My Bunny

1023 Words
Pagi seperti biasanya di hari rabu pagi Leon sudah bersiap untuk berangkat bekerja. hari ini yang menjadi tujuannya adalah Kantor Karuna Textile dan Kreatif. Sebagai seorang CEO dan juga dokter dalam waktu yang bersamaan membuat ia harus pandai mengatur waktu. Pagi hingga siang hari pria itu berada di kantor kemudian menjelang sore ia melangkahkan kakinya menuju rumah sakit. Pria berusia dua puluh enam tahun itu hanya mengambil waktu empat jam untuk berada di rumah sakit setiap senin hingga kamis dan mengambil jadwal penuh di setiap hari Jumat dan Sabtu. Dan di hari minggu Leon memilih menghabiskan waktu untuk beristirahat dan menikmati waktu bersama kedua orang tuanya di rumah. Pria pemilik mata sipit dan kulit putih itu telah siap mengenakan pakaian rapi setelah jas dan kemeja yang sengaja ia kenakan tanpa dasi karena ia merasa risih. Rambut yang biasanya ia biarkan sedikit berantakan kini ia tata dengan rapi. Leon selalu tampil dengan tampilan rapi style kekinian jika ia berada di Karuna. Sementara saat di rumah sakit ia bergaya dengan tatanan rambu yang ia buat sedikit berantakan layaknya idol-idol Korea ditunjang dengan kulit bersih, tubuh yang tinggi dan wajah yang tampan. Leon baru akan melangkahkan kakinya menuju ruang makan sebelum ia teringat sesuatu. Leon segera mengambil ponsel dari kantong kemeja, memesan sesuatu kemudian menghubungi seseorang, cukup lama sampai panggilan diterima. "Lama," kesal Leon. "Assalamualaikum," sapa suara dari balik telepon. "Waalaikumsalam, bangun Bunny ku." Leon mengatakan itu kemudian terkekeh. "Gue baru bangun ya, jangan bikin gue emosi." "Zhi My Bunny, ayo bangun," ucap Leon kemudian memilih untuk duduk di tempat tidur sambil melakukan panggilan. "Kak, Kak Zhi! Makin lama makin ngeselin ya," kesal Zhi karena Leon terus saja hanya memanggil namanya. "Kan udah gue bilang, biasakan diri lo untuk panggilan nama. Udah mau sebulan lho, lagian bakal aneh kalau kita jadian, tapi gue manggil lo kak Zhi," jelas Leon. "GUE ENGGAK MAU PACARAN SAMA LO YA LEON!" Leon menjauhkan panggilannya atas suara teriakan Zhi yang ngegas dan penuh dnegan emosi. "Santai dong, ngegas banget. Lo tuh enggak aka-" "DIEM! Gue ngantuk ih!" Leon hanya tersenyum, entah mengapa di marahi seperti ini malah membuat ia tersenyum sendiri. "Oke My Bunny, rest well. Gue beli sesuatu untuk sarapan, tunggu dulu sampai datang setelah sarapan tidur lagi aja oke. Gue hubungi lagi di jam makan siang nanti." "Hmm, jangan keseringan beliin sarapan gue bisa beli sendiri." "Gue tau lo bisa beli, kalau lo enggak mau enggak apa-apa mo bisa kasih itu ke Zha atau ke Grey, oke? Gue matiin teleponnya. Bye bunny, assalamualaikum." Setelah mematikan panggilan Leon melangkah ke luar kamar, berjalan menuju ruang makan. Di sana sudah ada sang mami dan papi yang tengah meneguk kopi. Reina dengan cepat merubah posisi kopi, ia takut jika si bungsu kesal karena ia masih saja nekat minum kopi. Leon marah karena asam lambung sang ibu yang sudah sering kambuh. Sayangnya sang mami terlambat, leon telah melihat apa yang diteguk oleh sang mami. Tatapannya menatap dengan kesal. Yogi hannya terkekeh melihat sang istri yang ketakutan karena tertangkap telah melanggar aturan yang telah dikatakan si bungsu. "Marahin tuh Yon, udah papi tau masih ngeyel banget. Nekat buat pas papi mandi tadi." Leon duduk di antara kedua orang tuanya. "Aku kasih tau mami untuk enggak minum kopi bukan berarti aku enggak sayang sama mami, tapi karena aku sayang banget sama mami. Leon ini dokter lho Mi, mami masih meragukan apa yang Leon minta, padahal itu untu kebaikan mami?" "iya, mami kalau enggak minum kopi itu pusing nak,' ucap Reina berusaha membela dirinya. "Coba minum teh juga bagus kok. Air putih lebih bagus lagi. Enggak usah manis-manis karena mami gulanya sering tinggi." leon kemudian meneguk air putih hangat yang telah disediakan untuknya oleh Mbok Mar. "Dengerin tuh anak kamu yang ngomong lhoo bukan aku." Yogi berucap lagi, ia juga kesal karena sang istri yang keras kepala dan sulit dilarang jika meminum kopi. "Mbok besok kalau mami masih minta buatin kopi atau nekat buat kopi sendiri tolong segera bangunin saya ya?" Leon mengatakan itu pada Mbok Mar yang tengah mengantarkan ayam goreng ke atas meja makan. "Baik, Mas," ucap Mbok Mar. "Yon, kamu lebih baik pakai sopir, supaya bisa istirahat kau dalam perjalanan." Yogi memberikan saran karena merasa iba dengan kesibukan buah hatinya. "Hmm, santai sih Pi, Leon kan masih kuat," ucap Leon yang merasa ia bisa melakukan kegiatannya dengan baik meski ia mengendarai mobilnya sendiri. "Bukan hanya itu, kalau kamu mau pakai sopir kamu bisa minta Pak Ahyat buat jadi sopir kamu. Kasian dia kan setelah Mas Juna ke luar negeri jadi nganggur." Kini Reina yang buka suara. "Jadi ini mau kasihan sama Pak Ahyat atau sama Leon?" tanya Leon pada sang mami. "Ya dua-duanya dong kan simbiosis mutualisme. Kamu bisa istirahat dan Pak Ahyat bisa dapat pekerjaan. Ya kan Pi?" Sang mami bertanya pada papi yang segera mengangguk dengan cepat. Leon hanya mengangguk, ia sangat mengerti Kalau sang Mami sejak dulu begitu memerhatikan orang lain. "Kalau gitu Leon minta tolong papi yang hubungi Pak Ahyat." Sang ayah segera mengambil ponsel yang ia letakkan di kantong kemeja. Dengan segera Yogi menghubungi pak ahyat tak lama sampai panggilan diterima. Sudah kurang lebih 1 bulan sejak Juna berangkat ke Jerman, dan tentu saja sejak itu Pak Ayah tak memiliki pemasukan lain. Meskipun Juna juga mengirimkan sejumlah uang, Reina berpikir kalau gitu tak akan cukup untuk memenuhi kebutuhan Pak Ahyat sehari-hari. "Assalamualaikum Pak Ahyat?" "Waalaikumsalam bapak Yogi." Sapanya dengan logat Sunda yang kental. "Lagi sibuk apa nih pak?" Tanya Yogi berbasa-basi. "Enggak ada sibuk apa-apa Pak, Ada apa ya Pak?" "Begini kebetulan Leon kan butuh sopir bapak mau untuk sementara ini menjadi sopir anak saya?" "Mau Pak, mau. Mulai kapan pak?" Pak Ahyat menjawab dengan antusias. "Kalau Pak Ahyat bisa hari ini, ya hari ini bapak langsung ke Karuna saja ya pak. Nanti antar leon sekalian dia ada jadwal ke rumah sakit," pinta Yogi. Setelah menghubungi Pak Ahyat, Leon dengan segera menyelesaikan sarapan pagi. Setelahnya ia segera berangkat ke kantor. Pagi seperri biasanya jalanan yang padat adalah hal yang menjadi pemandangan umum yang selalu di saksikan para pengguna jalan. Dan Leon juga jelas sudah terbiasa dengan keadaan seperti ini meski sering kali membuat kesal.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD