Lima

1243 Words
"Tuan, Bu dokter orangnya baik ya? Cantik banget lagi." Bi Wati tersenyum-senyum dengan niatan menggoda sang majikan, sambil tangannya masih sibuk memeras kompresan untuk baby Rangga. Ia segera meluncurkan komentar pertamanya, begitu Lanisa menghilang dari pintu kamar atas. Sebenarnya, Bi Wati bukan satu-satunya perempuan di istana sang Tuan singa tampan Reymond Wiraditama. Di rumah seluas seribu tujuh ratus meter persegi ini, masih terdapat enam orang perempuan asisten rumah tangga lainnya yang terdiri dari dua orang babysitter, seorang juru masak dan tiga orang bagian kebersihan. Bila dihitung total dengan jumlah satpam yang bekerja di sini, tukang kebun dan seorang bodyguard yang selalu setia di samping Rey, total ada dua belas pegawai yang tinggal di rumah ini. Alih-alih menjawab pertanyaan sang asisten rumah tangga setianya, Rey malah memerintahkan Baim untuk mengambilkan handphonenya. "Ambilkan tas saya di meja kerja. Dan beritahu Nathan untuk batalkan semua jadwal saya hari ini. Saya gak akan lanjut kerja dan hanya akan menemani Rangga." "Baik Tuan." "Owh satu lagi." Rey menjentikkan telunjuknya. "Suruh Nathan cari informasi sedetailnya tentang Lanisa! Beritahu saya secepatnya. Dan jangan sampai Mama Papa tau!" Rey adalah salah satu kontraktor yang namanya cukup diperhitungkan di kancah bisnis Asia Tenggara. Wiraditama corporation. Bisnis yang dibangun orang tuanya sejak dua puluh tahun yang lalu, dari nol, kini tidak hanya membawahi beberapa anak perusahaan di bidang konstruksi saja. Tapi juga merambah ke sektor ekspor impor material mentah, interior design and building technology. Semua yang dikelolanya, cukup berhasil dan menjadi saingan berat bagi perusahaan lainnya, di bidang yang sama. Tak hanya itu, Wiraditama merupakan pemegang saham tertinggi di salah satu perusahaan e-commerce di segmen home and living, yang menguasai pasar Asia di empat kuartal terakhir, WindowShopping.com. Pria berusia tiga puluh lima tahun ini, berstatus masih lajang. Tapi sudah memiliki dua orang anak angkat yang sangat lucu, bernama Aldrich Keanu Wiraditama dan Rangga Kusuma Wiraditama. Rey merupakan anak kedua dari garis keturunan pertama tahta Wiraditama, anak dari Bapak Brata Wiraditama dan Ibu Lisa. Namun, kini ia harus menjadi satu-satunya penerus, karena sang kakak dan istrinya meninggal dalam sebuah kecelakaan pesawat saat perjalanan menuju ke London, waktu Aldrich berusia empat tahun. Sedangkan Rangga, adalah seorang anak angkat yang dia temukan di depan pintu gerbang rumah Rey. Ia dengan sangat tega ditinggalkan oleh kedua orang tuanya di sana, sekitar sepuluh bulan yang lalu, saat bayi ini berusia satu bulan. Nyonya Lisa Wiraditama awalnya menolak Rey mengangkatnya sebagai anak secara resmi. Tapi setelah perdebatan panjang, akhirnya sang mama menyerah pada keputusannya ini. "Mama gak mau tau! Kalo kamu memang mau angkat dia jadi anakmu, buat legalitasnya! Dan jaga baik-baik. Jangan sampai ke depannya ada orang ngaku-ngaku itu anak mereka dan jadi bumerang buat kamu sendiri." ----------------------------------- Rasanya baru kali ini, Rey merasakan dadanya berdebar bertemu dengan perempuan yang bahkan bukan merupakan kriteria wanita idamannya. Lanisa Kenanga, seorang dokter anak yang baru pertama kali Rey temui, dan bahkan ia menemukannya justru di sebuah kantor penyedia jasa arsitektur. Bukan di rumah sakit. Sikap pemberontaknya, kalimatnya yang sarat nasehat namun tidak menghakimi, dan saat ia memeluk Rangga dan menciumnya, tiba-tiba Rey merasa bahwa dia adalah orang yang sangat dekat dengan Rey. Sangat tepat. Tidak ada perasaan asing terhadapnya. Bagi Rey, rasa-rasanya suasana menjadi begitu hangat saat Lanisa ada di antara mereka, di rumah ini. Rey memberanikan diri untuk mengiriminya pesan singkat. Hei.. dia seorang pemberani, Rey bukan seorang penakut. Dia bahkan selalu berhasil memenangkan banyak proyek besar dan sulit, yang orang-orang tidak mampu mendapatkannya. Kenapa sekarang hanya untuk mengirim pesan singkat pada Lanisa, dia harus berpikir ribuan kali terhadap dampak baik dan buruknya? ----------------------------------- Tuan Singa: Demam Rangga belum turun. Aku bawa ke RS? Lanisa Kenanga: Ya, tentu aja, Pak!  Gak perlu nunggu besok. Tuan Singa: Kamu di RS mana? Lanisa Kenanga: Maksudnya?? RS mana aja terserah Bapak. Yang penting cepet tertangani. Tuan Singa: Kamu kerja di RS mana? Lanisa Kenanga: Penting ya buat sekarang? Tuan Singa: Penting. Cepat jawab!! Lanisa Kenanga: RS. Bunda Ananda. *** ----------------------------------- Lanisa Kenanga H. (POV) : ----------------------------------- 'Hei, gue punya utang apa sih sama ini orang?' Aku sudah minta maaf, sudah membantu anaknya yang sakit. Harusnya di antara kami sudah tidak ada lagi yang namanya hutang budi kan? Detik saat Pak Danu pulang dari mengantarkanku tadi sore, aku segera memutuskan untuk tidak lagi bertemu, berhubungan atau bahkan mengingat pria bernama Reymond ini. Tidak untuk menjalin pertemanan, atau bahkan hubungan yang lebih serius lagi seperti yang dikatakan Romi. Backgroundnya yang terlalu abu-abu. Sifat mendominasinya, ditambah berita tentang kekayaannya yang Romi sebut 'tajir-melintir', membuatku bergidik ngeri. ----------------------------------- Tuan Singa: Kamu jadwal libur? Lanisa Kenanga: Iya. Ada dokter IGD kan.  Yang on call dr. Cyntia Sp.A Tuan Singa: Cepat datang!! Lanisa Kenanga: Aishhhh!  Gak bisa lah, Pak. Saya ga boleh ngambil jadwal orang sembarangan. Tuan Singa: Cepat! Lanisa Kenanga: Gak bisa!! *** ----------------------------------- Aku membuang handphoneku ke sisi samping tempat tidurku. Kesal! Kenapa aku jadi seperti bawahannya yang sesuka hati dia perintah ke sana kemari? Pusing! Rasanya hari ini terlalu berat. Hari yang seharusnya digunakan untuk meliburkan otakku, tapi malah otakku bekerja lebih banyak seharian ini. Tiba-tiba saja ringtone handphoneku bergetar dan berbunyi nyaring. Mengikuti saran Romi, aku tidak mengaktifkan mode silent lagi. Dan inilah akibatnya. Sial! Aku berusaha bertahan untuk tidak mengangkatnya. Bahkan setelah panggilan ke delapan dia tidak berhenti menelponku. Owh ya, aku baru ingat. Dia adalah Reymond Wiraditama. Seorang pebisnis handal bertangan dingin yang selalu sukses dengan proyek-proyeknya. Apalagi hanya menghubungi seorang Lanisa yang notabene nya hanya seperti upik abu, yang tiba-tiba saja terikat hutang maaf kepadanya. "Halo assalamualaikum. Ada apa!" "Waalaikumsalam. Cepat ke sini. Dan rawat Rangga!" "Aduh ya Allah, Pak. Pertama, di sana sudah ada dokter IGD, perawat bahkan dokter Cyntia itu dokter anak konsultan. Jauh lebih banyak ilmunya di atas saya, pastinya." Aku menghela nafas. Namun, pria penelepon di seberang sana, masih tidak bersuara. "Kedua. Saya lagi libur Pak. Kalo mau, besok saya akan jenguk Rangga." "Cepat kesini. Aku tunggu!" Tuh 'kan! Mendominasi! Ia tidak mau mendengar dan mengerti alasanku. Sebelum Rey menutup telponnya, aku memotong terlebih dahulu. "Tunggu-tunggu! Ini yang paling penting! Tolong jangan memaksa. Saya gak bisa nyetir mobil. Adik saya pergi. Dan ini udah jam sembilan, Pak. Saya gak mungkin naik ojol atau grab car kan! Tolong ... tolong Bapak ngerti!" "Nathan akan jemput kamu." "Ja.. " What?  Aku melihat layar handphoneku. Gelap. Sambungan telpon selesai. Ia menutupnya tanpa salam! Jadi maksudnya, ini aku dipaksa untuk datang? ----------------------------------- "Lani, itu ada yang nyari kamu." Mama masuk ke kamar yang memang aku biarkan terbuka.  "Siapa malem-malem begini? Cowok pula! Bukan pacarmu 'kan?" "Bukan lah, Ma." Aku sedang memasukkan barang pentingku ke dalam tas. Sekarang aku sudah siap dengan scrub baju jaga departemen anak yang berwarna merah tua ini. "Itu Nathan, Ma. Sekretarisnya Pak Rey yang tadi Lani cerita. Anaknya sekarang masuk IGD karena demamnya gak turun. Lani ngerasa tanggung jawab ini, Ma. Biar Lani tangani dulu ya? Nanti pulangnya kalo gak diantar dia lagi, ya Lani telpon Romi aja." 'Tanggung jawab? Ma maaf Ma, Lani bohong. Lani cuma gak bisa nolak aja sama Bapaknya. Dia maksa Lani, Ma. Lani takut dia bertindak macam-macam lebih jauh lagi.' Mama menghela nafas, dan mengusap bahuku. "Tapi kamu hati-hati ya? Dia bisa dipercaya 'kan? Ini udah malem soalnya." "Iya Mama. InsyaAllah bisa. Mama doain ya biar pasien Lani sehat semua. Biar Lani cepet pulang ini." Aku mencium pipi dan tangannya, berpamitan. ----------------------------------- "Loh Kak Lani di sini?" "Eh Ri, yang jaga kamu?" "Iya Kak." Riri adalah dokter IGD yang berjaga malam ini, sejawat Romi, dan satu-satunya dokter IGD yang sempat Romi sebutkan saat sesi curhat dengan Mama dan aku. Dia memiringkan badannya dan mencari-cari sosok yang dia kenal, dibelakangku.  "Loh, Romi mana?" "Romi gak ikut, tadi kakak diantar sopir. Ri, pasien kamu ada yang namanya Rangga Wiraditama gak? Anak-anak. Demam." "Rangga Wiradi ... Owh ada deh kayaknya. Tapi tadi udah Riri konsul ke dokter Cyntia. Udah dapet advice juga. Sekarang udah naik ke VVIP." Aku mengepalkan kedua tanganku. Kenapa dia mengerjaiku? "Owh yaudah. VVIP berapa?" "VVIP satu." Aku berbalik, mencari sosok Nathan yang tadi sedang memarkirkan mobilnya. Aku menunggunya di depan lobi IGD. Tanganku bersidekap dengan kepala yang sudah merah panas mendidih, amarahku memuncak. Dia datang, seketika emosiku meluap dengan intonasi suara yang sedikit meninggi. "Kalian ngerjain gue ya! Buat apa gue ke sini? Toh Rangga udah ditangani sama dokternya? Udah masuk ruang rawat pulak!" ----------------------------------- ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD