IDE YANG CEMERLANG

1138 Words
Nadia menyipitkan matanya lalu berdiri. "Bersikap manis, mas? Haruskah aku bersikap manis setelah mengalami hal yang tidak mengenakan seperti ini? Dari mulai keinginan orangtua mas untuk menikahi Putri hingga sikap mas yang berbeda kepadaku dan sekarang c*****************a yang kutemukan ini? Seandainya mas jadi aku dan menemukan celana dalam pria di koperku setelah aku berpergian jauh apakah mas tidak akan curiga dan marah?" "Jangan berandai-andai, Nad. Itu akan menyiksa perasaanmu. Kamu cukup percaya saja kepadaku. Itu cukup. Aku tidak akan melakukan hal yang kotor. Dan soal sikap, sikapku yang mana yang berubah?" Nadia terdiam sejenak. Bukan kalah melainkan karena menatap wajah Gandi lebih lekat lagi. "Jadi mas tidak merasa diri mas berubah?" "Tentu saja tidak. Sampai sekarang aku masih bersikap manis kepadamu. Bahkan aku membawakan oleh-oleh yang banyak untukmu. Ada baju, tas, dan lainnya. Sebelum berangkat pun aku memberimu uang. Kalau dipikir-pikir, aku jadi lebih royal kepadamu." Nadia kembali terdiam. Percaya diri sekali suaminya berkata seperti itu. Memang Gandi lebih royal kepadanya karena mentransfer uang yang banyak dan membelikan oleh-oleh yang banyak. Tapi hati kecilnya mengatakan ada udang di balik batu yang belum dia ketahui apa itu. "Lalu bagaimana dengan telpon-telpon dan pesan-pesanku yang tidak mas jawab? Sebelum ini mas tidak pernah begitu. Ini bukan pertama kalinya mas pergi ke luar kota bahkan ke luar negeri. Tapi selama ini mas menelponku apakah aku sudah makan apa aku sudah tidur. Ini yang mas sebut mas berubah." Gandi mendekati Nadia. Dia lalu menuntun istrinya itu ke tepi tempat tidur untuk duduk di sana. Selanjutnya Gandi menatap Nadia lekat sembari menggenggam tangan wanita itu. "Yang kali ini berbeda, Nad. Aku lebih sibuk. Dalam pernikahan yang namanya perubahan itu biasa. Kamu harus menerima itu. Begitu pun dengan sikapku. Aku tidak mungkin romantis terus menerus. Apa kamu sekarang kamu mengerti?" "Ya, aku mengerti," jawab Nadia. Gandi tersenyum lega. "Syukurlah." "Tapi siapa wanita yang bersama mas di Bali?" Rupanya Nadia belum selesai berbicara. Gandi terhenyak mendengar pertanyaan Nadia yang satu ini. "Wanita?" "Iya. Wanita yang bersama mas di Bali. Dan kalian berdua bersikap romantis satu sama lain?" Gandi menggigit bibir bawahnya. "Apa kamu melihat langsung aku bersama seorang wanita di Bali? Dan kamu tau siapa wanita itu?" "Tentu saja tidak. Karena aku tidak melihatnya langsung." "Kalau kamu tidak melihatnya secara langsung, lalu kenapa kamu bertanya? Aku tidak tau kamu mendapat informasi ini darimana. Aku jadi bingung kepadamu." Untuk ke sekian kalinya Nadia terdiam. Dia tidak mau menyebutkan kalau informasi ini dia dapatkan dari Meli tetangga sebelah yang baru pulang dari Bali untuk melaksanakan bulan madu ke dua pernikahan. "Ada seseorang yang mengatakannya kepadaku. Dia melihat mas bersama wanita itu," jawab Nadia akhirnya. "Siapa yang kamu maksud?" Nadia mengalihkan pandangan ke jendela. "Aku tidak mau menyebutkan namanya." "Tapi kamu percaya pada yang dikatanya itu?" Nadia mengangguk. "Ya. Karena sikap mas memang mencurigakan. Apalagi setelah aku menemukan c*****************a di koper mas." "Bagaimana jika orang itu berkata bohong dan mengarang cerita tentang aku?" Nadia berdiri dari duduknya. "Hanya mas yang bisa menjawab apakah orang itu bohong atau tidak." Lalu beranjak ke dapur untuk mempersiapkan makan Gandi. Setelah makanan itu selesai, dia menghampiri suaminya lagi. "Makanan sudah siap. Mas makanlah dulu." Gandi mengangguk. "Ya. Ayo kita makan bersama." "Aku sudah makan. Jadi mas makanlah sendiri." Dengan dahi mengerut, Gandi meninggalkan Nadia menuju ruang makan. Dengan perasaan yang campur aduk, Nadia meneruskan pekerjaannya membereskan koper Gandi. Dia menaruh pakaian motor Gandi ke dalam keranjang pakaian kotor dan membuang celana dalam yang ditemukannya ke kotak sampah dengan jijik. Kemudian dia membereskan oleh-oleh Gandi untuknya. Ada tas, baju, daster, dan higheel ke dalam lemari. Dia tahu semua barang itu tidak murah. Tapi entah mengapa tidak bisa menghibur kebingungan dalam hatinya dan justru membuatnya semakin bingung. *** Malam harinya, sesudah makan malam, dia memutuskan untuk tidur lebih awal dan tidak berleha-leha di depan televisi bersama Gandi seperti yang selama ini dia lakukan. Ini dia lakukan demi menghindari pertengkaran. Entah mengapa setiap melihat Gandi hatinya penuh dengan emosi. Tapi ternyata Gandi menyusul Nadia ke kamar. Pria itu lalu memeluk istrinya tersebut dari belakang. "Parfum apa yang kamu gunakan? Kamu sangat harum." Nadia melirik Gandi. "Aku tidak memakai parfum apa pun. Aku hanya memakai pewangi pakaian seperti biasanya." Nadia semakin heran. Bagaimana bisa suaminya melupakan hal besar seperti ini meskipun hanya dua Minggu di Bali? Bukankah baju-baju hasil cuciannya memang selalu wangi? "Oya? Sangat wangi. Aku menyukainya." Nadia tak menyahut balasan Gandi lagi. Dia memilih untuk memejamkan matanya agar segera tertidur. Tapi keinginan itu ditundanya lantaran kedua tangan kokoh Gandi menggerayangi tubuhnya. Sekesal apa pun dan semarah apa pun dirinya, Nadia tidak bisa menolak untuk melayani suami. Dia membiarkan Gandi melucuti pakaiannya dan menikmati tubuhnya. Tapi karena suasana hatinya sedang tidak baik, akhirnya dia hanya diam saja menerima. Gandi yang sudah separuh jalan, berhenti sejenak. Dia memperhatikan Nadia dengan seksama. Heran, selama ini Nadia selalu aktif jika bercinta dengannya. Tapi sekarang tak lebih dari seonggok kayu yang kaku. "Kamu kenapa? Apa permainanku tidak nikmat?" Nadia melirik Gandi sekilas, lalu membuangnya lagi. "Kalau memang mas benar-benar ingin melakukannya, ya lakukan saja. Tidak harus bertanya apakah aku menikmatinya atau tidak." Dahi Gandi mengerut mendengar jawaban Nadia. "Begitu jawabanmu? Kamu pikir jawabanmu itu bagus? Apa sikapmu ini dikarenakan kecurigaan kamu kepadaku? Oh, kamu sungguh mengecewakan." Gandi langsung turun dari atas tubuh Nadia dan memakai pakaiannya dengan terburu-buru. Kemudian dia mengambil kunci mobilnya dari dalam laci sebelum akhirnya melangkah menyebrangi kamarnya yang luas. Nadia yang melihat itu, langsung bangun. "Mas, mau kemana?" tanyanya dengan wajah bingung. Gandi menoleh dengan wajah marah. "Menurutmu aku akan kemana? Tentu saja untuk menghilangkan kekecewaanku padamu." "Iya, tapi mau kemana?" Gandi tak menjawab. Dia membuka pintu dan menutupnya lagi dengan setengah membanting. Nadia sampai terkejut dibuatnya. "Dasar istri tak tau diuntung! Kurang apa aku ini?! Selama ini selalu memanjakannya dan tidak pernah absen memberi uang. Bahkan aku sudah memberinya banyak oleh-oleh. Tapi lihatlah bagaimana dia melayani suami? Jangankan senyum, tubuhnya bahkan seperti kayu," oceh Gandi sembari masuk ke dalam mobil. Tak lama kemudian, mobil menyala dan meninggalkan halaman rumah itu menuju sebuah rumah mungil berkonsep modern. Dia memarkir mobilnya begitu saja di halaman rumah itu. "Lho, Gan. Katanya seminggu ini kamu mau bersama Nadia? Kok sekarang sudah menemuimu lagi?" tanya Putri sembari menyambut kedatangan Gandi yang datang dengan wajah kesal. "Aku tidak tahan bersamanya. Dia terus bersikap menyebalkan. Sepertinya dia curiga aku telah menduakannya. Seseorang melihat kita ketika bulan madu di Bali kemarin dan lagi celana dalammu terbawa di koperku." Mata Putri melebar mendengar cerita Gandi. Celana dalam itu bukan ada di koper Gandi tanpa disengaja, tapi tanpa sepengetahuan suaminya itu, dia yang memasukkannya. Tujuannya memang agar ditemukan oleh Nadia dan kemudian wanita itu marah. Terbukti, Gandi dan Nadia bertengkar dan kemudian Gandi memutuskan untuk bersamanya lagi setelah 10 hari bersama di Bali. Dia akan terus membuat suasana seperti ini hingga Gandi menceraikan Nadia. Ide yang sangat cemerlang bukan? Bersambung.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD