bc

Keenan

book_age0+
2.2K
FOLLOW
10.6K
READ
goodgirl
badgirl
powerful
student
drama
comedy
sweet
like
intro-logo
Blurb

"Lo percayakan sama gue?"

"Percaya apaan?"

"Kalau gue sayang lo."

* * *

Keenan tidak pernah menyangka kalau kisah cintanya akan serumit seperti drama yang sering dilihat mamanya di televisi. Ditemani banyak orang yang menyayanginya, Keenan berhasil bertahan. Disaat hatinya retak dan hancur, di sanalah datang seseorang yang rela memberi cintanya pada Keenan. Tentu saja Keenan kebingungan. Apa dia harus menunggu dengan tetap diam dan membiarkan hatinya terus berdarah, atau memilih jalan lain dengan menerima cinta yang lain.

chap-preview
Free preview
Chapter - 1
Keenan's POV Hari senin? Upacara, kimia, matematika, sejarah, biologi, olahraga. Dan aku benci itu semua. Terlebih olahraga. Terlebih materi hari ini adalah basket. Aku paling malas berurusan dengan bola pantul tersebut. Tetapi satu hal, aku begitu menyukai lelaki yang pandai dalam basket. Aku masih betah untuk tetap berada di dalam selimut tebal bergambar mickey mouse milikku. Aku malas sekolah hari ini. Malas sekali! Tetapi jika aku tidak masuk, maka aku tidak akan bertemu dengan Gibran. Cowok ganteng dari kelas sosial-1. Dari awal kita sama-sama masuk sekolah, aku sudah kagum dengan Gibran. Saat mos, melihatnya dihukum untuk bernyanyi kemudian push-up di hadapan kami semua. Gibran memang bukan murid yang bisa dibilang baik saat pertama kali aku melihatnya ketika mos. Entahlah, mungkin sedikit sifat nakal ketika SMP masih mengikutinya. Aku masih saja menatap langit-langit kamarku sambil menghayal. Berharap suatu hari nanti Gibran datang dan melamarku dengan romantisnya. Tapi kenyataan kalau Gibran bahkan tidak mengenalku membuatku putus asa. Tapi, kita tidak tahu jodoh, kan? Aku terus saja melamun sampai terdengar suara cempreng wanita yang begitu aku sayang memenuhi ruang kamarku. Mama. Sebenarnya, aku ingin sekolah. Aku ingin melihat Gibran. Tapi aku tidak ingin olahraga. Aku juga tidak ingin sejarah. Membayangkan muka Pak Dedy yang begitu membosankan saat mengajar membuatku malas. Dimana-mana, hidup itu ke depan, bukan melihat ke belakang, bukan mengulang-ulang masa lalu. Tidak akan move-on bila seperti itu. "Keenan, kamu dengerin Mama ngomong nggak, sih?" teriak mama yang membuatku langsung kembali ke alam nyata. Suara mama memang luar biasa. "Apa, Ma?" tanyaku dengan muka polos. "Aduh, Keenan Adelia Dinata, kamu nggak sekolah?" teriak mama lagi. Kenapa harus nyebut nama lengkap Kee, sih, Ma? "Aduh, Ma, Keenan pusing nih, Ma. Perut Keenan juga sakit. Keenan izin nggak masuk ya, Ma, hari ini." Aku memelas. Memulai acting. Maafin Keenan ya, Ma. "Kamu sakit?" tanya mama histeris sambil berlari ke arah tempat tidurku dan langsung menangkup kedua pipiku. "Papa!" teriak mama lagi memanggil papa. "Papa sini!" Mama tambah histeris. Aku hanya bisa menatap mama dengan pandangan tidak percaya. Untung saja aku mendapatkan sifat kalem dari papa. Dapet sifat dari mama juga, sih, tapi alhamdulillah hanya sedikit. "Kenapa sih, Ma? Dari tadi kok teriak terus?" tanya papa dengan sifat kalemnya. "Ini, Pa, Keenan sakit. Papa izinin Keenan, ya, ke sekolah?! Biar Mama yang bawa dia ke rumah sakit nanti." Rumah ... rumah sakit? Aku kan nggak sakit! Ya Allah, tolong Keenan. "Oh, yaudah. Keenan cepet sembuh, ya, Nak. Papa berangkat dulu." Papa berpamitan setelah mencium pipi dan dahiku. "Hm, Ma ... Kee sekolah aja, deh. Kayaknya pusing Kee udah kurangan deh, Ma. Sakit perut Kee juga." Aku memohon pada mama. Tapi mama malah melihatku dengan pandangan bingung. "Ha?" teriak mama terlambat. "Nggak! Ntar kalau kamu jatuh gimana? Ntar kalau tiba-tiba kamu pingsan gimana? Ntar kalau tiba-tiba kamu muntah-muntah gimana? Nggak boleh. Kamu di rumah aja sama Mama. Istirahat aja dulu, nanti kita ke dokter. Mama bikin bubur dulu buat kamu." Aku mengerjapkan mata beberapa kali. Jika seperti ini, apa yang harus aku lakukan? *** Aku sudah selesai mandi dan akan pergi ke rumah sakit bersama mama. Tidak seperti biasa, kali ini mama membawaku ke rumah sakit. Biasanya, mama akan membawaku langsung ke rumah Tante Nola, teman dekat mama yang berprofesi sebagai dokter. Biasanya aku akan pergi ke sana dalam keadaan berpura-pura sakit, Tante Nola tahu dan dia hanya melihatku sambil mengedipkan sebelah matanya, lalu membantuku berbohong di depan mama. Tapi tetap, Tante Nola akan memberi obat seperti vitamin dan antibiotik. "Kenapa nggak bawa Keenan ke rumah Tante Nola, Ma?" tanyaku bingung. "Tante Nola kan udah pindah ke Bandung seminggu yang lalu. Lagi pula di rumah sakit yang bakal kita datengin itu juga ada kenalan Mama kok, Kee." Tapi nggak ada yang sepengertian Tante Nola, Mama! "Kok Keenan nggak tau kalau Tante Nola udah pindah? Tapikan, Remy masih disini, Ma." "Remy emang masih di sini, tinggal sama Om Roland, tapi kayaknya cuma sampai Remy lulus SMA. Karena habis itu Remy bakal pindah ke Bandung ikut Tante Nola." "Tante Nola pindah ke Bandung emang ada apa, Ma?" "Dia kan dipindah-tugasin." "Kenapa Tante Nola nggak buka praktek sendiri? Jadikan Remy nggak perlu pergi-pergi." "Nggak tau. Dia bilang lebih enak kerja kayak gitu. Ya, Mama cuma dukung apa yang dia mau. Selagi dia bahagia." "Kenapa sih, Ma, Tante Nola sama Om Roland harus cerai? Kan kasian Remy." "Kalau buat itu mama nggak bisa jawab, Sayang. Itu bukan hak Mama. Nanti pasti kamu ngerti sendiri, kok." Aku hanya bisa mengangguk dan setelah itu mengalihkan pandangan dari mama yang sedang serius menyetir. Aku bersyukur lahir di keluarga yang sayang padaku. Di keluarga yang berkecukupan. Pagi-pagi digangguin sama mama, malamnya digangguin sama papa, terus sebulan sekali pasti bakal digangguin sama Kak Ryan. Aku bersyukur lahir di keluarga sempurna.  Sedetik kemudian aku menyesal! Kenapa aku harus pura-pura sakit. Sedangkan papa susah payah kerja supaya bisa bayar uang sekolah. Sedangkan aku malah membolos. Maafin Keenan, Pa, Ma. "Ayo, Kee, turun!" ucap mama membuatku kembali ke alam sadar. "Iya, Ma," jawabku setelah itu ikut keluar dari mobil. "Mama udah buat janji sama temen mama itu?" tanyaku. "Oh iya, mama lupa!" Mama terlihat panik. "Doain aja temen Mama itu nggak sibuk ya, Kee." Ya Allah, mudah-mudahan temen mama itu sibuk. Sibuk sesibuk sibuknya. Sampai ngga punya waktu buat temuin kita. Doaku. Saat sudah berada di dalam, mama mengurus sesuatu yang aku tidak tau apa itu. Karena aku hanya duduk sambil menikmati acara tv yang sedang menampilkan gosip. "Kee, temen Mama nggak masuk hari ini," ucap mama lesu. Yes, berarti aku nggak jadi diperiksa yes! "Yaudah, Ma, nggak apa-apa. Ayo kita pulang, Ma." Aku berdiri mengajak mama. Tapi mama langsung menarik tanganku dan menyuruhku untuk duduk kembali. "Mau kemana? Kan masih ada dokter lain, Kee. Kita tungguin aja sampe nama kamu dipanggil terus kamu masuk ke ruangan yang itu." Mama menunjuk sebuah pintu dengan sebuah nama tertempel di pintu tersebut. Aku tidak dapat melihat nama itu dengan jelas, karena aku dan mama memang duduk lumayan jauh dari pintu itu. Tiba-tiba aku merasa benar-benar rindu dengan dua kunyuk yang biasanya membuat hariku lebih ramai, Mikha dan Remy. Apa kabar mereka senin ini? Pasti otak mereka sedang error sekarang, oh maksudku Mikha, bukan Remy. Karena Remy termasuk murid yang pintar. Lamunanku buyar saat namaku dipanggil oleh seorang suster. "Keenan Adelia." Langsung saja aku masuk, saat mama ingin ikut, aku langsung saja melarang, karena bisa-bisa kebohonganku akan terungkap. Aku masuk ke dalam ruangan itu dan langsung kaget dengan apa yang ada di dalamnya...   ...tbc...

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Turun Ranjang

read
578.8K
bc

Kujaga Takdirku (Bahasa Indonesia)

read
75.9K
bc

Marry Me If You Dare

read
222.8K
bc

Suamiku Bocah SMA

read
2.6M
bc

The Perfect You (Indonesia)

read
289.7K
bc

Sepenggal Kisah Gama ( Indonesia )

read
5.0M
bc

Air Mata Maharani

read
1.4M

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook