bc

Istana Mahabah #2

book_age18+
13
FOLLOW
1K
READ
drama
sweet
lighthearted
serious
spiritual
like
intro-logo
Blurb

Mau ikutan waiting list PO versi cetaknya, hubungi via WA 0812 8798 2492 Baca Juga prekuelnya Istana Sakinah #1 ya Inilah kisah perjalanan rasa tiga insan: Rosa, Abyasa, dan Laila. Bagi Rosa, Abyasa adalah cinta pertamanya. Begitu juga halnya dengan Abyasa. Rosa adalah wanita pertama yang mendapatkan tempat istimewa di hati lelaki itu. Namun takdir berkata lain. Di antara Rosa dan Abyasa, Laila muncul dalam kehidupan Abyasa. Kenyataannya Laila menjadi menjadi istri pertama Abyasa. Sedangkan Rosa menjadi wanita kedua demi Sami yang membutuhkan figur sang ayah. Ibu Sami, Ratna meninggal usai melahirkannya. Rosa merasa bertanggung jawab untuk mengasuh Sami karena sang ibu sangat berjasa dalam hidup Rosa. Bagaimanakah cara Rosa, Abyasa dan Laila menata perasaan rumah tangga mereka yang tak biasa?

chap-preview
Free preview
1 | Terpaksa ‘Puasa’ di Malam Pertama
Usai akad dan resepsi menyisakan lelah yang luar biasa bagi Abyasa dan Rosa. Di rumah peninggalan mendiang abah itu, kini tinggal mereka Rosa, Abyasa dan Laila.  Sebelumnya, Bunga, wanita yang sudah seperti adik kandung sendiri bagi Rosa sudah pamit. Bunga dan suaminya, Ardy membawa serta Sami ke rumah mereka. Setelah menikah, Bunga dan Ardy hanya sebentar serumah dengan Rosa. Mereka langsung membeli menempati rumah mereka sendiri.  “Aku pasti akan sangat kangen sama Sami,” gumam Rosa. “Sabar ya, Teh. Beberapa hari lagi, Sami akan dikembalikan sama Bunga,” kata Laila. Memang sejak sehari sebelum akad, Bunga dan Laila sudah bersepakat untuk ‘memisahkan’ Rosa dengan Sami untuk sementara. Tujuan mereka biar malam pertama Rosa dan Abyasa tidak terganggu. Kini ketiganya tampak terlihat canggung. Apalagi Laila, dia sudah terlihat tidak betah duduk. “Teh, aku pamit dulu ya. Assalamualaikum,” ucap Laila kepada Rosa. Dia mencoba tersenyum sekalipun hatinya sendu. Dia sama sekali tak menatap suaminya Abyasa. “Waalaikumussalam. Makasih ya, Dik. Hati-hati di jalan,” balas Rosa. Laila, istri pertama Abyasa akhirnya pulang usai mengantar mereka dari tempat resepsi. Rosa menatap kepergian Laila.  “Kang, kok Laila pulang sendiri, ayo cepat kamu anterin dia,” pinta Rosa kepada Abyasa. Sebagai perempuan dia cukup peka dengan perubahan yang terjadi pada Laila. Dia teringat saat adik sepupu Bunga itu memintanya untuk menikah dengan suaminya demi kebahagiaan sami. Saat itu dia sangat riang. Namun Rosa dapat melihat perubahan itu setelah akad tadi. Laila terlihat murung dan lebih banyak diam selama perjalanan pulang mengantarnya dari aula serbaguna pesantren yang dijadikan tempat resepsi pernikahan. “Iya, iiya.. Aku anterin dia,” ungkap Abyasa gugup. Dia pun segera keluar mengejar Laila yang sudah melangkah dan berjalan kaki. Dengan menggunakan motor Abyasa mengejar Laila. “Dik, ayo, naik. Aku anter ya,” ujar Abyasa sambil menyetop motornya tepat di samping istri pertamanya. Laila masih terdiam. Hatinya merasa enggan. Entah kenapa bawaannya hari ini dia merasa kesal kepada suaminya sendiri. Dia malas berbicara. “Jangan berdiri aja, Dik. Ayo naik, pegangan ya biar nggak jatuh” pinta Abyasa sambil menarik lengan istrinya. Dia tersenyum ke arah istrinya berharap kebekuan dalam jiwanya istrinya meleleh dan berganti keceriaan. “Aku jalan kaki aja, Kang.” “Kenapa? Jangan jalan kaki lah, lumayan jauh, Hari ini aku lihat kamu murung. Kamu kurang fit kayaknya ya. Kalau jalan kaki nanti tambah sakit,” ujar Abyasa. Andai kamu tahu, hatiku saat ini sedang sakit. Tapi nggak mungkin aku ceritakan padamu. Lagian pernikahanmu dengan Teh Rosa kan juga karena permintaanku.   “Enggak kenapa-napa. Aku hanya sedikit pusing aja,” ujar Laila singkat. Percakapan mereka masih tak jauh dari halaman rumah Rosa. Dari kaca jendela, Rosa dapat melihat Abyasa dan Laila tampak mengobrol. Rosa juga bisa menyaksikan Abyasa mengurut-urut kening Laila. “Gimana udah baikan?” tanya Abyasa sesaat setelah memijat kepala istrinya. “Ya, lumayan. Mendingan lah,” Laila mencoba berbohong agar Abyasa tidak mengkhawatirkannya. Dalam hati, Laila makin gemas. Sejatinya sakit kepala pusing ditambah suasana hatinya yang terasa kacau balau sama sekali tak sirna hanya sekadar dipijit. Kamu nggak ngerti aku, Aby. Kamu nggak akan ngerti, Laila geram sendiri dalam hatinya. Sementara itu, Rosa yang masih berdiri menyaksikan dari kaca jendela rumah diliputi rasa penasaran.  Kenapa kok Laila dan Abyasa ngobrolnya lama banget? Sebenarnya apa yang sedang terjadi, mereka sedang membicarakan apa? Hati Rosa bertanya-tanya. “Ya, udah cepat naik,” ajak Abyasa lagi. Mendengar Abyasa memintanya berkali-kali, akhirnya Laila menyerah. Hatinya luluh. Dia pun bersedia dibonceng suaminya untuk pulang ke rumahnya yang berlokasi komplek pesantren. Jaraknya dari rumah Rosa kurang lebih hanya lima belas menit jika menggunakan motor. *** Usai menunaikan salat Isya, Abyasa membuka obrolannya dengan Rosa. Dia merasa aneh, kenapa Rosa dari tadi tampak santai, padahal dia sendiri sudah mempersiapkan penampilan terbaiknya untuk menghabiskan malam pertama bersama wanita yang menjadi cinta pertamanya. “Mulai hari ini, aku boleh panggil kamu sayang kan?” tanya Abyasa mendekati Rosa yang sedang duduk di bibir ranjang. “Boleh banget lah, Tapi kalau aku sendiri manggil kamu tetap Akang atau apa ya enaknya?” “Ya, panggil sayang juga lah,” ucap Abyasa sambil tertawa. “Baiklah, Sayangku,” ujar Rosa tersenyum. Abyasa memberanikan diri untuk melingkarkan tangannya ke pundak Rosa. inilah pertama kalinya, Abyasa berada di sisi Rosa dengan jarak yang begitu dekat. “Yang, kamu udah shalat Isya belum?” Ditanya seperti itu Rosa tertegun. “Astagfirullah.. Aku benar-benar. Lupa. Maafkan aku ya, Yang. Kamu jangan kaget ya?” “Kenapa emang, Yang? Kamu kok kelihatan panik banget,” tanya Abyasa terheran-heran. Dia mencoba meremas jemari istrinya. Kemudian dia pun mengusap pundak istrinya untuk menenangkannya. “Harusnya aku ngasih tahu sama kamu dari pagi. Aku nggak shalat, Yang.” “Ya, terus kenapa?” Abyasa masih belum memahami alur pembicaraan Rosa. “Aku lagi datang bulan,” jawab Rosa singkat sambil menundukan wajahnya. Mendengar hal itu, impian indah Abyasa di malam pertamanya pupus sudah. Dia belum bisa melakukan ibadah terindah suami istri. “Hmmm…” Abyasa menghela napas dalam-dalam. Dia pun mengubah posisi tubuhnya. Dia membaringkan tubuhnya telentang, sambil menatap langit-langit kamar. “Yang, maafin aku ya. Aku benar-benar minta maaf. Pagi tadi karena saking gugupnya aku sampai lupa mengirimi kamu pesan penting ini. Kemarin aku masih suci. Aku datang bulannya pas banget tadi pagi.” “Nyantai aja kali, Yang. Kita masih bisa melakukannya di malam-malam lain. Aku insya Allah bisa bersabar menunggumu sampai suci. Bukankah malam-malam yang akan kita lewati masih panjang?” “Kamu nggak marah, Yang?” “Buat apa marah. Toh marah juga tidak lantas membuat kamu jadi dalam kondisi suci. Marah juga tidak akan membuat waktu terulang ke pagi hari, lantas kamu bisa kirim pesan padaku sekadar menginfokan bahwa kamu lagi datang bulan.” “Makasih banyak atas pengertian kamu. Apa yang kamu katakan memang benar,” Rosa mengubah posisi dirinya, kali ini dia juga ikut berbaring di ranjang. Dia rebahkan tubuhnya di samping suaminya. Keduanya kini saling menatap dengan tatapan yang dalam dan penuh cinta. Cinta mereka yang sejak lama bersemi, kini menguarkan semerbak aroma wewangian bunga surgawi. Abyasa mengubah posisi tubuhnya ke arah samping. Tangannya memeluk tubuh Rosa. “Aku mencintaimu sejak dulu. Dan aku ingin habis jutaan malam bersamamu. Aku ingin cinta kita abadi hingga ke surga,” ujar Abyasa. Dia pun mengecup kening Rosa.  Pertama kalinya Abyasa mengecup Rosa. “Semoga Allah mengabadikan cinta kita hingga ke surga. Aku ingin mencipta indahnya sakinah di dunia dan juga di surga.” Abyasa kembali berbaring telentang. Rosa pun memberanikan diri menyandarkan kepalanya di d**a bidang suaminya. “Jadi, kamu ikhlas jika harus berpuasa beberapa hari ke depan?” kata Rosa sambil tersenyum, mencoba mencandai suaminya. “Ya mau gimana lagi. Ya, aku berpuasa, tapi nggak harus berpuasa sepenuhnya kan? Di luar area yang dilarang Allah, kita masih bisa mensyukuri karunia malam pertama ini di area yang dihalalkan Allah. Dan aku boleh melakukannya kan?” ucap Abyasa. Dia berharap Rosa mengerti apa yang baru saja diucapkannya. Rosa mengulum senyum. “Allah saja membolehkan, bagaimana mungkin sebagai hamba-Nya aku melarang?” Bersambung

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

My Secret Little Wife

read
98.2K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
205.9K
bc

Siap, Mas Bos!

read
13.4K
bc

Tentang Cinta Kita

read
190.4K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.6K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.4K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook