Baru Bertemu, Di Ajak kencan?
“Aku rasa, hubungan kita tidak akan berhasil, lebih baik kita sampai di sini saja, Julia.” Suara Seano terdengar jelas, tatapan matanya tidak menunjukkan kesedihan sama sekali.
Julia terhenyak, ia memegang ujung rok dres yang di pakainya dan mulai meremasnya, menahan bahunya agar tidak bergetar karena tangisan sudah membanjiri pipinya.
“Kenapa? Apa aku melakukan kesalahan? Apa yang tidak bisa berhasil dalam hubungan kita yang selama ini baik-baik saja, Seano?” Julia mempertanyakan maksud pria itu memutuskannya secara sepihak.
“Kau, membosankan.”
Tanpa belas kasih, malam itu Seano memutuskan Julia yang sudah berkencan dengannya selama hampir empat tahun, pria itu pergi begitu saja sambil melemparkan hadiah anniversary dari gadis itu.
Julia menangis, kakinya tidak mampu melangkah, ia sangat mencintai pria itu, yang sudah mengencani nya sejak ia lulus SMA. Namun sekarang, tidak ada lagi cinta yang terlihat di matanya, raut wajahnya seakan di penuhi dengan kebencian.
Julia merasa hari itu adalah hari paling buruk dalam hidupnya. Gadis itu kembali ke rumahnya dalam keadaan mengerikan dan langsung bersikap seakan tidak terjadi apa-apa di hadapan sang kakak.
….
“Julia, pakaian untukmu sudah di siapkan semuanya,” Taddeo, kakak Julia sudah menyiapkan dress hingga sepatu hak tinggi yang harus Julia kenakan untuk menemaninya ke acara pertunangan anak bungsu bosnya.
Kakaknya tidak memiliki kekasih untuk di ajak dan ia berpikir Julia mungkin bisa menemaninya. Tidak berpikir terlalu lama Julia menyetujui permintaan tersebut, ia datang bersama kakaknya Taddeo, menuju pesta pertunangan mewah dan megah.
Julia berpikir, ikut ke sana mungkin bisa sedikit menghibur dirinya yang baru saja di putuskan oleh kekasihnya kemarin malam.
“Kak, aku tidak terbiasa menggunakan sepatu hak tinggi, ini pegal!” Julia berseru, setengah berbisik karena ia tidak ingin di dengar orang lain.
Taddeo memaksakan senyumnya, “sudah bertahan saja, acaranya cuma tiga jam,” jawab Taddeo sambil terus menggiring Julia.
Mata Julia melirik kesana kemari, takut bertemu dengan Seano di tempat ini meski kemungkinannya kecil tapi pria itu juga seorang pebisnis muda, usianya pun enam tahun lebih tua dari Julia yang baru berusia genap dua puluh tahun.
Namun gadis itu malah mendapatkan pemandangan yang cukup mengejutkan, ia segera menoleh pada kakaknya.
“Kak, itu kan Harin, teman satu angkatan ku di SMA, dia yang bertunangan?” tanya Julia pada Taddeo.
Taddeo mengangguk kemudian Julia melepaskan tangannya yang di amit oleh lengan sang kakak, ia menjauh dari sana.
“Aku malu! Aku tidak mau menyapanya, nikmati saja acaranya, aku mau berkeliling saja!” Julia berseru kecil dan perlahan menjauh, menghilang dari pandangan sang kakak yang hanya bisa menghela napas pasrah.
Malam itu Tokyo tidak terlalu dingin meskipun berada di rooftop ballrooms lantai tertinggi hotel ini. Setidaknya Julia mengenakan gaun yang sedikit terbuka, Gadis berambut hitam panjang dan bergelombang itu merasa anggun dengan dress putih selutut berlengan pendek yang glamour namun tetap terlihat manis.
Makanan mewah di hotel mewah, pemandangan indah, sungguh memanjakan matanya. Ternyata memang keputusan yang baik ia ikut bersama sang kakak datang ke acara ini, meski hatinya masih sakit.
Wajahnya kecil, manis, cantik, tubuhnya indah dan dirinya bersinar di pesta tersebut. Tapi Julia, tetaplah gadis yang baru berusia dua puluh empat tahun, yang masa bodoh dengan tatapan orang-orang.
"Sepatu ini menggangguku, kenapa sih dia membelikan ini?" Julia mengeluh sendiri pada sepatu yang di belikan oleh kakaknya, ia pun menjauh dari keramaian. Beberapa bagian kakinya memerah akibat lecet.
Terdapat sebuah taman kecil di ujung lorong ballrom, Julia tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk duduk tenang dan melepas higheels nya. Kakinya terasa perih, ia berpikir jika terus memakai sepatu seperti itu, kakinya akan putus.
Dari sini Julia dapat melihat pemilik pesta bersanding dengan kekasihnya dan saling bertukar cincin, ia membayangkan jika mungkin kekasihnya tidak mengkhianati nya, Julia juga akan seperti mereka. Hubungan yang ia bangun kurang lebih empat tahun kandas, karena dua tahun di antaranya ia menjalani Long Distance Relationship (LDR).
Apa alasan kekasihnya memutuskan hubungan itu? Julia sudah berpikir macam-macam, hal paling masuk akal ialah, ada orang ketiga. Pria itu datang tapi hanya untuk mengajaknya berpisah.
Lalu dengan entengnya dia bilang Julia itu membosankan.
Perlahan air matanya menetes, jatuh dengan mulus melewati pipinya. "Harusnya sejak awal aku tahu kalau Seano akan meninggalkanku.” Julia mengambil tissue yang telah ia siapkan, ia sudah memprediksi tangisan ini sebelumnya, bahkan tas tangan wanita itu seolah isinya tissue semua.
"Permisi Nona, Kau menangis di pesta pertunangan adikku? Apa kau mantan kekasih nya?"
Sebuah suara membuat Julia tersentak dan langsung berdiri dari duduknya. Ia merasa awkward, dirinya berantakan, tidak memakai sepatu dan memegangi tissue, yang mungkin terkena ingusnya.
"T-tidak, bukan! Aku menangis karena…" Julia menyeru kecil dalam tangisannya, seorang pria yang bertanya tadi, memandangnya heran.
Julia tidak sanggup berbicara lagi, ia bingung dan malu, tapi tidak mau membuat pria ini salah paham kalau Julia sedang menangisi pemilik acara.
“Karena?” Pria itu menanti ucapan Julia selanjutnya.
"Aku... baru saja di tinggalkan oleh kekasih ku, t-tapi kau jangan salah paham, bukan orang yang sedang bertunangan itu, kekasihku orang lain!" ucap Julia akhirnya, ia tidak ingin membuat pria itu berpikir macam-macam.
Pria tersebut memandangi Julia yang mengenakan gaun setengah terbuka, belum lagi gadis itu menangis. Hal tersebut akan mengundang tanya banyak tamu undangan. Pria tersebut melepas jas yang ia pakai dan menutup punggung Julia menggunakan jas tersebut.
Julia terkejut dengan perlakuannya yang begitu lembut, pria itu memberinya perhatian yang besar.
"M-maafkan aku.." tutur Julia.
Pria tersebut menepuk pundak Julia pelan. "Kau tidak salah, hanya saja kau menangis di tempat yang kurang tepat."
Julia mendongak menatap pria tersebut, mereka tiba-tiba terpaku dan saling menatap cukup lama. Julia sudah tidak menangis lagi, masih ada jejak-jejak air mata di pipinya dan pria tersebut secara refleks mengusapnya.
Mata hitam tajam pria itu seolah tenggelam dalam kesedihan mata jade yang lembut milik Julia. Ketika pandangan mereka bertemu, seolah ada aliran tertentu mengaliri tubuh mereka masing-masing, mungkin seperti aliran listrik?
Entah apa itu, rasanya saling tarik menarik satu sama lain.
"M-merasa lebih baik?" Pria tersebut akhirnya mampu bersuara setelah cukup lama tertegun.
“Terima kasih, Tu—,”
“Ravi, namaku Ravi Jovian.”
Mata Ravi memandang Julia begitu dalam, sementara Julia merasa familiar dengan wajah dan nama pria itu. Seolah ia pernah bertemu dengannya sebelumnya tapi ia tidak ingat.
Rambut hitam yang rapi, garis wajah yang tegas dan tampan serta hidung mancung membuat pria itu terlihat sempurna, berjalan sambil merangkul Julia yang merasa kan pipinya bersemu merah karena merasa tersipu.
Gairah apa ini di sebutnya? Rasanya Julia merasa gugup dan sedikit senang ketika bersama pria yang baru saja di kenal nya ini.
Jatuh cinta pada pandangan pertama?
“Julia,” pria itu memanggil namanya, membuat Julia terkejut bukan main, pasalnya, ia sendiri belum mengenalkan dirinya.
Alis Julia tertaut, ia mengernyit heran, dari mana pria itu mengetahui namanya dengan sangat jelas seperti itu.
“Mau kah kau berkencan dengan ku?”
Pertanyaan itu lebih membuat Julia shock lagi, seakan ada petir yang menyambarnya saat itu juga. Gadis itu kaku, terpaku pada tatapan mata yang tajam itu. Tatapan yan sedang menatapnya dengan penuh rasa keinginan yang kuat.
Tatapan yang begitu menginginkannya namun mulut Julia yang semula kaku, tiba-tiba bisa bergerak dan bibirnya mengeluarkan sebuah kata-kata yang tidak ia prediksi sebelumnya.
“Menarik, kau sudah mengetahui namaku dan mengajakku berkencan, haruskah aku menjawab iya?”
Ravi baru saja akan menyunggingkan senyumnya, namun seketika Julia melepaskan jas yang di sampirkan oleh pria itu dan mengembalikannya.
“Maaf, tapi aku sedang tidak tertarik untuk berkencan,” ucap Julia dengan ringan dan penuh keyakinan, ia menolak dengan sopan. Gadis itu masih merasakan sakit hati, ia belum memikirkan untuk mendapatkan cinta yang baru.