09 MPH

913 Words
Sesampainya dirumah Bara terus saja menggendong Meisya dari luar sampai kedalam kamarnya. "Bara. Hanya tangan ku yang sakit, klo kaki ku masih bisa berjalan," seru Meisya sedari tadi agar suaminya ini menurunkannya. Namun Bara tetap lah Bara ia tidak mau Meisya sampai terluka lagi. Bara mendudukan Meisya diatas kasurnya, lalu ia mengelus pelan rambut Meisya. "Tunggu disini, aku ada urusan sebentar," ucap Bara. "Tunggu! Mau kemana?" Tanya Meisya mencekal tangan Bara yang hendak pergi. "Ada hal yang harus aku lakukan sayang," jawab Bara menatap Meisya dengan lembut. "Aku ikut," pinta Meisya. "Tapi ini penting Sya," ucap Bara tanpa embel-embel sayang. "Turuti permintaan ku! Atau aku nggak bakal nurut sama perintah mu!" ucap Meisya yang mulai menatap serius kearah Bara. "Aakh" frustasi Bara. Akhirnya ia mengangkat tubuh Meisya dan membawanya keruangan kerja. Sesampainya diruang kerjanya, Bara langsung memangku Meisya. Ia menyalakan laptop dan mengettik sesuatu disana tanpa merasa terganggu dengan keberadaan Meisya. "Aku mau turun," ucap Meisya risih saat merada diatas pangkuan Bara. Ia pun berniat beranjak, namun dengan cepat Bara menahan pinggangnya agar terus tetap berada diapangkuannya. "Mau kemana?" tanya Bara. "A-aku mau duduk disofa," jawab Meisya gugup saat menatap wajah Bara yang seakan menahan marah. "Tadi kamu sendiri yang minta ikut. Jadi sekarang jangan membantah!" ucap Bara dan terdengar sedikit geraman dikaliamatnya. Meisya pun mengurungkan niatnya untuk pergi. Ia pikir, Bara akan menyakiti Dewi dan Putri ternyata pria ini memang sedang sibuk. Meisya menatap Bara dengan lekat, pria itu tidak terganggu sama sekali dengan pandangannya. Jika Meisya yang dipandangi seperti ini oleh Bara iya yakin dia akan merasa malu dan gugup. Karena bosan Meisya pun memainkan wajah Bara dengan memegang alisnya yang tebal, lalu turun ke hidungnya yang mancung. Meisya terdiam sejenak, namun berikutnya ia menyentuh bibir Bara yang merah alami. Tidak berhenti disitu wanita itu pun turun untuk mengelus rahang tegas milik suaminya. "Hentikan itu! Atau aku akan memakanmu disini!" peringat Bara namun terdengar nada frustasi dikalimatnya. "Kenapa?" Tanya Meisya dengan wajah tanpa dosa. Bara mengusap wajahnya dengan gusar, ia tak kan bisa melakukannya dengan tangan Meisya yang masih sakit. "Kenapa? Jawab aku Bara!" Desak Meisya sambil bergerak-gerak diatas pangkuan Bara. "Aakh.. jangan bergerak! Kau membuatnya tersiksa," ucap Bara menggeram tertahan. Wajah Meisya menegang saat merasakan sesuatu yang menonjol dibawah sana. "Ba-bara" panggil Meisya gugup. "Aku tahu," balas Bara lirih sambil memejamkan matanya. "Maaf" ucap Meisya merasa bersalah. "Kau tidur lah disini,dan jangan banyak bergerak!" Peringat Bara lalu memeluk pinggang Meisya dengan tangan kirinya dan tangan kanannya ia gunakan untuk mengettik kembali. Akhirnya Meisya pasrah dan mengalungkan tangannya dileher Bara. Beberapa menit kemudian ia pun tertidur pulas disana. Drrt drrt "Bagaimana?" Tanya Bara saat sambungan telah terhubung. "Semuanya sudah selesai tuan. Ini sangat mudah karena mereka memang banyak melakukan penipuan dan juga hal-hal jenisnya," jawab orang diseberang sana. "Kerja bagus." "Dan satu lagi yang terungkap tuan. Dan ini mungkin bisa membuat anda terkejut," ucapnya. "Cepat katakan! Aku tidak mau bertele-tele," perintah Bara. "Ternyata Dewi lah yang telah membunuh kedua orang tua nyonya. Ia menyuruh sesorang untuk menabrak orang tua nyonya dan ia sudah berniat mengusai kekayaan dari kakaknya," tuturnya. Wajah Bara terlihat terkejut, namun ia langsung merubah ekspresi wajahnya kembali. "Kerja bagus. Besok aku akan menikmati hasil kerjamu," ucap Bara sambil tersenyum miring. Besok ia akan melihat kehancuran dari keluarga Dewi. "Baik tuan," balasnya setelah itu mereka memutuskan sambungan teleponnya. Bara menatap wajah istrinya yang sekarang sudah tertidur diatas pangkuannya. Ia pun akhirnya menggendong Meisya kembali kekamar dan membaringkannya disana. Bara pun kembali keruangan tadi karena ada hal yang masih harus ia kerjakan. Setelah perginya Bara, Meisya langsung meremas seprainya denga kuat menyalurkan rasa sakit didadanya. Suatu kebenaran muncul dengan tiba-tiba membuatnya tidak siap menerimanya. Sebenarnya ia mendengarkan pembicaraan Bara dan Brian di telepon tadi, namun ia tetap berpura-pura tertidur agar Bara tidak memberhentikan pembicaraannya. "Hiks..." satu isakan keluar dari mulutnya. ..... Keesokannya... Tok tok Ada seseorang yang berusaha mengedor pintu ruangan Bara. "Ada apa?" Tanya Meisya kepada Bara. Bara mengakat bahunya acuh pertanda ia tidak tahu dan tidak peduli. Meisya yang penasaran langsung berjalan menuju pintu dan membukakannya. Braak "Tuan! Tolong saya tuan hiks... polis ini ingin menangkap saya tuan," tangis Dewi sambil memohon kepada Bara. Terlihat Dewi yang masuk kedalam ruangan Bara, dengan dua polisi yang memeganhi kedua tangannya. "Kenapa dia?" Tanya Bara kepada kedua pilis tersebut. "Dia kami tangkap tuan karena kasus korupsi dan juga penipuan. Dan dia juga pernah melakukan persekongkolan untuk membunuh kakaknya sendiri," jawab polisi tersebut. "Tidak tuan! Dia bohong, saya tidak pernah melakukan hal itu hiks.. saya mohon tolong bebaskan saya tuan," mohon Dewi sambil berlutut. Bara terkejut bukan karena Dewi, tapi karena melihat wajah Meisya yang hanya ekspresi datar dan taka ada keterkejutan sama sekali diwajah istrinya. "Kau pasti bersalah, kalau tidak mereka tidak akan menangkap mu. Aku akan segera memutuskan kerja sama kita atau reputasi perusahaanku tercemar," balas Bara sambil menatap karah Meisya. "Tidak tuan! Ini semua tidak benar," ucap Dewi. "Nyonya. Tolong saya nyonya hiks, ini tidak benar nyonya." "Sekarang kau kan yang memohon-mohon kepada ku," Meisya menghelan nafasnya sebentar, "Kemarin kau sangat angkuh. Kenapa sekarang kau merendah seperti ini?" tanya Meisya sambil mengejek. "Maaf kan saya nyonya, sekarang tolong saya nyonya Meisya." "Ralat bibi ku sayang, nama ku bukan hanya Meisya," koreksi Meisya. Ia berjalan mendekati Dewi dan ia membisikan sesuatu. "Nama asliku, Meisya Nelson. Apakah kau ingat dengan nama marga ku itu?" Bisik Meisya. Dewi terkejut setelah mendengarkan bisikan dari Meisya, sekita wajahnya berubah menjadi putih pucat. "Bawa dia keluar!" Perintah Meisya dan langsung diangguki oleh kedua polisi tersebut.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD