguman dan perhatian tulus yang diberikan oleh kesatrianya. Jelas bahwa Sakura menyaksikan sesuatu yang tiada bandingannya.
Xiao Lang menebaskan pedangnya ke arah Sakura dan menangkap mata hijaunya.
"Apa yang kau inginkan?"
Sakura hendak menjawab namun urung ketika menyadari Xiao Lang sedang berbicara kepada Yukito.
"Saya berpapasan dengan Yun dan Nyonya Sakura dalam perjalanan kemari. Saya datang untuk berjalan-jalan.”
Xiao Lang berganti tatapan dari Yukito ke Sakura yang berusaha menjauh dari Yukito. Bilah pedang Xiao Lang diarahkan ke tanah tetapi itu tidak menutup kemungkinan dari potensi p*********n yang bisa saja terjadi. Itu berbeda dari pedang samurai yang biasa Sakura lihat karena tampak lebih lebar dan berat. Terlihat cocok di tangan kuat Xiao Lang, namun Sakura lebih memilih pedang itu berada di tangan orang lain dalam situasi pelik ini.
"Namanya jian," ujar Xiao Lang.
Xiao Lang mengulurkan pedangnya pada Sakura. Apakah dia bermaksud agar ia mengambilnya? Yukito menghapus seluruh kebingungan saat ia mengambil Kero dari pelukan Sakura. Tangannya bebas, Sakura memegang gagangnya. Xiao Lang melepaskannya dan dengan segera gadis itu meraihnya dengan tangannya yang lain. Beberapa saat, dia terbiasa dengan bebannya, tidak yakin apa yang Xiao Lang harapkan, pedang itu diangkat di hadapannya. Terdapat letupan binar di mata Xiao Lang. Ia meraih sebuah pedang dari salah satu kesatrianya.
Tangan Sakura gemetar saat Xiao Lang mengambil posisi bertarung di hadapannya. Gadis itu menoleh sekitar untuk mencari bantuan dan pada detik itu juga pedangnya berbenturan dengan pedang Xiao Lang. Itu bukan pukulan keras tapi bagi Sakura itu menakutkan. Sakura mundur, tangannya bergetar. Xiao Lang mengamati setiap gesturnya. Sekarang dan nanti ia akan melancarkan serangan ringan sehingga gadis itu dapat mudah menghindarinya.
Tepat ketika Sakura mulai mendapatkan ide dasar untuk melindungi dirinya sendiri, Xiao Lang berhenti. Dia hampir tidak punya waktu untuk terkesiap sebelum pria itu menyerbunya dan dalam satu gerakan cekatan mengambil pedangnya dari tangan Sakura, lantas menyilangkan kedua bilahnya di sisi-sisi leher gadis itu.
Sakura meremas matanya, bersiap untuk menyambut kematian. Ketika itu tidak kunjung datang, kelopak matanya membuka satu per satu.
"Aku tidak akan memukulmu,” ujar Xiao Lang seraya menurunkan pedangnya. “Kau adalah wanita. Kau memiliki hati yang lembut. Tapi jangan pernah mengulangi apa yang kau lakukan hari ini. Kau harus patuh.”
"Saya bukan tidak patuh,” sanggah Sakura, menatap pedang Xiao Lang dengan gugup. “Saya meminta Anda untuk memberi belas kasih.”
"Kau mencoba untuk memertanyakan otoritasku dengan menggugatku, kau mengatakan bahwa aku salah. Jangan lakukan itu lagi.”
Sakura mengangguk. “Saya mengerti.”
Xiao Lang menyerahkan pedang ke salah satu kesatria. Dia memberi gestur ke kesatria lain yang membawakan sarung jiannya. Xiao Lang memasukkan pedangnya ke sarung itu dengan dentingan kecil.
"Bawa dia ke ruanganku,” perintah Xiao Lang pada Yun, suaranya menggema di lapangan.
Sakura meratap dalam diam. Mengapa Xiao Lang harus mengatakan hal semacam itu di depan semua pria? Setidaknya ia bisa membisikkannya.
Yukito mengembalikan Kero kepada Sakura. Gadis itu berterimakasih sebelum kemudian segera pergi bersama Yun.
Sekitar satu jam berlalu sebelum Xiao Lang tiba di kamarnya. Rambutnya basah, dia tampak segar. Dia sudah mandi? Siapa yang telah memandikannya? Perempuan lain? Walaupun Sakura belum terbiasa dengan sang kaisar, ia berpikir hanya dirinya yang memandikannya. Hal itu memberinya perasaan terkait tujuannya berada di istana, jadi mengetahui sekarang bahwa tugasnya tidak begitu istimewa agak mengecewakannya karena itu berarti dia tidak begitu istimewa juga.
Xiao Lang melepaskan jubahnya, berdiri dengan membiarkan hanya celana yang menutupinya. Sakura berada di tepi tempat tidur pria itu, duduk. Xiao Lang bergabung dengannya, duduk di sampingnya, bersikap dingin dan tenang seperti biasa. Ia melihat ke arahnya, dalam sekejap Sakura mengerti apa yang ada di pikiran pria itu dan itu membuat napasnya pendek disertai otot-otot menegang.
Xiao Lang meletakkan tangannya di atas lutut Sakura, panasnya menembus yukata gadis itu. Yun tahu Sakura akan menginap dan meski ia berteriak tidak setuju, ia setidaknya sudah meminta yukata itu agar Sakura tidak perlu mengenakan kimono sepanjang malam. Atau mungkin, ia membawakannya karena lebih mudah dilepaskan jika kaisar ingin melakukannya.
"Yang Lu Hu akan mengajarkanmu bahasa Mandarin mulai sekarang,” tutur Xiao Lang, “dia adalah salah satu guru terbaik yang kuketahui. Aku belajar bahasa Jepang darinya.”
Xiao Lang telah berkata dia akan mencarikan guru untuk Sakura. Apakah dia berkata Yang Lu Hu? Itu pasti suami Yi An. Jika ia seperti yang Yi An jelaskan, Sakura yakin akan menyukai pria itu. Xiao Lang berbaring di tempat tidur, menatap langit-langit. Sakura ingin tahu apa yang pria itu pikirkan tapi dia tidak berani melakukannya. Dia masih terguncang oleh apa yang terjadi pada pagi ini dan juga gugup karena apa yang dia rasakan dalam sorot mata Xiao Lang sekarang.
"Jangan melihatku seperti itu,” tegur Xiao Lang, menarik Sakura dari pikirannya. “Terimalah apa yang telah terjadi dan pikirkan tentang hal-hal lain.”
Sakura mengerjap. Apakah Xiao Lang dapat membaca pikiran?
"Aku mengurangi lima pukulan. Itu tidak berarti apa-apa bagimu?”
Mereka bertukar tatap, membuat Sakura mengerti bahwa itulah bentuk belas kasihan yang pria itu berikan.
Sesaat kemudian, Yun memasuki ruangan.
"Apa?” tanya Xiao Lang, tatapannya masih terpancang pada Sakura.
"Kepala Tabib Qiao hadir untuk menemui Anda.”
Xiao Lang menutup matanya dengan letih. “Bawa dia masuk.”
Seorang laki-laki tua beringsut melewati pintu partisi. “Hambamu bersujud di hadapanmu, Huangdi.”
Sakura hampir terkejut melihat lelaki tua itu perlahan dan dengan susah payah menjatuhkan diri untuk bersujud di depan Xiao Lang. Gadis itu meyakini bahwa Xiao Lang tidak menyadai betapa terbebaninya tubuh lelaki tua itu karena tabib itu pasti akan berkata tidak perlu memedulikan hal-hal sepele. Meskipun sulit bagi Kepala Tabib Qiao untuk bersujud, ia bangkit berdiri melalui kesulitan yang sama. Sakura bersumpah dia mendengar retakan tulang.
Si tabib mengenakan jubah yang sangat sederhana untuk seseorang yang tinggal di Kota Terlarang. Wajah dan tangannya sangat keriput, berwarna kuning, mereka bisa dianggap sebagai kertas kusut. Seluruh rambutnya berwarna putih tapi dia memiliki rambut yang penuh di kepala serta janggut yang cukup panjang. Tabib itu memancarkan kebijaksaan dan rasa hormat namun Xiao Lang mengabaikannya, sangat jelas memberi kesan bahwa pria tua itu tidak lebih dari seorang pengganggu.
"Huangdi,” ujar Kepala Tabib Qiao dalam suara yang tegas. “Saya datang dengan membawakan kalender yang baru untuk Anda.”
Tatapan si tabib menemukan Sakura yang berada di kaki tempat tidur.
"Ah, benar," ujarnya. "Saya akan memasukkan Ying Guiren ke dalam perhitungan juga.”
"Tidak perlu," tolak Xiao Lang.
Si tabib tua mengeluarkan beberapa kertas, memelajarinya seolah tidak mendengarkan penolakan sang kaisar.
"Ah, benar," tukas Kepala Tabib Qiao. "Mendiang Huangdi memberikan instruksi kepada saya. Saya harus mendelegasikan waktu pembuahan untuk seluruh wanita Anda, Huangdi.”
Xiao Lang bangkit dari tempat tidurnya seraya bersedekap. Dia menunggu cukup lama sebelum tabib itu berbicara lagi. Beberapa posisi tinggi telah diberikan kepada tabib itu di usia tuanya, dan ia berniat untuk memanfaatkannya semaksimal mungkin. Terlihat jelas dari tiada ketakutan dalam dirinya dan Xiao Lang tidak mendesaknya untuk segera menuntaskan tugasnya.
"Anda harus membawa Istri Pertama Mei ke tempat tidur Anda dalam minggu ini. Setidaknya, tiga kali,” ujar Kepala Tabib Qiao pada akhirnya. “Shu Fei dan Jia Fei di minggu sesudahnya, masing-masing dua kali. Dan Hu Fei di minggu sesudahnya lagi, setidaknya dua kali. Saya telah memberikan ramuan teh kepada mereka untuk membantu prosesnya.”
"Itu semua menjadi sembilan kali,” sahut Xiao Lang dan jika Sakura tidak salah, itu hampir terdengar seperti keluhan.
"Persyaratannya sudah minimum,” tukas si tabib.
"Aku sibuk.”
"Tiduri mereka di malam hari.”
Sakura menggigit bibir bawahnya agar tidak tertawa. Dia sudah cukup memahami beberapa percakapan terakhir beberapa kali ini.
Kepala Tabib Qiao menulis beberapa kali lagi di selembar kertas selagi berbicara dengan Xiao Lang. Selepas tabib tua itu pergi, Xiao Lang kembali ke tempat tidur dengan ekspresi cemberut. Sakura tidak mengerti mengapa ia tidak ingin bersama Mei Ling dan Shu Wan, begitu pula selir Fei lainnya yang tidak kalah rupawan. Menurut Iroha, wajar jika pria sering bersama wanita. Penasaran dengan suasana hati Xiao Lang, Sakura menghampirinya. Pria itu menarik tangannya, memberi gestur untuk beristirahat di sisinya.
"Ada apa?" tanya Sakura.
"Mereka tidak akan melahirkan seorang putra.”
TO BE CONTINUED