Sekretaris Baru
Suasana berkabung menyelimuti pemakaman yang baru selesai diadakan ini.
Naasnya pemakaman ini hanya di hadiri oleh satu saudari kandung dari si mendiang.
Selepas pemakaman berlangsung. Beberapa orang mendatangi seorang wanita yang tengah bersedih itu seraya menatap nisan saudari kembarnya, Diana.
"Nona Dione. Kami sudah menemukan alasan mengapa saudari anda bunuh diri."
"Dia di bunuh," ralat Dione tegas.
Tak terima dengan pernyataan itu, meski dia yang menemukan mayat Diana yang tergantung dengan tali tambang yang melingkar di leher.
Membuat pria yang memberikan informasi padanya itu bungkam.
Dione mengadahkan tangannya. Seseorang dibelakangnya segera memberikan rokok dengan bara yang sudah menyala.
Dione menyesap rokok tersebut. Dan menghembuskannya.
"Beritahu aku apa yang terjadi pada Diana," ucapnya.
"Nona Diana mengalami depresi setelah dia tahu dirinya hamil dan pria yang menghamilinya itu tidak mau tanggung jawab. Malah setelah pria itu tahu apa yang terjadi pada Nona Diana, dia membuat Nona Diana tidak bisa bertemu dengannya lagi."
"Diana itu kuat sama sepertiku. Kami dibesarkan dari ibu tunggal, tidak mungkin dia bersikeras menuntut pria b******k itu tanggung jawab, dengan alasan tak bisa membesarkan anak sendirian."
"Tapi pria ini adalah pria yang sangat dicintai... Nona Diana," ucap informan tersebut dengan terbata. Takut Dione menganggap apa yang disampainya ini salah lagi.
Dione menoleh dengan raut wajah datar. Dia melepaskan kacamata hitamnya dan menunjukan ketidak sukaan saat informannya itu memberi tahu mengenai fakta tersebut.
"Apa pria yang menghamili Diana itu adalah cinta pertama Diana? Pria yang membuat Diana sakit hati pertama kalinya?" cecar Dione.
Informan tersebut mengangguk.
Dione membalikan tubuh, menghadap ke para pria yang menjadi bawahannya. "Cari kelemahan pria itu. Sekecil apa pun, kalian harus cari!"
"Maaf mengintrupsi Nona Dione," ucap salah satu pria di sana.
"Apa?" tanya Dione.
"Saya sudah mencaritahu tentang orang yang sudah menghamili Nona Diana," pria tersebut menelan saliva, seperti takut untuk melanjutkan ucapannya, "dan orang itu bukan orang yang mudah disentuh. Bahkan untuk sekedar bertemu juga sulit."
"Beritahu aku siapa orang itu."
"Axel. Generasi ketiga dari keluarga terkaya di London, dia yang memegang seluruh Circinus Company yang dibangun oleh kakeknya."
Dione mengumpat dalam hati. Dia mengacak kasar rambut panjangnya, namun setelah mengetahuinya, sorot mata tajam itu tidak menunjukan bahwa nyalinya sedikit ciut setelah mendengar fakta tentang pria bernama Axel.
Malah dengan beraninya dia menyimpulkan, "berarti satu-satunya cara dekat dengan Axel adalah menjadi bawahannya?"
"Bisa dibilang begitu Nona."
"Baiklah," Dione membuang rokok yang tadi menyelip di jarinya, dan menginjaknya, "jadikan aku sekretaris Axel, aku tidak peduli kalian ingin melakukan cara kotor atau bersih, yang jelas aku harus menjadi sekretaris dari tuan muda yang b******k itu."
***
"Kau nampak stress." Axel menuangkan vodka yang sudah kosong ke gelas Orion yang sudah kosong. "Padahal sebentar lagi adalah hari pernikahan mu dengan wanita yang kau cintai. Kau 'kan bukan Altair yang ditinggal nikah oleh mantan kekasihnya."
"Ya, kau benar, seharusnya aku senang," Orion meneguk liquid dengan kadar alcohol yang tinggi itu sampai habis, tapi tak juga membuatnya mabuk, "tapi aku semakin khawatir jika tunanganku benar-benar diambil Enzo. Aku berencana memajukan jadwal pernikahan kami sehingga dia tidak tahu."
"Ini yang membuatku malas punya komitmen dengan siapa pun. Aku takut sama gilanya dengan yang kau atau Enzo lakukan," komentar Axel seolah dirinya lah yang paling suci diantara teman-temannya yang b******k.
Orion mendelik. "Kau lebih b******k dari pada kami, dan bahkan jauh lebih b******k dari Argon. Di antara kita, yang waras hanya Rodion saja."
"Hei! Jangan berkata sembarangan."
"Hanya kau yang menghamili beberapa perempuan, lalu setelah itu meninggalkannya begitu saja. Dan yang terakhir aku dengar, ada yang memutuskan bunuh diri karena kau tidak mau tanggung jawab."
Iris mata Axel menaatap ke atas selama beberapa saat, seolah sedang menerawang. Kemudian dia mengernyit. "Aku sempat dengar, tapi aku tidak tahu siapa nama perempuan bodoh yang mengorbankan nyawanya karena diacuhkan olehku itu."
"b******k," umpat Orion, "kau lebih parah dari pada aku."
Axel mengedikan bahu, tak peduli. Dia tersenyum miring, "apa peduliku? Toh mereka hanya menginginkan uangku dan aku memberikannya pada mereka. Aku hanya meminta imbalan, cukup memberikan tubuh mereka saja."
"Ya, terserah kau saja," Orion tidak menghakimi Axel, toh mereka sama brengseknya, hanya berbeda jalan yang dipilih saja, "tumben malam ini kau bisa menemani aku minum. Biasanya tiap malam kau tidak mau diganggu karena sibuk mencari wanita."
Axel terkekeh pelan. "Besok aku mendapatkan mangsa yang baru. Aku sudah bosan dengan sekretarisku yang lama. Tubuhnya sudah tidak seenak waktu pertama kali aku mencicipinya."
Orion memutar bola matanya bosan. "Lagi? Sekretarismu yang kemarin baru juga bertahan selama 3 bulan."
Axel menjentikan jarinya. "Kali ini aku akan memilih yang lebih menantang dari pada sebelumnya, agar aku tidak cepat bosan."
***
Axel menatap penampilan wanita cupu di depannya ini dari ujung rambut hingga ujung kaki. Tak ada yang menarik. Kacamata besar, baju longgar dan panjang rok yang tanggung.
Culun sekali untuk wanita berusia 27 tahun. Apa dia tidak pernah belajar fasion karena terlalu sibuk mementingkan otak?
Axel mengejeknya dalam hati.
"Ayah!" panggil Axel ketika telepon tersebut diangkat oleh ayahnya.
"Ada apa, Axel?"
"Kenapa ayah yang mencari sekretaris untukku?"
"Jangan banyak membantah, kau hanya mencari sekretaris berdasarkan penampilan saja. Pilihan ayah adalah yang terbaik. Lagi pula kau sudah mengenalnya sejak lama."
Belum sempat Axel membantah, ayahnya sudah menutup telepon terlebih dahulu.
Axel menaruh ponselnya dengan kasar di atas meja. Dia selangkah maju mendekati wanita yang dia ketahui bernama Diana ini.
Tanpa ada rasa sopan, dia mengusap perut rata wanita di depannya ini. Kemudian berbisik, "katanya kau hamil anakku. Kenapa perutmu masih rata? Seharusnya jika kau memang hamil, usia kandungan mu sudah memasuki 7 bulan 'kan?"
Tak seperti biasanya, wanita culun yang bahkan tidak mau mendongakan kepala ketika melihat Axel. Kini malah berani beradu pandang dengannya.
Walau samar, Axel masih ingat, warna iris mata Diana adalah hazel, bukan biru terang seperti sekarang ini. Ah mungkin wanita itu menggunakan softlens walau tampak seperti warna mata asli.
Dan diluar dugaan wanita itu malah menjawab. "Aku menggugurkannya, karena kau tidak menginginkannya, bukan?"
Axel tertawa. Wanita bodoh ini... ternyata benar-benar mencintai dirinya. "Ah, karena itu sekarang kau baru berani muncul lagi?" Axel mengusap pipi wanita itu, "bagus anak pintar, dengan kau menurut, kau akan semakin lama berada di sisiku."
“Iya. Aku memang mau lebih lama berada di sisimu.”