Liburan (part 2)

1101 Words
“Namaku Meena, salam  kenal,” sapaku sambil mengulurkan tangan “Harsa..” anak lelaki itu menjawab singkat dan menjabat tanganku Setelah itu kami kembali diam. Tiba-tiba ayah dan ibu datang membuat kami terkejut. “Selamat  ulang tahun, kami ucapkan.. Selamat ulang tahun sehat sentosa, selamat panjang umur Meenaku sayang,” nyanyi ayah dan ibu kompak. “Happy birthday dear,” ucap ibu sambil mengecup keningku “Ayo tiup lilinnya sayang, jangan lupa make a wish dulu,” ayah menyodorkan kue ke arahku. Aku pun mendekat dan memejamkan mata sambil kedua tanganku mendekap di depan d**a. Aku hanya berharap agar keluarga kecil ini bisa selalu bersama dan bahagia. Kemudian lilin bertuliskan angka 12 itu pun kutiup. Ayah, Ibu dan Harsa pun bertepuk tangan. Acara ulang tahun sederhana ini pun sudah membuatku sangat bahagia. “Kupikir papa dan mama sudah tidak ingat hari ini ulang tahunku!” kataku sambil bersungut-sungut dan bibir yang maju “Pffttt..” kudengar Harsa menahan tawa melihatku seperti itu “Kamu-“ “Mana mungkin papa lupa sama ultah incessnya papa mama,” potong ayah. ‘Krucukkkkkkk!!’ suara perut seseorang membuat kami semua menoleh. Membuatku melupakan sejenak perilakunya yang menyebalkan tadi. Yak, betul itu suara perut Harsa sang anak tampan berhidung mancung. “Ini Meena, kuenya dikasih ke tamu kita. Kedengarannya dia sudah lapar,” ucapan ibu disambut tawaku dan ayah. Wajah Harsa pun memerah malu. ***** Malam pun mulai datang, ayah dan ibu sibuk menyiapkan bakar-bakaran untuk malam ini. Beruntung Harsa datang di saat yang tepat. Sambil menunggu pakaiannya kering, ia bisa menikmati kue ulang tahunku yang berharga dan juga masakan ibu yang paling lezat sedunia. “Keluarga kalian selalu berkumpul seperti ini?” “Hmmm?” aku cukup bingung untuk menjawabnya “Mmmm.. setiap malam ayah selalu berusaha pulang sebelum makan malam. Kecuali ada jadwal lembur, kami selalu makan malam bersama. Tapi kalau maksudmu bepelesir seperti ini, ini baru pertama kali. Setidaknya itu yang kuingat,” Wajah Harsa tampak terdiam. Akupun cukup bingung harus seperti apa menanggapinya. Sepertinya kata-kata yang akan kulontarkan hanya kalimat basa basi. Takutnya beneran basi ditengah keadaan canggung seperti ini. “Kamu juga berlibur sama keluarga di dekat sini? Kenapa tadi kamu main di sungai sendiri? Kalau ibuku pasti sudah bawel jika aku keluyuran sendiri,” aku bicara sambil menatap api unggun di depan kami “Keluargaku mempunyai villa di belakang sini. Kami sering berlibur kesini. Tapi keduanya sering kali sibuk,” Harsa kemudian diam sejenak. “Mereka tidak pernah menemaniku bermain. Saat liburan seperti ini pun mereka tetap sibuk mengurus pekerjaan masing-masing. Biasanya hanya pak agus yang menemaniku bermain,” sambungnya. “Kalau begitu, biar aku saja yang bermain sama kamu. Pas banget aku juga anak tunggal. Aku menginap 5 hari. Mari main lagi besok,” Aku mengangkat kelingking ku untuk pinky promise. Harsa pun hanya tersenyum tipis dan mengaitkan kelingkingnya pada kelingkingku. “Oke,” ***** Pagi pun tiba. Kemarin malam setelah acara bakar-bakaran, ayah mengantar Harsa untuk pulang ke villa nya. Namun, sangat disayangkan ayah bercerita bahwa yang khawatir sepertinya hanya seorang pelayan paruh baya. Bahkan kedua orang tuanya tidak hadir untuk menyambut kedatangan putranya yang bermain semenjak siang hingga malam itu. Mendengar cerita Harsa semalam memang cukup mengusikku. Aku merasa kasihan padanya. Kisahnya seperti Falisha dulu. Hidup tanpa kasih sayang kedua orang tuanya. Kesehariannya ditemani oleh pengurus rumah. Aku pun berjanji untuk bermain lagi dengannya setelah selesai sarapan pagi. “Ma, aku mau pergi main boleh ya?” pintaku dengan raut wajah memelas “Kamu main sama siapa? Harsa?” “Iya ma, kita sudah janjian di pinggir sungai setelah sarapan pagi,” “Jangan main di atas batu sungai ya?!” ucap ibu dengan raut muka serius “Dan satu lagi,” “Jangan pulang malam-malam!” ucap ibu dan aku bersamaan Ibu pun mendengus kesal. Bagaimana lagi, aku mulai nyaman dengan identitasku saat ini yang notabene nya masih anak-anak. Lama kelamaan aku mulai bisa untuk bertingkah seperti anak kecil pada umumnya. Hannya di depan orang tuaku tentunya. Di depan anak-anak lain entah kenapa aku tetap menjaga jarak. Mungkin karena jalan pikiran mereka yang tidak bisa sama denganku. “Ingat ya Meena, kalau Harsa tidak muncul, kamu segera pulang. Dan jangan lupa ini bekal makan siang kamu. Mama juga sudah membuatkan untuk Harsa sekalian.” “Siap bu boss,” godaku. ***** Hanya dalam waktu beberapa menit aku sudah tiba di tepi sungai tempat Harsa hamper tenggelam kemarin. Sesampainya aku disana, aku pun sempat tertegun beberapa saat. Mendapati keindahan sosok yang seperti ada di dunia lain atau hanya terdapat dalam sebuah lukisan. Anak laki-laki itu memang terlihat sangat tampan. Hidungnya yang mancung, matanya yang bulat serta alisnya yang tegas membuat wajahnya berkharisma. Belum lagi bibirnya yang merah membuatnya terlihat semakin memikat. Dan jangan lupa, rambut coklatnya yang begitu halus tersapu angin semilir membuat ketampanannya semakin sempurna saja. ‘Sadarlah Meena kalian ini hanya anak kecil. Buanglah pikiran bangkotanmu itu!’ “Harsa!!” panggilku semangat sambari mengusir pemikiranku tadi. Entah bocah itu mencoba terlihat cool atau memang pembawaannya seperti itu, dia pun hanya tersenyum. “Apa itu?” matanya tertuju pada keranjang piknik yang kubawa “Ah, ini. Mama membuatkan bekal untukku..” kulihat wajahnya datar. Tersirat sedikit kesedihan. “Oh, tentunya mama juga membuatkan untukmu. Takutnya kamu kelaparan seperti kemarin~” sambungku sambil mengejeknya. Tiba-tiba ekspresi wajahnya berubah. Terpancar sedikit perasaan senang disana. Matanya pun terlihat berbinar. Tanpa sadar aku menjadi suka untuk mengejeknya. Menurutku itu satu-satunya cara agar dia bisa tersenyum. “Baiklah, karena keluargamu punya villa disini, pasti kamu sering kesini kan?” “Mmmhmm” jawabnya singkat “Kalau begitu ayo tunjukkan tempat yang menarik. Sekalian untuk kita makan bekal ini nantinya,” “Oke, ayo ikuti aku... Meena,” sambil ragu-ragu, Harsa mengulurkan tangannya. Aku yang masih terdiam melihatnya, membuatnya tidak sabar. “Ayo cepat, a-aku hanya berjaga saja. Iya.. mm.. berjaga-jaga supaya kamu tidak jatuh atau tersesat.” Entah kenapa dia terlihat gugup dan mukanya mulai memerah. “Oke, awas saja kalau tempatnya tidak bagus. Jatah makan siangmu untukku semua,” ucapku sambil meraih tangannya. Ada perasaan hangat yang asing menyelusup dalam dadaku saat menggenggam tangan Harsa. Perasaan yang belum pernah kurasakan saat aku masih menjadi Falisha sekalipun. Selama perjalanan pun aku merasa tangannya juga berkeringat. Mungkin bukan hanya aku yang merasakan debaran ini. Sepertinya Harsa juga merasakannya. Sesekali jalanan hutan yang tidak rata membuatku hamper terjatuh. Genggaman tangan Harsa yang kuat selalu menjagaku agar tetap stabil. Tanpa kusadari, langkah Harsa pun terhenti. Kami sudah sampai di sisi hutan yang lain. Ada sebuah pohon besar yang sudah ditebang. Meninggakan sedikit batangnya yang besar. Disekeliling dipenuhi bunga yang cantik dan ada juga bagian yang ditumbuhi ilalang yang cukup tinggi. Melihat pemandangan seindah ini membuatku menahan nafasku sebentar. “Sepertinya aku tidak kelihangan bekal makan siangku kali ini.” Harsa tersenyum mengejekku. Dia melihat ekspresiku takjub yang terlihat jelas di wajahku. Kemudian aku mulai membuka kotak piknik tersebut. Ternyata ibuku menyertakan sebuah kain untuk alas duduk. “Mama memang yang terbaik” gumamku. “Nih, the best lunch ever..”  sambil menyodorkan kotak makanan yang ditata dengan cantik. Terlihat begitu menggiurkan. Waktu pun berlalu begitu cepat. Petang pun tiba. Sebagai calon laki-laki yang baik, Harsa pun mengajakku pulang sebelum malam. Dia mengantarku sampai ke depan pintu villa kami menginap. Ibu yang tengah berasa di kursi teras pun sontak mengajaknya tinggal sebentar. Sekedar mankan santap malam bersama. Anak tampan itu pun menerima tawaran ibuku. Yang berarti aku dapat bersamanya lebih lama. Bersambung
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD