BERSELINGKUH

1327 Words
"Lho, mas mau kemana?" Gandi menoleh dan tersenyum. "Aku ada pertemuan bisnis di Bali. Agak lama. Sekitar dua mingguan." Mata Zara mengedip. "Kok dadakan?" "Sebenarnya tidak dadakan. Aku saja yang lupa dengan jadwalku. Aku baru ingat tadi di kantor." "Oh, tapi lama sekali dua Minggu? Biasanya paling lama seminggu." "Tidak untuk satu urusan. Tapi untuk beberapa. Oya, coba cek m-bankingmu. Aku sudah transfer uang cukup banyak. Selama aku tidak ada, kamu bersenang-senanglah. Belanja, perawaratan tubuh, dan lainnya. Jangan beres-beres rumah terus. Rumah ini tidak akan kotor meskipun kamu tidak membersihkannya selama satu Minggu karena tidak ada anak kecil yang mengotorinya." Tatapan Nadia melayu. Kalimat terakhir Gandi membuatnya tertohok. Gandi menghela nafas berat. Dia mendekati Nadia dan mengusap pundak istrinya tersebut. "Jangan sedih. Aku tidak bermaksud menyinggungmu. Aku tidak sengaja mengatakannya." Nadia memaksakan senyum. "Iya, tidak apa-apa, mas." Gandi menarik kopernya. "Kalau begitu aku pergi dulu. Jaga dirimu baik-baik di rumah." Nadia mengangguk. "Iya. Mas. Hati-hati di jalan." Nadia mengantar Gandi sampai ke depan pintu taksi karena kalau ke beda pulau, tidak mungkin naik mobil sendiri. Setelah mencium tangan Gandi, sang suaminya itupun pergi. Dia tak beranjak dari tempatnya hingga taksi yang ditumpangi Gandi hilang dari pandangan. Tapi meskipun taksi itu sudah tidak terlihat lagi, Nadia masih tetap berdiri di sana. Entah mengapa hatinya tidak tenang dengan kepergian Gandi. Entah apa itu. Nadia menduga mungkin juga karena dia belum mendengar sendiri secara jelas kalau sang suami menerima permintaan mertuanya untuk menikahi Putri. Nadia kemudian masuk ke dalam rumah. Dia mengecek M-Banking di ponselnya seperti perintah Gandi. Nadai terhenyak karena jumlahnya sangat banyak. Gandi belum pernah memberi uang belanja sebanyak ini sebelumnya. "Kenapa banyak sekali? Ini sih bisa belanja selama satu tahun. Apa Mas Gandi memberiku uang sebanyak ini adalah untuk perawatan seperti katanya tadi?" Nadia berbalik dan menatap dirinya di cermin. Dia memang tidak sesegar beberapa tahun yang lalu. Dia baru ingat kalau selama ini hanya sibuk mengurus rumah, masakan, dan suami. Mungkin sudah waktunya dia merawat diri agar bisa sesegar dan secantik Putri. Barangkali setelah Gandi pulang dari Bali dan melihat dirinya berbeda, Gandi bisa tegas menolak keinginan mertuanya untuk menikah lagi. Baginya sebelum Gandi mengatakan dengan jelas bahwa akan menikahi Putri, maka harapan masih ada. "Ya, aku harus cantik lagi." Nadia sangat bersemangat. Maka setelah hari itu, dia melakukan perawatan wajah dan tubuh di sebuah klinik kecantikan. Tidak hanya itu saja, dia juga melakukan perawatan pada area kewanitaannya. Dia ingin bisa memuaskan Gandi jika pulang dari Bali nanti. *** Sepuluh hari berlalu. Selama sepuluh hari itu, Nadia sudah terlihat berbeda. Lebih segar seperti harapannya. Dia menunggu empat hari untuk kepulangan Gandi. Dia berharap Gandi menyukai sedikit perubahan pada dirinya sekarang. "Darimana mbak Nad? Makin hari kok makin cantik?" Meli tetangga Nadia bertanya di pagar saat wanita itu baru keluar dari taksi. Nadia tersenyum. "Biasalah mbak. Membahagiakan diri yang sedang kesepian. Mbak sendiri kapan pulang dari Bali?" "Dua jam yang lalu. Eh, tapi suamimu itu ke Bali juga kan?" Dahi Nadia mengerut. "Kok mbak bisa tau?" "Soalnya aku pernah melihat dia dari jarak yang agak jauh." Mata Nadia melebar. "Eh, seriusan melihat Mas Gandi?" Meli mengangguk. "Iya, meskipun agak sedikit ragu. Karena...." "Karena apa mbak?" Meli mengusap lehernya bimbang. "Aduh, bagaimana ya mengatakannya? Aku takut ini akan berdampak tidak baik pada hubungan kalian." Tapi Nadia sudah terlanjur penasaran. Dia sangat ingin tahu apa yang dilihat Meli dan suaminya. "Katakan saja, mbak. Aku tidak apa-apa." "Kamu yakin?" Nadia mengangguk. "Iya." Meli menggigit bibir bawahnya sebelum akhirnya berkata, "Begini, aku dan suamiku melihat Mas Gandi bersama seorang wanita di Bali." Deg. Mendengar itu seperti ada yang mencabik-cabik hatinya. Perih luar biasa. "Mungkin mbak salah lihat kali," ucap Nadia menghibur dirinya sendiri. Padahal wajahnya sudah memucat. "Nah, itu dia makanya aku tanya sama kamu apakah suamimu juga ke Bali. Kalau memang iya, kemungkinan besar aku tidak salah lihat karena suamiku juga yakin itu suami kamu. Tapi kalau ternyata kami memang salah liat, kami minta maaf. Tapi yang pasti, pria yang mirip suamimu dan wanita itu... sangat romantis seperti pasangan suami istri." Nadia tidak lagi menanggapi ucapan Meli. Setelah menyudahi obrolan dengan sopan, dia langsung melangkah cepat masuk ke dalam kamarnya dan menelpon Gandi. "Halo Nad. Ada apa?" terdengar sapaan dari seberang. "Tidak ada apa-apa mas. Aku hanya ingin mas jujur apakah mas ke Bali untuk urusan pekerjaan?" "Ya. Tentu saja. Seperti yang aku katakan kepadamu." "Lalu mas dengan siapa sekarang ini?" "Dengan rekan bisnis." "Laki-laki atau perempuan?" "Perem eh maksudnya laki-laki." "Yakin mas laki-laki?" "Tentu saja. Apa aku terdengar seperti sedang berbohong?" "Aku baru percaya jika kita komunikasi lewat video call, mas. Aku ingin lihat bagaimana wajah rekan bisnis laki-laki mas itu." "Waduh, kenapa kamu jadi seperti ini, Nad? Kenapa ingin tau wajah rekan bisnis mas segala. Itu tidak sopan. Sudahlah, tidak enak telponan terus begini. Mas sudahi ya." "Tapi mas...." Tep. Telpon dimatikan dari seberang. Nadia mencoba menelpon kembali tapi sudah tidak aktif. Bahkan pesan-pesannya kemudian tidak direspon sama sekali dengan Gandi. Nadia gelisah. Nadia gundah gulana. Berkali-kali dia mencoba untuk membuang pikiran buruk dalam otaknya, namun gagal karena Meli dan suaminya tidak mungkin salah mengenal orang. Mereka sudah bertetangga dengan Gandi bahkan sebelum dirinya masuk ke rumah ini sebagai istri. *** Di hari-hari berikutnya, tak ada yang berubah. Gandi tak mau menjawab telpon darinya. Begitu pun dengan pesan-pesannya. Gandi hanya menjawab, 'Apapun pertanyaan kamu, akan aku jawab setelah pulang nanti. Jadi jangan ganggu aku.' Maka di detik itu, Nadia berhenti menelpon dan mengirim pesan pada Gandi. Itu karena dia sudah lelah mengirim pesan dan menelpon suaminya tersebut. Dia semakin merasa tak dianggap, bukan hanya dengan kedua mertua tapi juga kini dengan suaminya. Mungkinkah ini tanda-tanda bahwa hari-hari ke depannya tidak berjalan dengan baik? "Kamu kenapa cemberut begini? Aku baru pulang dan membawakan oleh-oleh banyak lho untuk kamu," ucap Gandi dengan suara merayu ketika sudah tiba di rumah. Nadia mengigit bibir bawahnya. Haruskah dia tanyakan mengenai laporan Meli yang melihat suaminya bersama seorang wanita di Bali? "Mas mungkin mau mandi. Biar aku siapkan handuk yang masih bersih," Nadia mengalihkan pembicaraan. Entah mengapa hatinya kini cenderung mempercayai cerita Meli. Gandi menarik tangan Nadia yang hendak beranjak. Dia merasa ada yang berubah dari sang istri selain wajahnya yang terlihat lebih cantik. "Apa ada masalah selama aku pergi ke Bali?" tanya Gandi kemudian. "Tidak ada jika itu berasal dariku. Tapi aku rasa tidak begitu kalau dari mas," jawab Nadia tanpa menoleh. "Maksudnya?" Nadia menarik tangannya dari genggaman Gandi dan melangkah meninggalkan ruang tamu menuju kamar untuk menyiapkan handuk bersih. Setelah itu, dia kembali lagi ke ruang tamu untuk menyuruh Gandi mandi. Gandi menurut dengan kening berkerut. Sementara Gandi mandi, Nadia menarik koper suaminya itu ke kamar. Dia berniat membereskan baju yang bersih ke dalam lemari dan yang kotor dimasukkan mesin cuci. Tapi alangkah terkejutnya dia menemukan c*****************a di antara pakaian yang kotor. Saat itu juga, dunia seperti kiamat. Dia semakin yakin sang suami ke Bali bukan untuk pertemuan bisnis melainkan bersenang-senang dengan seorang wanita yang entah siapa. Bisa jadi wanita itu adalah Putri. "Mas, tolong jelaskan padaku ini celana dalam siapa?" tanya Nadia langsung begitu sang suami keluar dari dalam kamar mandi. Gandi terdiam sembari memandang celana dalam di tangan Nadia. Sejenak pria itu tampak syok. "Ee aku tidak tau itu celana dalam siapa," jawabnya kemudian dengan gugup. Mata Nadia menyipit. "Tidak tau? Jelas-jelas ini ada di dalam koper mas dan mas bilang tidak tau? Memangnya celana dalam ini bisa masuk sendiri?" "Mungkin saja laundry hotel secara tidak sengaja menggabungkannya dengan punyaku." "Ini tidak dengan baju mas yang bersih. Ini berada di antara baju mas yang kotor. Dari baunya sepertinya c*****************a itu juga kotor. Jadi tidak mungkin laundry hotel yang tidak sengaja memasukkannya?" "Bisa jadi celana dalam itu bersih tapi ketumpuk dengan baju kotorku sehingga ikut bau baju kotor. Sudahlah, Nad. Kenapa kamu harus mengiterogasiku seperti ini? Aku ini baru pulang lho. Tidak bisakah kamu bersikap manis?" Nadia terdiam. Dia ingin sekali berkoar kalau Gandi berselingkuh berdasarkan c*****************a di tangannya sekarang dan berdasarkan cerita Meli. Bersambung.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD