A Glance About Him

1700 Words
Cekrek. Cekrek. Cekrek. Cekrek. "Yak. Bagus. Iya begitu. Satu kali lagi. Yak. Cukup" "Good job Honey. You look snatched hon" ujar wanita itu dan langsung mendapatkan kecupan di kening oleh seseorang yang ia puji tadi. "As usual right?" Ujar manusia itu sambil mengusap pipi kiri wanita di depannya. "Yaah.. kamu memang selalu luar biasa sayang"ujar wanita itu. "Ayo, lebih baik kita ke ruanganku. Kamu pasti lelah kan streaming serial terbaru" ujar pria itu. "You are the best hon" ujar wanita itu terkekeh. Sepasang anak manusia itu pun berjalan ke sebuah ruangan. "Kamu mau makan apa sayang? Nanti aku minta alvin belikan" ujar pria itu sambil melepaskan kemeja shoot nya. "Apa ya? Ah, aku mau spagetti mayo sama mango-cheese frape" ujar wanita itu dengan semangat membara. "Jangan lupa cheese nya double!" Ujar nya. "Iyain deeh.. yang bebas cheating" ujar pria itu menjawil hidung sang wanita. Sedangkan yang punya hidung hanya tertawa saja. "Halo, Alvin. Tolong pesankan Spagetti mayo 1, salat seperti biasa, coffee americano, mango-cheese frape , ga pake lama ya" ujar pria itu lalu mematikan sambungan telpon dan meletakkannya di atas meja kayu itu. Pria 190cm itu beralih, duduk di sebelah sang wanita. Menarik kepala wanita itu untuk bersandar di bahunya lalu mengusap rambut blonde panjang itu. "How do i live without you ira" ujar pria itu lalu mengecup kening wanita blonde yang di panggilnya ira itu. Saat kedua anak manusia itu menikmati momen² berduaannya, tiba-tiba terdengar suara deringan telpon dari sisi kanan si pria. Setelah mengumpat kesal, pria itu mengambil ponsel yang masih setia berdering di atas meja kaca kecil di sisi kanan nya. Tanpa melihat nama si penelpon, pria itu menerima sambungan telpon dan me loadspeaker kan nya. "Halo" ujarnya sedikit ketus. "Oh! Bagus ya kamu.. udah berani bicara ketus sama ibu?" Ujar seorang wanita dari sebrang sana dengan suara yang tak asing bagi pria itu. Pria itu mengerutkan keningnya mencoba mencerna perkataan orang dari sebrang sana. Pria itu langsung mengalihkan pandangan ke layar ponselnya untuk melihat nama penelpon yang tertera di sana. Pria itu sontak membulatkan matanya. Merutuki kesalahannya tadi karena tidak melihat nama sang penelpon dan langsung menerima nya saja. "Ibu? Ada apa bu?" Tanya si pria yang langsung jadi gugup. "Haaaah. Kamu pasti lagi sama ular londo itu kan.. ibu tau dari gelagat kamu" "Iya bu" "Yasudah. Jangan di ulangi saja. Jangan melampaui batas. Ibu dan bapakmu ini juga pernah muda. Oiya, malam ini ada acara makan² di rumah. Bapakmu mengharuskan semua anaknya untuk hadir" "Iya,bu. Akan mas usahakan" "Tidak. Bukan akan mas usahakan, nak. Yang benar adalah mas akan datang. Sudah tiga tahun kamu ngga pulang, nak. Dengan kami tidak menyetujui hubungan kamu dan ular londo itu, bukan berarti kamu berhenti menjadi anak kami dan kami berhenti menjadi keluarga kamu. Kamu itu tetep putra keluarga Mahesa" "Maaf, bu" "Hemm.. kamu harus pulang nak. Kamu itu putra ibu, ibu tidak pernah mendidik kalian untuk melepaskan kewajiban  tanggung jawab kalian sebagai anak" "Iya, bu. Mas minta maaf" "Yasudah. Kami tunggu kamu malam ini di rumah. Jangan sampai telat ya nak" "Iya bu" Lalu sambungan telpon pun terputus. Hening meliputi ruangan tersebut. Pria berdarah jawa dan perempuan blonde itu hanyut dalam fikiran mereka masing-masing. "Maaf" ujar sang pria lirih, hampir tak terdengar. Ira -wanita blonde- itu memalingkan pandangannya yang semula lurus ke arah sang pria. "Hem?" "Maaf, kamu harus mendengarkan kata-kata seperti itu dari ibu" ujar nya dengan penuh rasa bersalah. "Its okey honey..." ujar ira sambil mengusap pipi pria di depannya. "Itu ujian untuk cinta kita" sambungnya sambil tersenyum.  ♡Tingtong.. "Iya sebentar.." teriak seseorang yang sedang berlari-lari kecil dari balik pintu jati besar itu. Perempuan paruh baya dengan celemek melekat di tubuhnya itu membuka pintu berukuran 4 kali lipat dirinya itu dengan susah payah. Setelah itu terpampang jelas di matanya sesosok pria matang yang sudah tiga tahun tidak ia lihat. "Masyaallah.. Mas Sabda... ini beneran Mas Sabda ta?" Ujarnya sedikit terpekik kaget. Dan benar, pria itu Sabda, putra keluarga Mahesa yang sudah tiga tahun tidak menemui keluarganya. Pria itu tersenyum ke arah wanita paruh baya yang berdiri di depannya ini. Wanita yang ikut andil dalam tumbuh kembangnya sejak ia berusia lima tahun. Bi Minah. "Alhamdulillah mas.. Mas Sabda tadi ndak kesasar kan, mas?" Tanya Bi Minah. Sabda terkekeh. Sebegitu lama kah ia tidak pulang sampai-sampai Bi Minah melontarkan pertanyaan konyol itu? "Gitu banget sih bi.." ujar Sabda sambil berjalan masuk ke dalam rumah setelah menyalimi Bi Minah. "Ya bisa saja ta mas.. kan Mas Sabda sudah tiga tahun ndak pulang ke rumah" ujar Bi Minah yang tepat sasaran, berhasil membuat Sabda tersenyum kecut. "Bapak sama ibu mana bi?" Tanya Sabda yang mengalihkan pembicaraan. "Bapak lagi main badminton di GOR komplek sama Mas Firman, ibu lagi pergi ke rumah eyang" ujar Bi Minah. "Terus, sing cendhak nengendi, bi? (Si pendek mana bi?)" Tanya Sabda. "Lah itu.. orangnya lagi jalan ke sini" ujar Bi Minah. "Cendhak-cendhak. Sembarangan tenan panjenengan iki! Kulo iki duwen jeneng, mas. Jenenge Maya, Khadijah Sumayah. Jenenge apik tenan kok yo diarani koyok iku. Eling mas, eling, Al-hujurot ayat 11"  ujar gadis 17 tahun dengan khimar pink yang hampir menutupi pergelangan tangannya. (pendek-pendek.. sembarangan banget kamu ini! Saya ini punya nama. Namanya Maya, Khadijah Sumayah. Nama bagus-bagus kok dipanggil kayak gitu. Ingat Mas, ingat, al-hujurat ayat 11) Allah SWT berfirman: يٰۤاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِّنْ قَوْمٍ عَسٰۤى اَنْ يَّكُوْنُوْا خَيْرًا مِّنْهُمْ وَلَا نِسَآءٌ مِّنْ نِّسَآءٍ عَسٰۤى اَنْ يَّكُنَّ خَيْرًا مِّنْهُنَّ ۚ وَلَا تَلْمِزُوْۤا اَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَا بَزُوْا بِا لْاَ لْقَا بِ ۗ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوْقُ بَعْدَ الْاِيْمَا نِ ۚ وَمَنْ لَّمْ يَتُبْ فَاُولٰٓئِكَ هُمُ الظّٰلِمُوْنَ "Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain, (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok), dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olokkan) perempuan lain, (karena) boleh jadi perempuan (yang diolok-olokkan) lebih baik dari perempuan (yang mengolok-olok). Janganlah kamu saling mencela satu sama lain, dan janganlah saling memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk (fasik) setelah beriman. Dan barang siapa tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim." (QS. Al-Hujurat 49: Ayat 11) "Iyaaa, tau deh.. sing nembe bali saka pesantren wis beda" ujar Sabda sambil memainkan alisnya. (Iya, tau deh. Yang baru pulang dari pesantren udah beda) "What is making me different? I am still the same girl with the last ordinary 14 years girl" ujar Maya -adik bungsu Sabda-. (Apa yang membuat ku berbeda? Saya masih gadis yang sama dengan gadis biasa yang berumur 14 tahun dulu) "No. You are different now. You aren't my cendhak katty anymore. Time fly fast. And stupid me.  This brother who was supposed to guide you instead left. Would you forgive this stupid brother?" (Tidak. Kamu sudah beda sekarang. Kamu bukan anak kucing pendekku lagi. Waktu berllau sangat cepat. Dan bodohnya aku. Kakak yang seharusnya membimbingmu malah pergi. Maukah kamu memaafkan kakak yang bodoh ini?) "hah ... apparently conscious?  I was very grateful, when I found out you still remember the way home.  hah .. I'm not the one you should be apologizing for.  I'm actually thankful you left, because nobody else made fun of me" Maya tertawa geli. (hah ... rupanya sadar?  Saya sangat bersyukur, ketika saya tahu Anda masih ingat jalan pulang.  hah .. Saya bukan orang yang seharusnya Anda minta maaf.  Aku sebenarnya bersyukur kau pergi, karena tidak ada orang lain yang menertawakanku.) "After all, even though you did wrong to me. I have forgiven it. Allah is all-forgiving, then why don't we? , we are only it's servants, so why don't we forgive each other?" (lagipula, meskipun kamu melakukan kesalahan padaku.  Saya telah memaafkannya.  Allah itu Maha Pemaaf, lalu mengapa kita tidak?  , Kami hanya pelayan, jadi mengapa kita tidak saling memaafkan?) Tiba-tiba sesuatu terlintas dalam fikiran Maya. Gadis berkhimar pink itu langsung menarik tangan Sabda menaiki tangga menuju lantai dua. "Eeeh Mba Maya.. Mas Sabda nya mau dibawa kemana ta? Ini tehnya gimana?" Teriak Bi Minah dari arah pantry. "Letakkan di kamar Mas Sabda aja bi!" Ujar Maya yang masih menarik tangan Sabda. Setelah sampai di depan pintu bercat merah muda, Maya membuka pintu itu dan membawa Sabda masuk lalu menutupnya kembali. Maya mendorong sabda sedikit kuat dan menyebbkan Sabda yang tidak siap jatuh terduduk di atas tempat tidur. "HOEH CENDHAK! Panjenengan iki ngopo ta? Eling May, eling.. kulo iki Mas mu. Sedulur getih May.." ujar Sabda. (Heh pendek! Kamu ini kenapa sih? Inget may, inget.. aku ini kakakmu. Saudara sedarah May..) "Opo ta mas? Aneh-aneh aja. Gini nih kalau pikirannya jorok tuh gini. Pantes Ibu ndak setuju panjenengan nikah karo uler londo iku. Ternyata dia bawa dampak yang sangat buruk buat kamu, mas," ujar Maya sambil geleng kepala. "Sembarangan! Don't judge the book by it's cover!" Ujar Sabda yang membera kekasihnya.. uler londoooo. "Kamu jangan ikut-ikutan ibu deh May" "Bukan ikut-ikutan. Ini kenyataan. She is not good enough for you" ujar Maya lalu mengambil ponselnya yang berada di atas nakas putih. Dan mengambil tempat duduk menghadap ke Sabda. "Tuh. Aku udah share location ke WA mas" ujar Maya. "Hah? Lokasi apaan?" "Itu lokasi masjid Abubakar As Siddiq. Aku mau, nanti, sebelum isya mas temenin aku ke sana. Dan aku mau mas yang adzan di sana malam ini. Titik sebesar beduk!" Ujar Maya. "What? Kok gitu sih? Kok maksa?" "Harus gitu lah. Anak gadis tidak boleh keluar rumah sendirian dan tanpa ada mahramnya" "Ya firman kan ada.. harus mas gitu?" "Gini deh. Kalau mas melakukan nya aku anggap kesalahan mas ke aku selama tiga tahun ini hilang. Yah walaupun aku udah maafin mas sih. Tapi yah.. sebuah vas yang pecah, walaupun sudah di satukan lagi masih terlihat kan bekas pecahannya? Ya ibarat kata permintaanku kali ini untuk mengilangkan bekas nya itu" ujar Maya "tapi kalau ndak mau juga rapapa. Ruginya di mas juga bukan di aku" tambahnya. "Haaah.. oke-oke.. apa sih yang ndak buat cendhak mas yang imut ini" ujar Sabda. "Mas itu sebenarnya, membujuk, ngegombal, atau mau ngejek aku sih?" Ujar Maya yang mulai kesal. "Tinggiku sudah 165 mas,  aku ra cendhak lagi" "Ohya? Tapi mas masih 25 senti di atasmu cendhak.." "Mas sabdaaaaa awas koeee!!" Ujar Maya murka dan Sabda langsung berlari meninggalkan kamar sang adik.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD