04 MPH

980 Words
Sudah lebih dari dua jam Meisya berdiri di atas Balkon, menungu Bara pulang dari kantornya. Malam sudah semakin larut, angin dingin yang menembus kulitnya ia hiraukan, dengan menggunakan baju kain yang tidak terlalu tebal membuat Meisya menggigil kedinginan. Meisya masih setia berdiri menunggu Bara pulang. Memang sudah menjadi kebiasaan Meisya saat sudah waktunya jam Bara pulang kerja, ia akan menunggunya di balkon dan Meisya akan berlari kebawah saat melihat mobil Bara memasuki kawasan mansionnya. "Huh," keluh Meisya, bukan karena lelah berdiri, tapi ia lelah memikirkan Bara. Akhirnya wanita itu memutuskan untuk pergi menemui Bara di kantornya saja. "Pak antarkan saya ke kantor Bara," pinta Meisya kepada salah satu sopir pribadinya. "Baik Nyonya," balasnya dengan sopan lalu langsung membukakan pintu mobil untuk Meisya. Meisya pergi menemui Bara dengan dua mobil pengawal dibelakangnya. Meisya memutar bola matanya malas, ia sudah tahu ini semua pasti ulah dari suaminya, Bara pasti menyuruh mereka semua untuk selalu mengikutinya kemanapun ia pergi. Meisya yakin ini hanya sebagian yang terlihat dan separuhnya lagi mengikuti Meisya dari jarak jauh. Meisya sudah sampai di depan perusahaan milik Bara. Dengan anggunnya wanita itu berjalan masuk ke dalam. Sepi serta sunyi yang Meisya rasakan, hanya terdengar kettikan laptop dari pegawai-pegawai yang berkerja lembur. "Bara ada di dalam?" tanya Meisya kepada Brian pengawal pribadi Bara. "Iya Nyonya, " jawab Brian. Meisya hanya mengangguk sekilas lalu ia berniat membuka pintu ruangan Bara. Namun, gerakannya harus terhenti saat dengan cepatnya Brian mencegah tangannya. "Maaf Nyonya, tuan Bara sedang ada urusan penting di dalam dan Tuan Bara tidak memperbolehkan siapa pun untuk masuk ke dalam," jelas Brian. "Saya istrinya, jadi saya bebas masuk ke ruangan suami saya," balas Meisya. "Tapi Tuan Bara melarang siapa pun Nyonya, karena ada hal yang sangat penting di dalam." "Tidak ada yang lebih penting dari Bara selain istrinya," sergah Meisya. Brian sempat menggelengkan kepalanya, suami dan istri ternyata tidak jauh berbeda. "Tapi ini sudah perintah dari Tuan Bara sendiri, Nyonya." Brian berusaha memberi pengertian pada Meisya agar rela menunggu di luar. "Memang siapa yang berada di dalam?" tanya Meisya penasaran. Tidak mungkin Bara juga melarangnya masuk. "Sekretarisnya Nyonya," jawab Brian. Perasaan Meisya mulai tidak tenang saat mendengarkan jawaban dari Brian. "Buka sekarang! Atau aku bakal minta Bara buat mecat kamu. Kamu pasti tahukan kalau Bara nggak bakal nolak permintaan aku," ancam Meisya. "Tap--" "Brian," geram Meisya. Ceklek Brian membukakan pintu tersebut dan dibalas senyum kemenangan oleh Meisya, ia pun berjalan masuk. "Bar, kamu belum pu--" Perkataan Meisya harus terhenti saat melihat tangan seorang wanita yang berada di kancing kemaja milik suaminya, serta tangan Bara yang juga ikut memegang kancing tersebut. Deg Bara membeku sambil menatap istrinya yang tiba-tiba masuk ke dalam ruangannya. "Jadi ini yang buat kamu nggak pulang?" tanya Meisya lirih. Braaak Meisya berlari keluar lalu membanting pintu tersebut hingga menghasilkan suara bantingan yang begitu keras. Bara dengan sigap menghempaskan tangan sekretarisnya dari kemejanya, lalu ia mencengkeram rahang sang sekretaris, Bara tidak akan mengejar istrinya sebelum ia memberikan hukuman kepada orang yang membuat istrinya salah paham. "Ma-maaf Tuan," ucapnya penuh mohon saat kuku Bara sedikit menusuk didagunya. "Sudahku katakan jangan mendekat, jika istri saya marah. Kamu akan tanggung sendiri akibatnya!" ancam Bara dengan suara dingin. Lalu ia menghempaskan dengan kasar dagu sekretarisnya itu. Sang sekretaris pun langsung meringis kesakitan akibat cengkeraman Bara yang membuat dagunya terluka. Dengan langkah lebar Bara mencari istrinya. *** Meisya sekarang sudah sampai di mansionnya, niatnya ingin pergi dan menginap di hotel, tapi ia tidak mau membuang-buang uang hanya karena hal seperti ini. Lebih baik ia sumbangkan kepada orang yang tidak mampu dari pada menginap di hotel satu malam. Meisya membuka pintu mansionnya dengan kasar dan juga menutupnya dengan keras. Membuat para pelayan yang ada disana menatap heran dan bertanya-tanya. Meisya membuka pintu kamar tamu lalu masuk kedalam dan tidur di sana, tak lupa ia menguncinya dari dalam agar Bara tidak bisa membukanya. ... BRAAAAK Bara membanting pintu kamarnya dengan kasar saat tidak menemukan istrinya di sana. "Ke mana Meisya?" tanya Bara dingin kepada para pelayannya. "Ny-nyonya ada di kamar tamu tuan," jawab seorang pelayan dengan peluh yang membanjiri dahinya karena takut menatap Bara. Dengan cepat Bara berjalan menuju kamar ruang tamunya. "s**t," umpat Bara saat tahu jika pintunya dikunci dari dalam. Bara membuka ponselnya lalu menghubungi seseorang. "Bawakan aku kunci cadangan kamar tamu, saya tunggu lima menit!" perintah Bara lalu setelah itu ia langsung mematikan sambungannya. Bara menarik rambutnya frustasi saat orang yang ia suruh belum juga datang. "Ini Tuan," ucap Brian sambil memberikan kuncinya kepada Bara. "Pergi!" titah Bara setelah mendapatkan kuncinya, dengan sigap Brian mengangguk lalu pergi dari hadapan Bara. Pintu terbuka dan Bara tidak bisa melihat apa-apa karena keadaan kamar tersebut gelap. Bara menghidupkan lampu dan terlihat jelas Meisya yang sedang tertidur pulas dengan posisi tidak karuan serta bantal-bantal yang berceceran dibawah. Bara berjalan pelan mendekati Meisya dengan mengambil beberapa bantal yang jatuh. Bara langsung merebahkan tubuhnya disamping sang istri lalu memeluk Meisya dari belakang. "Sayang," panggil Bara lembut tapi tidak ada sahutan sama sekali dari Meisya. "Kamu udah tidur?" tanya Bara setelahnya terdengar dengkuran halus dari Meisya. "Maaf, tapi tadi kamu salah paham. Aku nggak membuat pembelaan, tapi aku harus dengerin penjelasan aku yang sebenarnya. Aku beneran nggak sadar kalau kancing kemeja aku ke buka. Di saat urusanku udah selesai sama sekretaris ku, tiba-tiba dia ngedeketin aku dan berniat ngancingin kemeja aku, padahal sudahku peringati jangan mendekat, tapi dia maksa dan kamu tiba-tiba masuk kedalam dan salah paham," jelas Bara seadanya. "Kamunya aja yang kegenitan, pakek lepas kancing di depan sekretaris segala," sahut Meisya tanpa sadar. Lalu wanita itu langsung membekap mulut laknatnya yang dengan mudah berbicara, ia lupa jika ia sedang berpura-pura tidur. Meisya pun menyembunyikan wajahnya dibawah bantal, sungguh pipinya sekarang memanas karena malu, bisa-bisanya ia ketauan jika sedang pura-pura tertidur. Sedangkan Bara hanya mengulum senyumnya, ia takut wanitanya akan semakin marah jika ia tertawa. Sebenarnya ia sudah tahu jika Meisya belum tidur, justru itu ia menjelaskan semuanya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD