bc

WHY

book_age16+
4.9K
FOLLOW
54.3K
READ
possessive
teacherxstudent
love after marriage
sweet
like
intro-logo
Blurb

Menikah dengan seorang duda bukanlah impian dari seorang gadis bernama Nafla Khinsa Adlina. Namun, impian itu harus ditelannya bulat-bulat saat tahu bahwa ia benar-benar dijodohkan dengan seroang duda. Apalagi, sosok duda itu adalah masa lalu dari sang kakak.

Lantas, bagaimana pernikahannya ini akan awet jika masa lalu pria itu masih membayanginya?

chap-preview
Free preview
BAB 1
Asgaf kembali memejamkan matanya erat kala melihat seorang wanita muda kembali dijodohkan dengannya. Desakan dari teman-teman dan orang tuanya membuat dia terpaksa bertemu dengan gadis yang masih sangat muda. Bisa ditafsirkan umurnya mungkin masih dibawah dua puluh tahun. Dilihatnya, gadis itu tersipu malu sambil menatapnya sedikit grogi. “Jadi, berapa umurmu?” Mata bening gadis itu seketika melebar sebelum menjawab gugup. “Sembilan belas, Kak,” Nyaris saja Asgaf tersedak salivanya sendiri karena panggilan ‘kak’ yang ditujukan untuknya. Ia menarik napas dalam-dalam sebelum menatap kembali gadis yang kini tersenyum malu-malu itu. Ini gila! Benar-benar gila! Asgaf hendak melambaikan tangannya ingin menyerah, namun delikan dari orang tuanya yang duduk tidak jauh darinya membuat niatnya jadi urung. “Kak? Saya lebih tua empat belas tahun darimu—” “Kakak terlihat muda dan tampan. Jadi, nggak masalah ‘kan saya panggil kakak?” Tidak bisa! Asgaf benar-benar ingin menyerah. Mendadak ia bangkit dari tempat duduknya, menatap datar pada gadis yang kini melihatnya kebingungan. “Maaf, kita tidak bisa melanjutkan perjodohan konyol ini. Kamu terlalu muda untuk saya.” Mata gadis bernama Tiara itu mendadak sendu. Bibirnya mengerucut tidak suka dengan keputusan Asgaf. “Tapi, Kak—” “Sekali lagi, saya minta maaf. Permisi,” dan Asgaf meninggalkan Tiara begitu saja untuk menghampiri ibunya yang kini menatapnya heran. Sesampainya di kursi sang ibu, ia menarik pelan lengan ibunya lalu membawanya masuk ke dalam mobil. Mengendarai mobilnya dengan emosi yang ia tahan sejak awal. “Apa-apaan kamu, Asgaf?” “Mama yang apa-apaan?” balasnya dengan mata menajam. “Bisa-bisanya Mama menjodohkanku dengan gadis muda seperti itu.” “Tiara anak baik, Gaf. Mama yakin dia bisa—” “Ma, berhenti menjodohkanku!” serunya lemah. “Aku bisa hidup sendiri tanpa butuh perempuan manapun.” “Kamu masih cinta sama Rena, iya kan?” Seketika ban mobil berdecit keras. Asgaf mengerem dengan mendadak ketika kembali ibunya menyebut nama mantan istrinya itu. “Tidak ada hubungannya dengan perempuan itu! Dan ingat Ma, jangan sebut namanya lagi!” ●●● “Pak, berhenti,” seru gadis bersurai kelam sambil mengikat tinggi rambut lurusnya asal. Menyisakan poni depan yang ditata kesamping kanan. “Nanti Pak Sardi nggak usah jemput aku ya? Soalnya, aku ada bimbingan jadi entar aku pulang naik taksi aja.” “Baik, Non.” Gadis bernama Nafla Khinsa Adlina itu tersenyum puas lalu turun dari sedan milik kedua orang tuanya dan kembali berujar, “Bye, Pak. Assalammu’alaikum.” “Wa’alaikumsalam, Non,” balas Pak Sardi seraya menggelengkan kepalanya geli melihat anak majikannya yang melambaikan tangan padanya. Nafla melangkahkan kakinya memasuki area kampus. Ia mengedarkan pandangannya ke sekeliling prodi hanya untuk mencari temannya yang juga memiliki bimbingan skripsi. Tampaknya,Ifabelum datang sehingga Nafla memilih untuk menemui staff prodi pendidikan Bahasa Inggris. “Kak, ada Pak Rizal sudah datang belum?” Staff prodi menatap Nafla sebelum tersenyum tipis. “Nana? Pak Rizal lagi ada seminar. Kamu tunggu saja sebentar.” Nafla mengangguk lantas tersenyum. “Terima kasih, Kak.” “Sama-sama, Na.” Nafla memilih untuk duduk di depan prodi sambil memainkan ponselnya. Matanya bergerak membuka akun sosial media dan memeriksa pesan dari orang yang tidak dikenalinya. “Udah lama?” suara Ifa terdengar ditelinganya. “Sorry... Jalanan macet.” Gadis itu terlihat panik sambil mengeluarkan lembaran-lembaran kertas skripsi yang masih belum disusunnya. “Aduh, kayaknya ini salah deh. Aku nggak ngerti sama sekali yanh dijelasin sama Pak Rizal kemarin. Kalau pakai chip menurut kamu gimana, Na?” “Chip-nya dalam bentuk apa?” tanya Nafla sambil membaca metode yang digunakan oleh sahabatnya ini. “Kancing baju? Kacang-kacangan? Atau stik? Menurut kamu apa bagusnya?” “Kancing baju aja. Lebih gampang dan nggak ribet,” sahut Nana sambil kembali memperhatikan tulisan skripsi milik Ifa. “Pinjam pulpen kamu,” pintanya dan Ifa dengan segera memberikan pulpennya pada Nana. “Increase ganti aja jadi enhance. Terus, metodenya mending lebih gampang acak dari pada di tentuin deh.” Ifa tampak serius mendengarkan. Ia menatap skripsi yang belum jadi sedang dicoret-coret oleh Nafla. “Kayaknya ini dulu, deh. Kamu ubah terus kamu printsekarang selagi Pak Rizal masih seminar.” Ifa mengangguk cepat, membuka notebook-nya dan mengubah beberapa bagian yang dicoret oleh Nafla sebelum dengan cepat ke fotokopi yang memang tersedia di kampusnya itu dan menge-print ulang yang telah diperbaiki. ●●● “Kamu bisa lanjut ke BAB IV, Nafla. Grammar-nya sudah bagus tapi, perhatikan lagi kata-kata yang diambil dari para expert harus di paraphrase. Tidak boleh asal copy-paste.” Nafla mengangguk mengerti mendengar penjelasan panjang dari dosennya. “Kamu bisa langsung menganalisis datanya dan membuat hasilnya. Jika hipotesamu gagal, bukan berarti skripsimu gagal. Dan jika hipotesamu benar, berarti metode ini bisa digunakan. Saya bisa merekomendasikan jurnal dari skripsimu jika ini benar-benar berhasil.” Mata Nafla seketika melebar dengan bibir yang tersenyum senang. Ia tidak menyangka jika Pak Rizal akan membantunya sejauh ini. “Jurnal kamu akan kita masukkan ke dalam web internasional sehingga bisa dibaca oleh orang-orang di luar negeri juga. Semoga berhasil, Nafla.” “Terima kasih banyak, Pak,” sahut Nafla sungguh-sungguh sebelum memilih untuk permisi dan segera melanjutkan skripsinya ke Bab IV. Ia bahkan tidak lagi menunggu Ifa karena ingin segera pulang dan bersemangat untuk mengetik lanjutan skripsi Bahasa Inggrisnya. Cita-citanya sejak dulu adalah menjadi guru dan berharap bahwa Nafla bisa mendidik setiap anak-anak dengan benar karena ia begitu mencintai anak-anak. Saat hendak keluar dari gerbang fakultasnya, Nafla seketika merasa diawasi oleh seseorang. Ia menoleh cepat pada satu sosok yang kini menatapnya seakan mengulitinya hidup-hidup. Dalam hati, Nafla berdecak. Ia memilih untuk melangkahkan kakinya menghampiri laki-laki yang menatapnya tajam itu. Menyapanya sopan, “Pak Asgaf,” tegurnya sedikit menunduk. “Sudah selesai?” Nafla lagi-lagi mengangguk. “Sudah, Pak. Sekarang saya lanjut ke Bab IV.” “Tapi, saya belum kasih persetujuan untuk itu.” Bolehkah Nafla memaki? Jika berurusan dengan Pak Rizal sangat mudah. Maka, berurusan dengan dosen pembimbing pertamanya sangat sangat sulit. Mungkin, karena ini Pak Asgaf ditinggal oleh sang istri. Wajahnya yang sama sekali tidak terlihat ramah dan juga kejam disaat yang bersamaan. Ah, jangan lupakan bahwa dia adalah dosen yang paling irit dengan nilai. “Kalau Bapak tidak percaya, Bapak bisa bertanya dengan Pak Rizal. Beliau sudah memberi izin dan—” “Berikan skripsimu biar saya lihat. Saya akan mengabarimu segera kalau kamu memang layak lanjut Bab IV.” Nyaris saja Nafla mendesah lelah. Dengan sabar, ia memberikan setumpuk skripsi untuk pembimbing pertamanya itu. Sedikit jengkel dengan tingkah dosen yang memiliki gelar duda selama dua tahun lamanya itu, mungkin sifat dinginnya diturunkan karena ditinggal oleh sang istri yang tidak tahan karena ternyata laki-laki ini adalah gaymaka itu Nafla harus banyak-banyak bersabar. “Saya permisi, Pak,” lanjutnya sebelum melangkah dengan kesal yang membuat mood-nya seketika menurun begitu saja. 

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Long Road

read
120.7K
bc

Air Mata Maharani

read
1.4M
bc

I Love You, Sir! (Indonesia)

read
260.4K
bc

Mengikat Mutiara

read
142.2K
bc

TERSESAT RINDU

read
333.2K
bc

Sweetest Diandra

read
70.5K
bc

Marriage Agreement

read
590.6K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook